Masjid
Beranda » Berita » Membina Masjid Ilmu: Amalan yang Lebih Baik dari Jihad

Membina Masjid Ilmu: Amalan yang Lebih Baik dari Jihad

Amalan yang Lebih Baik dari Jihad: Membina Masjid Ilmu

Amalan yang Lebih Baik dari Jihad: Membina Masjid Ilmu.

Dalam dunia dakwah Islam, jihad sering dipahami sebagai bentuk tertinggi dari pengorbanan seorang Muslim. Ia menggambarkan keberanian, perjuangan, dan pengabdian luar biasa kepada agama. Namun, Islam, sebagai agama yang syamil (menyeluruh), tidak hanya memuliakan jihad di medan tempur, tetapi juga jihad dalam bentuk yang lebih lembut namun mendalam: jihad ilmu dan pendidikan agama. Inilah yang tersirat dalam perkataan mulia sahabat Nabi, Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, sebagaimana diriwayatkan dalam Jaami’ Bayaan al-‘Ilmi wa Fadhlihi karya Ibnu Abd al-Barr.

Dalam riwayat itu, Ibnu Abbas pernah ditanya tentang jihad. Ia menjawab dengan sebuah tawaran yang mengejutkan namun menggugah:
“Maukah engkau aku tunjukkan amalan yang lebih baik dari pada jihad…? Engkau membangun masjid, lalu di dalamnya engkau ajarkan hal-hal yang wajib, yang sunnah, dan fikih (mendalami agama).”
(Jaami’ Bayaan al-‘Ilmi wa Fadhlihi, jilid 1, halaman 38)

Masjid: Pusat Transformasi Umat

Masjid bukan sekadar tempat ibadah ritual. Dalam Islam, masjid adalah pusat pembinaan umat. Rasulullah ﷺ saat hijrah ke Madinah, hal pertama yang beliau bangun adalah masjid. Dari sanalah cahaya tauhid disebarkan, syariat ditegakkan, dan para sahabat dibina menjadi pribadi yang bertakwa, berilmu, dan siap berjihad dalam segala bentuknya.

Ibnu Abbas memosisikan masjid sebagai titik awal perubahan. Bukan sekadar membangun fisiknya, tetapi menghidupkan ruhnya. Dan ruh dari masjid adalah pengajaran ilmu agama.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Di dalam masjid, seorang Muslim tidak hanya belajar tata cara shalat, tetapi juga mengenal Allah, memahami hukum-hukum Islam, mengenal akhlak, adab, muamalah, dan bahkan siasah (politik Islam). Semua bermula dari majelis ilmu yang berkah.

Mengapa Mengajarkan Ilmu Lebih Utama dari Jihad?

Jihad di medan perang adalah puncak pengorbanan fisik dan jiwa. Namun, jihad dalam bentuk ilmu adalah jihad yang menyiapkan generasi mujahid. Tanpa ilmu, jihad bisa salah arah, bahkan menyimpang. Oleh sebab itu, mengajarkan ilmu:

1. Melestarikan agama secara utuh
Ilmu adalah warisan para Nabi. Jihad bisa melindungi Islam dari luar, tapi ilmu menjaga dan menegakkannya dari dalam. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi.” (HR. Abu Dawud)

2. Mencegah penyimpangan dan kesesatan
Sejarah menunjukkan bahwa kesesatan muncul saat umat jauh dari ilmu. Kebodohan melahirkan bid’ah, taklid buta, dan kekeliruan dalam beragama. Maka orang yang mengajarkan ilmu sebenarnya sedang berjihad untuk menjaga umat tetap berada di atas kebenaran.

3. Menyiapkan kader umat jangka panjang
Jihad di medan tempur adalah sesaat. Namun mendidik satu orang yang saleh, alim, dan bijaksana, akan berdampak jangka panjang bagi umat. Para ulama seperti Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan yang lain, bukanlah mujahid perang, tetapi mujahid ilmu yang pengaruhnya abadi sepanjang zaman.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

4. Pahala yang terus mengalir (jariyah)
Dalam hadis riwayat Muslim disebutkan, salah satu amal jariyah yang tidak terputus pahalanya adalah ilmu yang bermanfaat. Seorang pengajar ilmu akan terus menuai pahala selama muridnya mengamalkan ajaran tersebut, bahkan setelah ia meninggal dunia.

Jihad Ilmu: Tugas Semua Umat

Ibnu Abbas tidak sedang merendahkan jihad, tetapi sedang mengangkat nilai jihad ilmu. Karena dalam konteks yang lebih luas, jihad ilmu adalah fondasi bagi semua bentuk jihad lainnya. Tidak ada jihad di medan perang tanpa pemahaman agama yang benar. Tidak ada perjuangan ekonomi umat tanpa ilmu muamalah. Tidak ada perlawanan terhadap kemaksiatan tanpa dakwah yang berbasis ilmu.

Dengan demikian, setiap Muslim bisa menjadi mujahid—bukan hanya dengan senjata, tetapi dengan pena, buku, lisan, dan media dakwah. Guru ngaji di surau, ustadz di madrasah, penyuluh agama di desa-desa, para pengasuh pondok pesantren, semuanya adalah mujahid dalam makna yang lebih halus namun sangat berpengaruh.

Kebangkitan Umat Berawal dari Masjid yang Hidup

Amalan yang ditawarkan Ibnu Abbas adalah membangun masjid dan mengajarkan ilmu di dalamnya. Hari ini, kita memiliki banyak bangunan masjid yang megah, tetapi tidak semuanya hidup. Banyak masjid yang sepi dari kajian, sunyi dari diskusi ilmiah, dan kosong dari ruh dakwah.

Sudah saatnya kita menghidupkan kembali fungsi masjid sebagaimana zaman Nabi:

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Menjadikannya tempat tarbiyah ruhani dan akal.
Mengisi waktu luang umat dengan majlis taklim dan halaqah ilmu.
Menjadikan mimbar Jumat sebagai media penyadaran umat terhadap masalah-masalah kontemporer.

Pesan untuk Para Pemuda

Wahai pemuda Islam! Jika engkau belum bisa mengangkat senjata untuk membela Islam secara fisik, maka angkatlah pena, buku, dan Qur’an-mu. Datangilah masjid bukan hanya untuk shalat, tetapi juga untuk duduk bersimpuh menuntut ilmu. Karena itulah jihadmu hari ini.

Ibnu Qayyim rahimahullah pernah berkata:

“Jihad yang paling wajib adalah jihad melawan hawa nafsu. Barangsiapa mampu mengalahkan hawa nafsunya, maka ia akan mudah mengalahkan musuh-musuh luar.”

Ilmu adalah senjata untuk menundukkan hawa nafsu. Maka siapa yang ingin menjadi pejuang sejati, hendaklah ia menjadi penuntut ilmu yang ikhlas dan tekun.

Penutup: Sebuah Renungan

Kalimat Ibnu Abbas seharusnya mengetuk hati kita hari ini:
“Maukah engkau aku tunjukkan amalan yang lebih baik dari jihad…?”

Pertanyaan itu layak kita renungkan sebagai generasi Muslim yang hidup di zaman yang penuh fitnah dan kekaburan. Saat ini, musuh terbesar umat bukan hanya agresor bersenjata, tetapi juga kebodohan, hedonisme, dan pengaburan ajaran Islam.

Maka membangun masjid dan menjadikannya pusat ilmu adalah strategi jangka panjang umat Islam. Karena umat yang berilmu adalah umat yang kuat, cerdas, dan tak mudah ditipu oleh musuh-musuhnya.

Mari kita jadikan masjid sebagai “pusat peradaban Islam”, bukan hanya tempat shalat, tetapi juga pusat ilmu, dakwah, pelayanan umat, dan pengkaderan generasi ulama dan mujahid masa depan. Pengemban dakwah ilmu, pejuang sunyi dari balik mimbar dan mushalla (Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi-Tengku Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement