Khazanah
Beranda » Berita » Meneladani Perempuan dalam Al-Qur’an: Cahaya Abadi di Tengah Zaman

Meneladani Perempuan dalam Al-Qur’an: Cahaya Abadi di Tengah Zaman

Hidayah Lebih Penting daripada Akal yang Berlian

Meneladani Perempuan dalam Al-Qur’an: Cahaya Abadi di Tengah Zaman

SURAU.CO – Membaca kisah para nabi dalam Al-Qur’an adalah hal yang biasa. Namun, di sela-sela kisah agung itu, muncullah potret perempuan-perempuan hebat. Maryam, Asiyah, Hajar, hingga Ratu Saba’. Mereka bukanlah sekadar pelengkap cerita atau pemeran pendukung. Kisah para perempuan dalam Al-Qur’an adalah simbol yang kaya makna. Ia adalah identitas kemuliaan yang melekat erat dan menjadi warisan abadi bagi peradaban.

Kisah mereka memang tidak selalu dihiasi kemewahan dunia. Perjuangan mereka sering kali sunyi dan penuh derita. Namun, justru di situlah letak kekuatannya. Teladan mereka begitu membumi bagi setiap muslimah. Mereka hadir dalam berbagai momen penting kehidupan: saat menjaga kesucian, saat menghadapi kezaliman, saat berjuang untuk keluarga, dan saat memimpin dengan bijaksana.

Perempuan Mulia dalam Al-Qur’an

Keberadaan perempuan dalam Al-Qur’an sangatlah kaya dan bermacam-macam. Ia mencerminkan bagaimana Islam mengangkat derajat perempuan ke posisi yang sangat terhormat.

Selain itu, ia mencerminkan nilai-nilai kesucian, keteguhan iman, keberanian, kecerdasan, dan tawakal yang luar biasa. Kisah mereka bukan hanya catatan sejarah masa lalu. Ia adalah cerminan dari cara hidup, kekuatan batin, dan hubungan seorang hamba dengan Tuhannya. Mereka adalah bukti bahwa kemuliaan tidak diukur dari gender, tetapi dari takwa.

Teladan Para Perempuan: Pembentuk Adab dan Kekuatan Batin

Di dalam Al-Qur’an, kisah para perempuan ini mengajarkan adab dan kekuatan jiwa.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Maryam binti Imran adalah teladan kesucian dan ketaatan. Kisahnya mengingatkan kita untuk menjaga kehormatan diri.

“Dan (ingatlah) Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami…” (QS. At-Tahrim: 12)

Memaknai kisahnya adalah sebuah penanda untuk teguh di atas iman, meskipun seluruh dunia memfitnah. Penampilan boleh sederhana. Namun, keyakinan dan kesucian hati harus selalu terjaga.

Di istana Firaun, Asiyah mengajarkan keberanian di jantung kezaliman. Imannya menolak kemewahan yang melenakan. Doanya menjadi bukti bahwa nilai utama bukan pada status dunia.

“Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya…” (QS. At-Tahrim: 11)

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Dari Hajar, kita belajar tentang perjuangan dan tawakal. Dari sana, muncul kesadaran untuk tidak pernah menyerah. Yaitu: ikhlas pada takdir, berjuang sekuat tenaga, dan percaya sepenuhnya pada janji Tuhan.

Sementara itu, Ratu Saba’ menunjukkan kebijaksanaan. Ia tidak terbutakan oleh kekuasaan. Ia memilih untuk tunduk pada kebenaran.

“Ia berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan seluruh alam.'” (QS. An-Naml: 44)

Ia menanamkan cara memimpin yang luhur. Yaitu: terbuka, bijaksana, dan rendah hati.

Warisan Abadi untuk Generasi Kini dan Nanti

Zaman terus berubah, namun kisah mereka tidak pernah usang. Mereka kembali ke panggung dengan cara yang berbeda. Kisah Maryam, Asiyah, Hajar, dan Bilqis kini menjadi sumber inspirasi bagi muslimah modern.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Kampanye seperti #MuslimahTangguh dan berbagai seminar keperempuanan menarasikan ulang kisah mereka. Teladan mereka tampil di berbagai tempat. Mulai dari ruang-ruang kajian, buku-buku motivasi, hingga postingan di media sosial. Mereka menjadi simbol perempuan kuat yang agamis, cerdas, dan mandiri. Mereka membuktikan bahwa menjadi shalihah tidak berarti lemah atau terbelakang.

Kekuatan Perempuan yang Melampaui Zaman

Dalam suasana semangat ini, timbul sebuah kecemasan. Hindari agar kisah mereka hanya menjadi inspirasi sementara. Jangan sampai mengabaikan makna yang sebenarnya. Kisah mereka muncul dari tempat-tempat pengorbanan yang hening. Dari ujian kesucian Maryam. Lalu keberanian Asiyah di antara istana yang kejam. Dan keringat Hajar yang berlari sendiri di lahan gersang.

Dalam berbagai konteks, cerita mereka dimanfaatkan untuk tujuan lain. Mungkin untuk membenarkan sebuah agenda atau sekadar menyajikan konten yang menarik. Namun, mencontoh mereka memerlukan sikap yang menyeluruh. Yaitu: penuh kerendahan hati, tangguh imannya, dan tidak terpengaruh oleh dunia. Saya berpikir, betapa seringnya kita mengagumi tanpa benar-benar mencontoh. Kita mengagumi ketahanan Maryam, tetapi gampang mengeluh. Kita mengapresiasi keberanian Asiyah, namun sering kali cemas untuk menyampaikan kebenaran.

Di tengah realitas yang materialistik, cerita mereka menjadi simbol perlawanan. Mereka tidak menunjukkan.  Bukan pula tren instan. Cerita wanita dalam Al-Qur’an merupakan tradisi yang mendalam dalam membentuk identitas. Ia merupakan penghubung antara sejarah dan zaman sekarang. Ia menghubungkan spiritualitas dengan realitas sosial.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement