SURAU.CO-Politisi muda Muslim kini ramai muncul di pentas kekuasaan. Politisi muda Muslim dianggap sebagai simbol kebangkitan umat dan harapan baru dalam panggung politik nasional. Namun, publik mulai bertanya: apakah mereka membawa nilai peradaban Islam, atau sekadar terjebak dalam euforia jabatan?
Sejarah Islam mencatat kiprah pemuda sebagai pendorong perubahan. Namun hari ini, idealisme mudah luntur ketika panggung politik digerakkan oleh opini publik, sorotan media, dan popularitas digital.
Kiprah Pemuda Muslim: Warisan Nilai atau Sekadar Gaya?
Muhammad Al-Fatih menaklukkan Konstantinopel pada usia 21 tahun. Usamah bin Zaid memimpin pasukan besar saat remaja. Mereka tampil bukan karena pencitraan, tapi karena kedalaman iman dan keluasan ilmu.
Sebaliknya, sebagian politisi muda sekarang lebih sibuk membangun branding ketimbang kapasitas. Mereka fokus pada visual, jargon, dan strategi viral, namun gagal menyuguhkan gagasan bernas. Identitas Islam hanya jadi bumbu, bukan ruh perjuangan.
Jabatan dan Amanah: Jangan Tergelincir di Antara Keduanya
Dalam Islam, jabatan bukan hadiah, tapi ujian. Rasulullah SAW menolak memberikan kepemimpinan kepada sahabat yang memintanya, karena beliau tahu beratnya tanggung jawab itu. Seorang pemimpin wajib membawa keadilan, bukan sekadar kepuasan pribadi.
Kini, banyak pemuda berlomba-lomba masuk parlemen atau eksekutif. Mereka mengejar posisi strategis tanpa bekal visi Islami yang matang. Sering kali, prinsip dikorbankan demi tiket pencalonan. Padahal, kepemimpinan sejati tidak bisa dibangun di atas kompromi nilai.
Era Digital: Peluang Dakwah atau Ajang Pencitraan?
Media sosial menawarkan ruang dakwah politik yang luas. TikTok, Instagram, dan X menjadi alat menyebarkan pesan kebaikan. Namun, media juga menciptakan tekanan besar. Banyak politisi muda lebih mengejar sensasi daripada substansi.
Mereka membuat konten demi viral, bukan demi visi. Sebuah video bisa trending, tapi tidak selalu membawa manfaat. Padahal, umat menantikan politisi muda Muslim yang menghadirkan arah dan solusi, bukan sekadar hiburan digital.
Identitas Saja Tak Cukup Menjadi Pewaris Peradaban
Menjadi Muslim bukan jaminan seseorang layak mewarisi peradaban Islam. Pewaris sejati harus memiliki etika, visi, dan keteguhan dalam membela kebenaran. Tanpa itu, gelar Muslim hanya menjadi pelengkap tampilan.
Umat perlu bersikap kritis terhadap setiap figur publik. Pilih mereka yang berani menolak korupsi, membela keadilan, dan konsisten dalam kata serta tindakan. Pemimpin ideal bukan yang sekadar tampak Islami, tapi yang hidup dengan nilai-nilai Islam.
Membina Generasi Pemimpin Muslim yang Kuat
Kepemimpinan Muslim harus tumbuh dari proses pembinaan yang terarah. Pesantren, organisasi mahasiswa Islam, dan komunitas dakwah kampus punya peran besar dalam menyiapkan generasi penerus. Mereka harus membentuk pemimpin yang unggul dalam akhlak, pemikiran, dan keberanian.
Masyarakat juga harus memberikan dukungan penuh. Ketika pemuda yang jujur dan idealis tampil, beri mereka ruang. Jangan biarkan mereka kalah oleh suara yang lebih lantang namun kosong makna.
Politisi muda Muslim membawa harapan besar bagi kebangkitan peradaban. Namun, harapan itu hanya bisa terwujud jika mereka berjalan dengan kompas nilai yang kokoh. Jabatan hanyalah sarana. Tujuan utama tetaplah membela kebenaran dan membangun masyarakat yang adil. Pewaris peradaban bukan mereka yang sekadar hadir, tapi yang sungguh-sungguh membawa cahaya.
Pemuda Muslim yang terjun ke dunia politik harus menyadari bahwa mereka membawa nama besar Islam, bukan sekadar ambisi pribadi. Tanggung jawab mereka bukan hanya kepada konstituen, tetapi juga kepada Allah. Oleh karena itu, setiap langkah politik harus berlandaskan nilai, bukan sekadar strategi. Umat membutuhkan pemimpin muda yang jujur, berani, dan konsisten menjalankan amanah.
Jika generasi muda ingin menjadi pewaris peradaban Islam, mereka harus memperjuangkan kebenaran, bukan jabatan. Perubahan hanya bisa terjadi jika nilai dijunjung tinggi. Dengan akhlak dan visi, mereka dapat membuktikan bahwa Islam bukan hanya simbol, tapi solusi. (Hen)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
