Sosok
Beranda » Berita » Syekh Abdurrauf as-Singkili: Ulama Juru Damai dari Aceh

Syekh Abdurrauf as-Singkili: Ulama Juru Damai dari Aceh

SURAU.CO – Singkil merupakan sebuah daerah istimewa di Aceh. Sejak dahulu, wilayah ini terkenal dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Banyak sumber daya alam bernilai tinggi berasal dari Singkil. Sumber daya itu meliputi kayu, rotan, damar, dan emas. Selain itu, ada pula lada dan kapur barus yang sangat berharga. Kekayaan inilah yang membuat penjajah Portugis dan Belanda mengincar Singkil. Hubungan Singkil dengan Kerajaan Aceh Darussalam pun sangat erat. Bukti hubungan ini terlihat dari makam ulama dan kerajaan-kerajaan kecil di sana.

Dari tanah subur inilah lahir seorang ulama besar. Namanya adalah Syekh Abdurrauf as-Singkili. Ia menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Islam di Nusantara. Jejaknya tidak hanya tercatat di Aceh, tetapi juga di seluruh dunia Melayu.

Asal-Usul dan Perjalanan Menuntut Ilmu

Syekh Abdurrauf as-Singkili lahir di Singkil pada tahun 1615 Masehi. Nama lengkapnya adalah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Menurut riwayat, leluhurnya berasal dari Persia. Mereka datang dan menetap di Singkil pada akhir abad ke-13. Masa kecilnya ia habiskan dengan belajar langsung dari ayahnya. Ia juga menimba ilmu dari para ulama di Fansur dan Banda Aceh.

Sosoknya juga sangat populer dengan nama Syiah Kuala. Nama ini begitu terhormat di Aceh. Bahkan, nama Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh diambil dari nama lainnya ini. Pendidikannya tidak berhenti di Aceh. Syekh Abdurrauf kemudian berangkat ke Tanah Suci untuk berhaji. Perjalanan itu menjadi awal dari pengembaraan intelektualnya selama 19 tahun di Timur Tengah. Ia belajar di Madrasah Oboh Simpang Kiri sebelum berkelana. Ia mendalami berbagai cabang ilmu Islam. Bidang yang ia pelajari antara lain fiqh, tauhid, tasawuf, dan hadits.

Pelopor Tarekat dan Metode Dakwah yang Menyejukkan

Selama di Timur Tengah, ia bertemu dengan gurunya, Syekh Ahmad Qusyasyi. Di bawah bimbingan sang guru, ia mendalami ajaran tasawuf. Syekh Abdurrauf kemudian menjadi perintis Tarekat Syattariyah di Nusantara. Tarekat ini memiliki keunikan tersendiri. Ajarannya menggabungkan kepatuhan pada syariah dengan kedalaman spiritual tasawuf.

Cara Ampuh Mengobati Iri dan Dengki Menurut Imam Nawawi: Panduan Membersihkan Hati

Metode dakwah Syekh Abdurrauf as-Singkili dikenal sangat lembut dan bijaksana. Sejarawan Aceh, Muhammad Adli Abdullah, mencatat sebuah kisah menarik. Syekh Abdurrauf pernah berdakwah di sebuah kawasan pelacuran. Ia tidak datang untuk menghakimi atau berceramah keras. Sebaliknya, ia menyamar sebagai seorang tabib atau penyembuh.

Penyamaran ini bertujuan untuk menarik simpati masyarakat setempat. Ia mengobati orang sakit dan membantu mereka yang kesusahan. Melalui pendekatan ini, ia membangun kepercayaan. Perlahan tapi pasti, masyarakat mulai dekat dengan ajaran Islam. Kawasan yang dulu dikenal buruk itu pun berangsur-angsur hilang.

Peran sebagai Qadhi dan Juru Damai Umat

Berkat ilmu dan kebijaksanaannya, Sultanah Safiatuddin Syah mengangkatnya sebagai pejabat tinggi. Syekh Abdurrauf as-Singkili menjabat sebagai Kadhi Malikul Adil Kesultanan Aceh. Posisi ini memberinya wewenang tertinggi dalam urusan agama dan hukum. Salah satu tugas terberatnya adalah menjadi juru damai.

Ia berhasil mendamaikan perpecahan besar di kalangan umat Islam Aceh. Konflik ini terjadi antara pengikut Syekh Hamzah Fansuri dan Syekh Syamsuddin as-Sumatrani dengan pengikut Syekh Nuruddin ar-Raniri. Perpecahan akibat perbedaan pandangan teologis ini berlangsung selama hampir dua puluh tahun. Syekh Abdurrauf mengambil posisi sebagai penengah. Ia tidak menghujat ataupun membela salah satu pihak.

Ia menggunakan pendekatan kompromi dan dialog damai. Sikap ini menunjukkan semangat toleransinya yang tinggi. Ia meminta setiap kelompok untuk tidak mudah menghujat karena perbedaan pemahaman. Gaya bicaranya yang santun dan penuh hormat membuat masyarakat menyukainya. Akhirnya, perpecahan panjang itu berhasil diubah menjadi perdamaian.

Mbah Mangli: Ulama Kharismatik dari Lereng Andong Magelang

Pemikiran Tasawuf dan Warisan Karya Tulis

Syekh Abdurrauf as-Singkili mewariskan pemikiran tasawuf yang mendalam. Pemikirannya berlandaskan pada tiga pilar utama. Pilar itu adalah ketuhanan dan alam, konsep manusia sempurna (insan kamil), serta tarekat yang menyeimbangkan dzikir dan syariah. Baginya, dzikir adalah pusat jalan sufi untuk memusatkan hati dan pikiran hanya kepada Allah Swt.

Ia juga merupakan seorang penulis yang sangat produktif. Syekh Abdurrauf melahirkan puluhan karya dalam bahasa Melayu dan Arab. Karya-karyanya mencakup bidang fiqh, tasawuf, tafsir, hingga kalam. Beberapa karyanya yang paling terkenal antara lain:

Tarjuman al-Mustafid (kitab tafsir al-Qur’an berbahasa Melayu).

Mawa’iz al-Badi (kitab nasihat tentang akhlak).

Daqaiq al-Hurf (kitab ilmu tasawuf dan teologi).

Menangkal Hoaks dengan Bab “Menjaga Lisan”: Perspektif Imam Nawawi untuk Era Digital

Tanbih al-Masyi (kitab ilmu tasawuf).

Miratut Thullab (kitab ilmu fiqh dan hukum Islam).

Terjemahan Hadits Arba’in Imam Nawawi (berisi hadits-hadits pilihan).

Kifayat al-Muhtajin ila Masyrah al-Muwahhidin al-Qaailin bi Wahdatil Wujud (kitab penjelasan tentang tasawuf wahdatul wujud).

Syekh Abdurrauf as-Singkili wafat pada tahun 1693. Hingga kini, warisannya terus hidup. Menurut berbagai sumber, konon terdapat dua makam untuknya, yaitu di Singkil dan Banda Aceh. Kedua makam tersebut ramai dikunjungi peziarah yang ingin mengenang jasa dan ilmunya.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement