SURAU.CO – Ibadah merupakan esensi dari penghambaan seorang manusia kepada Allah SWT. Ia adalah jembatan suci yang menghubungkan hamba dengan Sang Khalik. Namun demikian, ada sebuah penyakit hati yang bekerja secara senyap. Penyakit ini mampu meruntuhkan jembatan tersebut tanpa kita sadari. Penyakit itu bernama riya’. Riya’ adalah tindakan melakukan ibadah bukan untuk mencari ridha Allah, melainkan untuk mendapatkan perhatian, pujian, atau pengakuan dari sesama manusia. Inilah musuh tak kasat mata yang sangat berbahaya. Ia mampu mengubah amalan yang mulia menjadi sia-sia, bahkan berbalik menjadi dosa.
Waspada Riya’: Musuh Tak Terlihat yang Merusak Pahala Ibadah Anda
Di zaman media sosial seperti sekarang, ancaman riya’ menjadi jauh lebih kompleks dan nyata. Setiap orang memiliki panggungnya masing-masing. Kita bisa dengan mudah “memamerkan” ibadah kita. Foto sedang berada di tanah suci, status sedang mengikuti kajian, atau video sedang berbagi dengan sesama. Batas antara berbagi inspirasi dan pamer menjadi sangat tipis.
Tekanan untuk membangun citra diri yang saleh di dunia maya adalah bentuk riya’ modern yang sangat berbahaya. Kita mungkin tidak mengatakannya secara langsung, tetapi unggahan kita seolah berteriak, “Lihatlah, aku orang yang taat!” Inilah momen di mana kita harus berhenti dan bertanya pada diri sendiri dengan jujur: Untuk siapa aku melakukan ini? Untuk “likes” dan komentar pujian, atau murni untuk-Nya? Menjaga keikhlasan di era digital adalah sebuah jihad yang sesungguhnya.
Memahami Apa Itu Riya’ Secara Mendalam
Secara etimologi, kata riya’ berasal dari akar kata dalam bahasa Arab, ra’aa, yang bermakna “melihat” atau “memperlihatkan”. Dari sini, kita bisa memahami maknanya secara istilah. Riya’ adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada orang lain dengan niat agar orang tersebut memujinya. Ini adalah sebuah pergeseran niat yang fundamental. Tujuan ibadah yang seharusnya vertikal (kepada Allah) menjadi horizontal (kepada manusia). Dalam ajaran Islam, riya’ dikategorikan sebagai syirik kecil (syirkul ashghar). Meskipun disebut “kecil”, bahayanya sangatlah besar.
Rasulullah ﷺ memberikan peringatan keras mengenai hal ini. Beliau bersabda:
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya’.”
(HR. Ahmad)
Perkataan “yang paling aku takutkan” dari seorang Nabi menunjukkan betapa seriusnya masalah ini. Riya’ mampu menyelinap ke dalam hati orang yang paling alim sekalipun. Oleh karena itu, mengenali dan melawannya adalah sebuah perjuangan seumur hidup.
Contoh Nyata Riya’ dalam Ibadah Sehari-hari
Penyakit riya’ dapat menginfeksi berbagai bentuk amalan ibadah. Ia sering kali hadir dengan sangat halus. Berikut adalah beberapa skenario yang perlu kita waspadai.
-
Dalam Shalat: Seseorang mungkin shalat dengan khusyuk dan tenang. Namun, ketika ia menyadari ada orang lain yang memperhatikannya, ia sengaja memperindah gerakannya. Ia melambatkan rukuk dan sujudnya. Ia juga melirihkan suaranya agar terdengar lebih merdu dan syahdu. Semangatnya untuk menyempurnakan shalat bukan lagi karena Allah, melainkan karena ada audiens.
-
Dalam Bersedekah: Seseorang memberikan sumbangan dalam jumlah besar. Niat awalnya mungkin baik. Akan tetapi, di dalam hatinya terselip keinginan agar namanya diumumkan. Ia berharap orang-orang akan memandangnya sebagai sosok dermawan. Ia merasa senang ketika dipuji, dan kecewa jika donasinya tidak diketahui publik.
-
Dalam Menuntut Ilmu dan Berdakwah: Seorang penuntut ilmu atau pendakwah bisa terjangkit riya’. Ia mungkin memilih topik-topik yang rumit bukan karena kebutuhan umat. Akan tetapi, ia melakukannya agar terlihat cerdas dan berilmu tinggi. Ia menikmati saat orang-orang memanggilnya “ustadz” atau “orang alim” dan merasa terganggu jika tidak dihormati.
Mendeteksi Gejala Riya’ dalam Diri
Sama seperti penyakit fisik, riya’ juga memiliki gejala-gejala yang dapat dikenali. Kita harus segera waspada dan melakukan introspeksi diri jika merasakan tanda-tanda berikut ini:
-
Merasa Bahagia Saat Amal Dilihat Orang: Muncul perasaan senang dan bangga ketika perbuatan baik kita diketahui oleh orang lain. Pujian dari mereka terasa lebih manis daripada keyakinan akan pahala dari Allah.
-
Kecewa Jika Amal Tidak Dihargai: Timbul rasa kecewa atau kesal ketika ibadah yang kita lakukan tidak ada yang melihat. Kita merasa usaha kita menjadi sia-sia karena tidak ada apresiasi dari manusia.
-
Semangat Beribadah Hanya Saat Ramai: Gairah untuk beribadah meningkat drastis ketika berada di tengah keramaian. Namun, semangat itu merosot tajam ketika sedang sendirian. Shalat di masjid terasa lebih nikmat daripada shalat di rumah.
-
Sulit Melakukan Amal Tersembunyi: Merasa berat dan enggan untuk melakukan kebaikan secara diam-diam. Selalu ada dorongan untuk menceritakan atau memberi isyarat tentang kebaikan yang telah dilakukan.
Bahaya Mengerikan di Balik Riya’
Riya’ bukanlah masalah sepele. Dampaknya sangat merusak, baik di dunia maupun di akhirat.
-
Menghapus Total Pahala Amal: Inilah bahaya paling langsung dari riya’. Amalan yang dilakukan dengan susah payah akan hangus tak bersisa. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang memperdengarkan amalnya kepada manusia, maka Allah akan memperdengarkan (aib)-nya, dan barang siapa yang berbuat riya’, maka Allah akan memperlihatkan (aib)-nya.”
(HR. Bukhari dan Muslim) -
Terjerumus dalam Dosa Syirik: Meskipun tergolong syirik kecil, ia tetaplah syirik. Syirik adalah dosa terbesar dalam Islam yang tidak akan mendapat ampunan jika mati tanpa taubat.
-
Mendapat Azab Pedih di Akhirat: Dalam sebuah hadis panjang riwayat Imam Muslim, diceritakan tentang tiga golongan manusia yang pertama kali diadili dan dilemparkan ke neraka. Mereka adalah seorang mujahid, seorang alim yang mengajarkan Al-Qur’an, dan seorang dermawan. Mereka semua diseret ke neraka karena mereka beramal bukan karena Allah, melainkan karena ingin disebut pahlawan, alim, dan dermawan oleh manusia.
Benteng Pertahanan Melawan Riya’
Melawan riya’ adalah perjuangan terus-menerus. Berikut adalah beberapa langkah praktis yang dapat kita upayakan:
-
Selalu Perbarui Niat: Periksa niat sebelum, saat, dan sesudah beramal. Jadikan ini kebiasaan.
-
Biasakan Beramal dalam Sunyi: Latih diri untuk melakukan kebaikan secara sembunyi-sembunyi. Inilah cara terbaik untuk melatih keikhlasan.
-
Berdoa Memohon Perlindungan: Akui kelemahan diri kita dan mohonlah pertolongan Allah agar jauh dari riya’.
-
Fokus pada Penilaian Allah: Ingatlah selalu bahwa pujian dari seluruh manusia tidak ada nilainya jika Allah tidak ridha.
-
Segera Beristighfar: Ketika terbesit perasaan riya’ di dalam hati, segeralah memohon ampun kepada Allah.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.