SURAU.CO – Kisah taubat Malik bin Dinar merupakan salah satu narasi paling menggugah jiwa dalam khazanah Islam. Beliau adalah seorang ulama dari generasi tabi’in yang awalnya menjalani hidup bergelimang kemaksiatan. Kisah pertobatannya yang dramatis, melibatkan seorang putri yang sangat ia cintai dan sebuah mimpi yang menakutkan, menjadi pelajaran abadi tentang luasnya rahmat Allah SWT bagi hamba-Nya yang ingin kembali.
Malik bin Dinar, yang memiliki nama lengkap Abu Yahya al-Basri Malik bin Dinar, adalah seorang ulama terkemuka. Beliau terkenal sebagai ahli hadis yang terpercaya dan meriwayatkan dari para sahabat seperti Anas bin Malik. Namun, sebelum mencapai derajat kemuliaan itu, Malik pernah menjalani masa lalu yang kelam.
Kehidupan dalam Kelalaian dan Cahaya dari Sang Putri
Suatu ketika Malik bin Dinar pernah berkisah tentang masa lalunya. “Aku adalah seorang polisi dan aku sedang asyik menikmati khamr,” tuturnya. Di kehidupannya banyak melakukan berbagai kemaksiatan, termasuk meminum minuman keras. Suatu ketika, ia membeli seorang budak perempuan yang kemudian melahirkan seorang putri untuknya. Kehadiran putrinya ini membawa perubahan besar dalam hatinya.
“Aku pun menyayanginya. Ketika dia mulai bisa berjalan, maka cintaku bertambah padanya,” kenang Malik. Cinta untuk putrinya ini secara perlahan mulai menumbuhkan benih keimanan dan mengurangi kecenderungannya pada maksiat. Ada satu kebiasaan unik dari putrinya yang seolah menjadi teguran ilahi. “Setiap kali aku meletakkan minuman keras, anak itu datang padaku dan mengambilnya dan menuangkannya di bajuku.”
Namun, takdir berkata lain. Ketika sang putri menginjak usia dua tahun, ia wafat. Kehilangan yang mendalam ini menjadi pukulan berat bagi Malik, membuatnya kembali terjerumus lebih dalam ke jurang kemaksiatan karena belum memiliki kesabaran seorang mukmin untuk menanggung musibah.
Mimpi Menakutkan di Malam Nisfu Sya’ban
Titik balik sesungguhnya terjadi pada suatu malam yang istimewa. “Ketika malam pada pertengahan bulan Sya’ban dan itu di malam Jum’at, aku meneguk khamr lalu tidur dan belum shalat isya’,” ungkapnya. Dalam tidurnya, Malik mengalami mimpi yang luar biasa nyata dan menakutkan.
Ia bermimpi seolah-olah hari kiamat telah tiba. Sangkakala ditiup, semua makhluk dibangkitkan dan dikumpulkan. Tiba-tiba, ia dikejar oleh seekor ular raksasa berwarna hitam kebiru-biruan yang hendak menelannya. Dalam kepanikan, ia berlari sekencang-kencangnya.
Di tengah pelariannya, ia bertemu dengan seorang syaikh (orang tua) berpakaian putih dengan wangi semerbak. Malik memohon perlindungan, “Wahai syaikh! Tolong lindungilah aku dari ular ini semoga Allah melindungimu”. Namun, syaikh itu menangis dan berkata, “Aku orang yang lemah dan ular itu lebih kuat dariku dan aku tak mampu mengatasinya, akan tetapi bergegaslah engkau mudah-mudahan Allah menyelamatkanmu”.
Malik pun terus berlari hingga nyaris terjatuh ke dalam kobaran api Neraka. Sebuah suara kemudian menyerunya untuk kembali karena ia bukan penghuni neraka. Saat kembali, ia mendatangi syaikh itu lagi, yang kemudian menasihatinya untuk pergi ke sebuah gunung perak, tempat simpanan kaum muslimin berada, dengan harapan ia memiliki “simpanan” yang bisa menolongnya.
Pertolongan Tak Terduga dan Teguran yang Menyadarkan
Saat berlari menuju gunung itu, ular raksasa kembali mengejarnya. Para malaikat pun berseru agar pintu-pintu di gunung itu dibuka. Dari atas gunung, muncullah anak-anak dengan wajah berseri. Di antara mereka, Malik melihat putrinya yang telah wafat.
“Ketika dia melihatku, dia menangis dan berkata: ‘Ayahku, demi Allah!'” Putrinya kemudian melompat seperti anak panah, menarik tangan ayahnya dengan tangan kirinya, dan mengusir ular itu dengan tangan kanannya. Binatang mengerikan itu pun lari.
Kemudian, putrinya itu duduk di pangkuan Malik dan mengucapkan sebuah ayat yang menjadi puncak dari hidayah tersebut:
“Wahai ayahku! ‘Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah’.” (QS. Al-Hadid: 16).
Ayat ini adalah sebuah teguran lembut dari Allah kepada orang-orang beriman agar hati mereka khusyuk dan lunak saat mengingat-Nya.
Malik pun menangis dan bertanya tentang semua yang ia alami dalam mimpi. Putrinya menjelaskan:
Ular Raksasa: Itu adalah perwujudan dari amal buruknya yang selama ini ia kerjakan, yang hampir membawanya ke Neraka.
Syaikh yang Lemah: Itu adalah amal salehnya yang sangat sedikit, sehingga tidak mampu melindunginya dari amal buruknya yang jauh lebih besar.
Anak-anak di Gunung: “Kami adalah anak-anak orang muslimin yang di sini hingga terjadinya kiamat, kami menunggu kalian hingga datang pada kami kemudian kami memberi syafa’at pada kalian.”
Penjelasan ini sejalan dengan hadis-hadis yang menyebutkan bahwa anak-anak yang meninggal sebelum baligh akan menjadi syafaat bagi orang tua mereka di hari kiamat.
Taubat yang Sesungguhnya
Setelah terbangun dari mimpi yang dahsyat itu, Malik bin Dinar merasakan ketakutan yang luar biasa. “Maka akupun takut dan aku tuangkan seluruh minuman keras itu dan kupecahkan seluruh botol-botol minuman kemudian aku bertaubat pada Allah,” katanya. Inilah akhir dari perjalanannya dalam kegelapan dan awal dari kehidupannya sebagai seorang ulama yang zuhud dan disegani.
Kisah ini, meskipun sering dinisbatkan dalam ceramah dengan berbagai versi, termasuk klaim riwayat dari Shahih Muslim, sumbernya lebih sering dilacak ke dalam kitab-kitab hikayat dan tarikh ulama.[3] Terlepas dari sanadnya, hikmah yang terkandung di dalamnya sangatlah dalam: pintu taubat Allah selalu terbuka, hidayah bisa datang melalui cara tak terduga, dan anak adalah amanah yang bahkan setelah wafat pun dapat membawa kebaikan tak terhingga bagi orang tuanya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
