SURAU.CO – Melempar jumrah menjadi salah satu ritual penting dalam ibadah haji. Setiap tahunnya, jutaan umat Islam dari seluruh dunia berkumpul di Mina untuk menjalankan amalan ini. Mereka melemparkan batu kecil ke tiga tiang (jumrah): Ula, Wustha, dan Aqabah, sebagai simbol penolakan terhadap godaan setan dan bentuk ketaatan kepada Allah SWT.
Namun, banyaknya jumlah jamaah serta kondisi fisik yang tidak selalu prima membuat lemparan jumrah menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, memahami tata cara dan tips pelaksanaannya sangat penting agar ibadah ini tidak hanya sah secara syariat, tetapi juga aman dan penuh makna spiritual.
1.Pahami Waktu Pelaksanaan yang Tepat
Jamaah harus memahami waktu pelaksanaan lempar jumrah. Mereka melakukan lempar Jumrah Aqabah pada 10 Dzulhijjah setelah mabit di Muzdalifah. Sedangkan lemparan terhadap tiga jumrah (Ula, Wustha, dan Aqabah) dilakukan pada hari-hari Tasyrik, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Pemerintah Arab Saudi biasanya mengatur jadwal waktu pelemparan jumrah untuk mengatur arus jamaah dan menjamin keselamatan. Oleh karena itu, jamaah sebaiknya menaati jadwal yang ditentukan dan tidak memaksakan diri melebihi waktu yang telah disediakan demi keamanan dan kelancaran bersama.
2. Gunakan Batu Sesuai Ketentuan
Rasulullah SAW mencontohkan melempar jumrah dengan batu kecil seukuran ujung jari, kurang lebih sebesar biji kacang. Maka, jamaah pun sebaiknya mengikuti ukuran tersebut dan tidak menggunakan batu besar atau benda lain. Sebagaimana sabdanya:
"ارموا الحجارة بالحجارة كالبقول، ولا تغلوا في دينكم"
“Lemparlah jumrah dengan batu kecil seperti biji kacang, dan jangan berlebihan dalam beragama” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, hadis hasan)
- 7 batu untuk Jumrah Aqabah (10 Dzulhijjah)
- 21 batu untuk tiga jumrah pada setiap hari Tasyrik (7 batu per jumrah)
Dengan demikian, total batu yang jamaah siapkan selama hari-hari jumrah adalah 49 buah. Jika jamaah disempurnakan hingga 13 Dzulhijjah, maka jumlahnya menjadi 70 buah.
Jamaah dapat mengumpulkan batu sejak di Muzdalifah atau Mina, lalu menyimpannya di kantong kecil agar mudah dibawa selama perjalanan.
3. Pilih Waktu yang Tidak Padat
Untuk menghindari kepadatan dan potensi bahaya, jamaah sebaiknya memilih waktu yang lebih lengang. Biasanya, waktu malam atau dini hari menjadi pilihan terbaik, terutama bagi lansia atau jamaah dengan kondisi fisik lemah.
Meskipun cuaca malam hari terasa lebih dingin dan berkurang, jamaah tetap harus memastikan penerangan yang cukup dan menjaga kewaspadaan.
4. Perhatikan Arah dan Niat Saat Melempar
Saat hendak melempar, jamaah sebaiknya menghadap ke arah jumrah sambil meniatkan dalam hati: “Aku melempar jumrah ini karena Allah.” Kemudian, lemparkan batu satu per satu sambil mengucap:
“Allahu Akbar”
Jamaah tidak boleh melempar sekaligus atau sembarangan. Niatkan setiap lemparan sebagai simbol nyata penolakan terhadap godaan setan dan hawa nafsu.
5. Gunakan Peralatan yang Mendukung
Karena perjalanan ke lokasi jumrah bisa cukup jauh dan melelahkan, jamaah sebaiknya mengenakan pakaian ringan serta sepatu atau sandal yang nyaman. Selain itu, bawalah air minum secukupnya dan perlengkapan pribadi lain yang dibutuhkan, seperti payung lipat, masker, dan hand sanitizer.
Untuk memudahkan mobilitas, jamaah dapat menggunakan tas kecil yang berisi batu, udara, serta identitas diri.
6. Ikuti Petunjuk Petugas dan Hindari Berdesakan
Petugas haji dari Arab Saudi maupun petugas pendamping dari Indonesia selalu siap membantu dan mengarahkan jamaah. Maka, jamaah harus mengikuti jalur dan arahan yang mereka berikan. Terburu-buru atau berdesakan karena hal tersebut dapat membahayakan diri sendiri dan jamaah lainnya.
Ingatlah bahwa ibadah haji bukanlah sebuah perlombaan, melainkan wujud pengabdian yang harus dijalankan dengan tertib dan penuh ketenangan.
7. Jaga Kondisi Fisik dan Mental
Lempar jumrah memerlukan stamina dan kesabaran. Oleh karena itu, jamaah perlu memastikan kondisi fisik tetap prima dengan cukup istirahat sebelum berangkat. Jika merasa tidak kuat, jamaah tidak perlu memaksakan diri. Islam memberi keringanan dalam kondisi darurat.
Jamaah lanjut usia atau yang sedang sakit boleh mewakilkan melempar jumrah kepada orang lain yang sehat dan mampu, sebagaimana ketentuan syariat.
Secara spiritual, jamaah perlu menghadapkan hati sepenuhnya kepada Allah saat melempar. Jangan menjadikan lempar jumrah sebagai ritual fisik semata, tetapi tanamkan makna bahwa setiap batu yang dilempar melambangkan tekad untuk meninggalkan godaan duniawi.
Kesimpulan
Melempar jumrah bukan sekadar melempar batu ke tiang, tetapi merupakan simbol perjuangan melawan bisikan setan dalam kehidupan. Setiap lemparan mewakili komitmen kita untuk menolak nafsu, kemarahan, kemalasan, dan kesombongan yang bisa merusak jiwa.
Dengan memahami tata cara, menjaga keselamatan, serta menghadirkan kesadaran spiritual, jamaah akan menjadikan ritual ini sebagai pengalaman ibadah yang mendalam, bukan sekadar kewajiban simbolik.
Semoga Allah menerima segala amal ibadah para tamu-Nya dan menjadikan haji mereka sebagai haji yang mabrur. Aamiin.
Daftar Referensi:
- Buku Manasik Haji dan Umroh. Kementerian Agama Republik Indonesia.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
