Khazanah
Beranda » Berita » Mengapa Dakwah Harus Mengedepankan Kelembutan?

Mengapa Dakwah Harus Mengedepankan Kelembutan?

Peran Perempuan dalam Islam
Peran Perempuan dalam Islam

Mengapa Dakwah Harus Mengedepankan Kelembutan?

SURAU.CO – Dakwah bukanlah sekadar aktivitas menyampaikan informasi. Ia adalah sebuah seni agung dalam mengajak manusia menuju cahaya. Sebuah tanggung jawab mulia yang diemban oleh setiap Muslim, sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Namun, keberhasilan sebuah dakwah tidak hanya bergantung pada kebenaran isinya. Ia justru sangat ditentukan oleh cara penyampaiannya. Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah ﷺ telah meletakkan sebuah fondasi yang kokoh. Fondasi itu adalah kelembutan.

Banyak yang bertanya, haruskah berdakwah dengan lemah lembut? Pertanyaan ini sering muncul di tengah semangat yang membara untuk membela kebenaran. Akan tetapi, kita perlu menengok kembali pada sumber petunjuk utama kita. Di sana, kita akan menemukan bahwa kelembutan bukanlah pilihan, melainkan sebuah perintah dan metode yang paling utama.

Pelajaran dari Dakwah kepada Sang Tiran

Untuk memahami betapa pentingnya kelembutan, kita bisa merenungkan sebuah kisah monumental dalam Al-Qur’an. Allah SWT mengutus dua nabi mulia, Musa dan Harun ‘alaihimassalam. Misi mereka sangatlah berat. Mereka harus menghadapi Fir’aun, seorang penguasa yang melampaui batas. Fir’aun tidak hanya zalim. Ia bahkan memproklamasikan dirinya sebagai tuhan.

Secara logika, menghadapi tiran seperti itu mungkin membutuhkan sikap yang keras dan konfrontatif. Namun, perhatikanlah instruksi langsung dari Allah SWT. Perintah-Nya sungguh di luar dugaan. Allah berfirman:

“Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha: 43–44)

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Ayat ini adalah sebuah pelajaran yang luar biasa. Allah memerintahkan kata-kata yang lembut (qaulan layyinan) kepada manusia paling durhaka di muka bumi pada masanya. Tujuannya pun sangat jelas, yaitu membuka pintu hidayah, “mudah-mudahan ia ingat atau takut.”

Ini adalah cermin bagi setiap pendakwah. Jika kepada Fir’aun saja Allah memerintahkan kelembutan, lantas siapa kita untuk bersikap kasar kepada saudara kita sesama Muslim? Atau bahkan kepada orang yang belum mengenal Islam? Ayat ini mengajarkan kerendahan hati. Ia menunjukkan bahwa tugas kita adalah menyampaikan dengan cara terbaik. Hasilnya, hidayah, sepenuhnya berada di tangan Allah. Kelembutan adalah kunci pembuka, bukan jaminan, tetapi tanpanya pintu hati akan semakin sulit untuk diketuk.

Rasulullah ﷺ: Teladan Sempurna Dakwah Penuh Cinta

Jika Al-Qur’an memberikan perintah, maka Rasulullah ﷺ memberikan contoh nyata. Seluruh hidup beliau adalah manifestasi dari dakwah yang penuh kasih sayang. Beliau adalah Al-Qur’an yang berjalan. Beliau menghadapi penolakan yang sangat kejam dari kaum Quraisy di Makkah. Mereka menghina, mengucilkan, dan menyakiti beliau secara fisik. Namun, tidak pernah keluar dari lisan mulia beliau kata-kata cacian atau laknat.

Puncak dari kelembutan beliau tergambar jelas dalam peristiwa di Thaif. Setelah ditinggal wafat oleh istri dan paman tercinta, beliau berjalan jauh mencari harapan baru. Beliau berharap penduduk Thaif mau menerima Islam. Namun, yang beliau dapatkan adalah penolakan yang brutal. Mereka menghasut anak-anak dan orang-orang bodoh untuk melempari beliau dengan batu. Darah segar pun mengalir membasahi kaki mulia beliau.

Saat itu, malaikat penjaga gunung datang menawarkan pembalasan. Malaikat itu siap menimpakan gunung kepada penduduk Thaif. Akan tetapi, apa jawaban Rasulullah ﷺ? Beliau menolak tawaran itu. Sebaliknya, beliau justru mengangkat tangan dan berdoa agar kelak dari keturunan mereka lahir generasi yang menyembah Allah.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Inilah puncak dari kelembutan. Ia lahir dari rahim kasih sayang yang tak terbatas. Sikap inilah yang dimaksud dalam firman Allah:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)

Hikmah dalam ayat ini salah satunya adalah menggunakan kelembutan. Sebab, ia adalah cara terbaik untuk menyentuh akal dan hati.

Kapan Ketegasan Diperlukan?

Meskipun demikian, mengutamakan kelembutan bukan berarti meniadakan ketegasan sama sekali. Islam adalah agama yang seimbang. Ada saatnya di mana ketegasan menjadi sebuah kebutuhan. Namun, kita harus memahami konteksnya dengan benar.

Ketegasan diperlukan ketika berhadapan dengan hal-hal prinsipil. Misalnya, ketika seseorang dengan sengaja memutarbalikkan ajaran Islam. Atau ketika ada pihak yang secara aktif menyebarkan kesesatan dan merusak akidah umat. Dalam situasi seperti ini, seorang pendakwah harus bisa bersikap tegas dalam menyatakan kebenaran dan menolak kebatilan.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Namun, penting untuk digarisbawahi. Tegas tidak sama dengan kasar. Tegas berarti kokoh pada pendirian dan jelas dalam argumen. Sementara itu, kasar melibatkan caci maki, penghinaan, dan merendahkan orang lain. Rasulullah ﷺ pun terkadang menunjukkan ketegasan, tetapi ketegasan beliau selalu terbingkai dalam adab yang mulia. Beliau tidak pernah melampaui batas.

Membedakan antara tegas dan kasar adalah ujian kedewasaan dalam berdakwah. Ketegasan yang didasari ilmu dan niat tulus akan menghasilkan kejelasan. Sebaliknya, sikap yang tampak tegas namun sebenarnya didorong oleh emosi dan ego hanya akan melahirkan kebencian dan menjauhkan orang dari kebenaran. Oleh karena itu, bahkan saat bersikap tegas, hati harus tetap terkendali oleh kelembutan.

Kelembutan Adalah Kekuatan, Bukan Kelemahan

Pada akhirnya, kita menemukan jawaban yang sangat jelas. Berdakwah dengan lemah lembut bukan hanya sebuah anjuran, melainkan sebuah keharusan yang menjadi inti dari metode dakwah Islam. Kelembutan memiliki kekuatan untuk melunakkan hati yang paling keras sekalipun. Kasih sayang mampu mengubah kebencian menjadi simpati.

Dengan bersikap lembut, kita tidak sedang menunjukkan kelemahan. Justru sebaliknya, kita sedang meneladani kekuatan karakter Rasulullah ﷺ. Kita sedang mempraktikkan perintah langsung dari Allah SWT. Kita menunjukkan keindahan akhlak Islam sebelum kita menjelaskan hukum-hukumnya. Ingatlah selalu sabda Nabi ﷺ yang merangkum semua ini dengan begitu indah:

“Sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya, dan tidak dicabut dari sesuatu melainkan akan membuatnya buruk.” (HR. Muslim)

Maka, ya, berdakwahlah dengan lemah lembut. Hiasilah ajakanmu dengan tutur kata yang santun dan sikap yang penuh kasih. Sebab, itulah jalan yang paling mungkin untuk membuka gerbang hidayah di hati sesama.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement