Politik
Beranda » Berita » Makar dalam Perspektif Islam

Makar dalam Perspektif Islam

Makar dalam Perspektif Islam
Makar dalam Perspektif Islam. Sumber Foto: BBC

SURAU.CO. Jelang perayaan HUT RI 17 Agustus, ramai di media sosial dan menjadi perbincangan publik pengibaran bendera one piece. Bendera Jolly Roger, simbol kelompok bajak laut dalam serial anime One Piece menjadi viral di media sosial setelah banyak dipasang di belakang truk dan kendaraan besar lainnya. Beberapa pihak menilai simbol itu sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan, sementara yang lain melihatnya sebagai ekspresi kreatif anak muda menjelang perayaan kemerdekaan.

Firman Soebagyo, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, melarang sopir truk dan masyarakat mengibarkan bendera One Piece karena ia menilai bendera itu sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintah. Menurut Firman, tindakan itu menunjukkan kemerosotan pemahaman terhadap ideologi negara dan merupakan provokasi berbahaya menjelang Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Firman menyatakan bahwa tindakan itu mungkin termasuk makar sehingga Firman menilai perlu tindakan tegas terhadapnya.

Pernyataan Firman mendapat tanggapan dari pengamat ekonomi politik Heru Subagia. Heru menilai bahwa tuduhan makar menunjukkan kegagalan memahami situasi rakyat secara adil dan objektif. Menurutnya, fenomena pengibaran bendera One Piece justru merupakan ekspresi ketidaknyamanan warga negara terhadap kondisi sosial-politik saat ini. Ia melihat ekspresi masyarakat sebagai bentuk sikap politik yang sah dan tegas yang mereka tunjukkan terhadap ketidakadilan yang mereka rasakan.

Heru menilai bahwa pemerintah memaksa masyarakat membayar pajak dan berkontribusi atas nama nasionalisme, sementara segelintir elite menikmati hasil perjuangan kemerdekaan. Ia menyimpulkan bahwa pihak yang menuduh masyarakat sebagai pelaku makar adalah mereka yang sesungguhnya mengkhianati nilai-nilai kehidupan berbangsa.

Ramai perdebatan tentang pengibaran bendera one piece dan makar. Bagaimana kita mengdefinisikan makar? Bagaimana Islam memandang makar?

“Anjir” dan Teman-Temannya: Saat Umpatan Jadi Budaya

Apa itu Makar?

Secara umum, individu atau kelompok melakukan makar dengan melakukan tindakan melawan hukum karena ketidakpuasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Dalam konteks hukum, makar diartikan sebagai upaya untuk menjatuhkan pemerintah yang sah atau mengancam keamanan negara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makar berarti akal busuk, tipu muslihat, atau perbuatan yang bertujuan menyerang atau menjatuhkan pemerintah yang sah.

Dalam hukum Islam istilah makar berasal dari istilah bahasa Arab “makarun” yang berarti tipu daya. Dalam hukum pidana Islam, ulama mengenal makar dengan istilah al-baghyu, yang berarti melakukan pemberontakan atau keluar dari aturan. Secara terminologis, al-baghyu adalah tindakan sekelompok orang terhadap pemerintahan yang sah dengan berlandaskan alasan alasan tertentu dengan tujuan untuk mengganti kepemimpinan pemerintah yang berkuasa.

Dalam hukum positif, istilah makar berasal dari kata “aanslag” yang berarti penyerangan atau mencoba membunuh. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menganggap makar ada apabila niat pelaku kejahatan sudah nyata dengan dimulainya perbuatan itu.

Makar dapat mengancam kelestarian bangsa dan ketertiban hukum. Oleh karena itu, negara perlu melindungi keamanan negara, termasuk keamanan kepala negara, wilayah negara, dan bentuk pemerintahan negara. Negara melindungi keamanan negara untuk mencegah makar dan ancaman lainnya.

Makar pada Zaman Rasulullah SAW

Pada masa Nabi Muhammad Saw., kaum kafir Quraisy melakukan makar untuk menggagalkan keinginan Nabi menciptakan masyarakat beragama Islam yang taat pada aturan Allah dan Rasul-Nya. Mereka bahkan berencana membunuh Nabi.

Diam: Seni Menemukan Problem Solving

Dalam Q.S. Al-Anfaal ayat 30, Allah berfirman “Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baiknya pembalas tipu daya”. Ayat ini menjelaskan kaum kafir Quraisy membuat tipu daya untuk menangkap, memenjarakan, atau membunuh Nabi, namun Allah menggagalkan rencana mereka.

Kaum kafir Quraisy berkumpul di Daru An-Nadwah untuk membuat kesepakatan membunuh Nabi. Mereka mengepung rumah Nabi pada malam yang ditentukan dan berencana menangkapnya saat keluar rumah. Nabi mengetahui rencana tersebut, lalu meminta Ali bin Abi Thalib menyamar menggantikan dirinya di tempat tidur.

Nabi Muhammad Saw meninggalkan rumah tanpa diketahui kaum kafir Quraisy, dengan kuasa Allah. Ketika mereka memasuki rumah Nabi, mereka terkejut menemukan Ali bin Abi Thalib yang sedang berbaring di tempat tidur. Allah berhasil menggagalkan tipu daya kaum kafir Quraisy dan melindungi Nabi-Nya.

Sejarah Makar di Indonesia

Dalam sejarah panjang Indonesia, kemerdekaan belum sepenuhnya terjamin. Setelah mencapai kemerdekaan, Indonesia masih menghadapi perlawanan dari dalam negeri sendiri yang berusaha memecah belah negara. Salah satu contoh peristiwa makar yang terkenal adalah pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965.

PKI, yang memiliki tujuan menjadikan Indonesia sebagai negara komunis, melakukan berbagai aksi propaganda dan pelatihan militer untuk mencapai tujuannya. Pada tanggal 30 September 1965, PKI melakukan kudeta dengan menculik dan membunuh enam perwira tinggi TNI AD. Masyarakat menyebut peristiwa tersebut sebagai Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI).

Kurikulum Cinta dan Dakwah Perempuan

Setelah peristiwa tersebut, Presiden Soekarno memerintahkan Jenderal Soeharto untuk membersihkan pemerintahan dari pengaruh PKI. Pemerintah menetapkan PKI sebagai penggerak kudeta dan memburu serta menangkap tokoh-tokohnya.

Selain G30S/PKI, Indonesia juga mengalami pemberontakan lainnya, terutama pada masa awal kemerdekaan. Seperti DI/TII, APRA, Andi Azis, RMS, dan PRRI/Permesta. Berbagai faktor memicu pemberontakan-pemberontakan ini, seperti ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat, keinginan untuk mendirikan negara dengan ideologi tertentu, atau konflik kepentingan, sehingga masing-masing memiliki latar belakang dan tujuan yang berbeda-beda.

Peristiwa Makar yang juga sempat heboh terjadi pada 9 Maret 1960, ketika Letnan Dua Daniel Alexandra Maukar, seorang pilot AURI, menembaki Istana Merdeka, Istana Bogor, dan Kompleks BPM Tanjung Priok menggunakan pesawat Mig 17. Mereka menuduh Daniel Maukar terlibat dalam aksi makar dan percobaan pembunuhan terhadap Soekarno. Namun, Daniel membela diri dengan menyatakan bahwa ia sudah mengetahui Presiden Soekarno tidak berada di tempat saat melakukan penembakan, sehingga tuduhan tersebut tidak tepat. Mahkamah Angkatan Udara mengadili Daniel Maukar dan menjatuhkan hukuman mati pada 16 Juli 1960. Namun, Presiden Soeharto membebaskan Daniel tahun 1968, dan Daniel tidak pernah dieksekusi hukuman mati.

Pemberontakan-pemberontakan ini memberikan dampak yang signifikan terhadap stabilitas politik, sosial, dan ekonomi Indonesia. Pemerintah Indonesia harus mengerahkan upaya besar untuk menumpas pemberontakan-pemberontakan tersebut dan menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan negara.

Makar dalam Al Quran

Allah menyebutkan makar sebagai tipu daya yang dilakukan orang-orang kafir untuk menghancurkan Islam dalam Q.S. Al-Imran ayat 54 berbunyi: “Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”.

Kemudian dalam surat Al An’am ayat 123, Allah Swt menjelaskan bahwa Allah menempatkan orang-orang jahat di setiap negeri untuk berbuat makar, tetapi pada akhirnya makar itu hanya akan menimpa diri mereka sendiri. Terjemahan Q.S. Al-An’am ayat 123 “Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya”.

Al-Quran membahas Makar dalam banyak surat. Q.S. Ibrahim Ayat 46, “Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu. Dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya.”

Kemudian Q.S. An-Naml Ayat 50-51 “Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari. Maka perhatikanlah betapa sesungguhnya akibat makar mereka itu, bahwasanya Kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya”.

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa makar adalah perbuatan buruk yang dilakukan orang-orang kafir atau jahat untuk mencapai tujuan mereka dengan cara curang dan menipu. Allah menggagalkan makar orang-orang kafir dan melindungi orang-orang beriman dari rencana jahat mereka. Allah menegaskan bahwa Dia adalah sebaik-baik pembalas tipu daya. Beberapa ulama menjelaskan bahwa “makar” yang disandarkan kepada Allah berarti pengaturan Allah Yang Maha Kuasa. Allah mengatur segala sesuatu, termasuk membalas tipu daya orang-orang yang berbuat makar.

Ayat lain yang berkaitan dengan makar yaitu dalam Q.S. An-Nisa Ayat 59 yang berisi perintah untuk tunduk kepada Allah, Rasul serta Ulil Amri (pemimpin/pemerintah). Membangkang terhadap Ulil Amri yang sudah disepakati keabsahannya merupakan bentuk ingkar terhadap perintah Allah Swt dan termasuk kepada tindak pidana

Makar dalam Hadist

Selain ayat-ayat di atas, kita juga dapat menggunakan hadis-hadis sebagai pijakan untuk mengkategorikan makar. Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa mengangkat senjata melawan kita, bukanlah termasuk golongan kita.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kemudian, “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallaahu’alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa keluar dari kepatuhan dan berpisah dari jamaah, lalu ia mati, maka kematiannya adalah kematian jahiliah.” (HR. Muslim)

Makar dalam Hukum Islam dan Hukum Positif

Dalam Hukum Islam, pelaku makar dapat dijatuhi sanksi hukuman mati atau diperangi  jika pemberontakan telah selesai dilakukan. Sementara itu, Hukum Positif memberikan pidana mati kepada pelaku tindak pidana makar terhadap Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana dalam pasal 104 KUHP

Penguasa dapat menjatuhkan hukuman tambahan kepada pelaku makar, seperti pencabutan hak-hak atau perampasan harta dalam Hukum Positif, dan pencabutan hak waris dalam Hukum Islam. Pemimpin tindak pidana makar mendapatkan hukuman paling berat dalam kedua hukum tersebut.

Hukum Islam menganjurkan mediasi atau dialog dengan pelaku makar untuk mencari jalan tengah dan perdamaian. Jika mediasi gagal, penguasa dapat menerapkan hukuman hudud. Namun, jika terdapat syubhat atau unsur-unsur tindakan makar tidak terpenuhi, penguasa dapat memberikan hukuman ta’zir sebagai pengganti hudud.

Sementara itu, Hukum Positif tidak mengenal hukuman pengganti bagi pelaku makar dan hanya memberikan hukuman pokok. Dalam Hukum Positif, penguasa dapat menjatuhkan sanksi kepada pelaku makar jika telah ada niat dan permulaan pelaksanaan, tanpa harus menunggu akhir pemberontakan.

Dalam Hukum Islam, tidak ada ketentuan spesifik tentang hukuman tambahan bagi pelaku makar. Sementara itu, Hukum Positif mengatur pencabutan hak-hak atau perampasan benda sebagai hukuman tambahan bagi pelaku tindak pidana makar, sebagaimana tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement