SURAU.CO-Oposisi dalam Islam sering muncul dalam perdebatan sebagai penyeimbang kekuasaan atau pengacau stabilitas umat. Banyak pihak membahas oposisi dalam Islam dalam kaitannya dengan prinsip syura, kontrol terhadap pemimpin, dan semangat amar makruf nahi munkar.
Dalam era demokrasi modern, umat Muslim menghadapi pertanyaan mendasar: apakah Islam mengizinkan suara berbeda? Ataukah Islam menuntut ketaatan penuh terhadap pemimpin? Jawaban atas pertanyaan ini sangat penting karena memengaruhi cara umat Islam merespons kebijakan dan menyalurkan kritik.
Prinsip Syura dan Fungsi Oposisi dalam Islam
Islam menekankan pentingnya musyawarah atau syura dalam pengambilan keputusan. Allah berfirman dalam QS. Asy-Syura: 38, bahwa ciri orang beriman adalah “urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka”. Ayat ini menunjukkan bahwa Islam menghargai perbedaan pandangan.
Khalifah Umar bin Khattab menerima kritik dari seorang perempuan yang menegur kebijakannya tentang mahar. Umar mengakui kebenaran pendapat perempuan itu di hadapan banyak orang. Sikap ini menegaskan bahwa pemimpin dalam Islam wajib membuka ruang untuk kritik.
Ulama klasik juga sering menyuarakan keberatan terhadap penguasa tanpa harus memberontak. Mereka memilih pendekatan ilmiah dan etis sebagai bentuk oposisi dalam Islam yang bermartabat. Kritik tersebut berfungsi menjaga keadilan dan mencegah penyimpangan.
Kritik yang Konstruktif dan Loyalitas Terarah
Islam mendorong umatnya untuk bersikap adil dan bijaksana dalam menyampaikan kritik. Oposisi bukan sekadar tentang menentang, tetapi tentang mengoreksi dan mengarahkan. Dalam hal ini, umat harus menyeimbangkan antara loyalitas terhadap pemimpin dan keberanian mengoreksi kebijakan yang keliru.
Contoh ekstrem seperti kelompok Khawarij memperlihatkan bahaya oposisi yang salah arah. Mereka memusuhi Ali bin Abi Thalib karena perbedaan pendapat, bukan karena pelanggaran syariat. Akibatnya, mereka justru memecah belah umat.
Sebaliknya, ulama seperti Imam Malik dan Imam Abu Hanifah menolak bekerja untuk penguasa zalim dan tetap menyuarakan kebenaran. Mereka menjalankan peran oposisi tanpa kekerasan, dengan fokus pada penyadaran umat.
Relevansi Oposisi dalam Islam Kontemporer
Umat Islam masa kini hidup dalam sistem demokrasi yang membuka ruang untuk oposisi politik. Jika umat melandasi oposisi dengan maqashid syariah—yakni menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta—maka oposisi akan membawa maslahat.
Misalnya, berbagai organisasi Islam di Indonesia pernah mengkritik rancangan undang-undang yang merugikan umat. Mereka menggunakan pendekatan konstitusional, menyuarakan aspirasi umat, dan berhasil memengaruhi kebijakan. Contoh ini menunjukkan bahwa umat bisa menjalankan peran oposisi secara elegan.
Pemikir kontemporer seperti Yusuf al-Qaradawi dan Fathi Yakan menyatakan bahwa partisipasi politik, termasuk menjadi oposisi, dapat menjadi bagian dari perjuangan Islam. Yang terpenting, umat menjaga niat, metode, dan adab dalam menyuarakan kritik.
Oposisi Menjaga Keseimbangan Kekuasaan
Oposisi dalam Islam bukan alat untuk menghancurkan kekuasaan, tetapi untuk menyeimbangkannya. Umat perlu memahami bahwa perbedaan pendapat merupakan bagian dari rahmat, selama diarahkan untuk kebaikan bersama.
Sejarah membuktikan bahwa kritik yang bijak bisa menyelamatkan umat dari kezaliman. Islam tidak pernah mengharamkan suara yang berbeda, tetapi justru mendorong umat untuk menyuarakan kebenaran dengan adab. Oposisi bisa menjadi benteng moral yang menjaga para pemimpin agar tetap lurus dalam mengemban amanah.
Dengan memahami oposisi dalam Islam sebagai bagian dari amar makruf nahi munkar, umat dapat menjalankan kritik secara etis dan konstruktif. Islam tidak menutup pintu bagi suara berbeda, justru mengarahkan agar setiap perbedaan membawa kebaikan bagi umat. Dalam sejarah maupun konteks modern, oposisi mampu menjadi penyeimbang kekuasaan yang mencegah tirani. Selama tetap berlandaskan ilmu, adab, dan tujuan maslahat, maka oposisi dalam Islam tidak akan menjadi pengacau, melainkan pelindung keadilan. Umat harus terus belajar, bersikap kritis, dan tetap menjaga persatuan demi masa depan yang lebih baik. (Hen)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
