Kisah
Beranda » Berita » Kisah Tsa’labah: Dari Rajin Ibadah Menjadi Lupa Diri Karena Harta

Kisah Tsa’labah: Dari Rajin Ibadah Menjadi Lupa Diri Karena Harta

Ilustrasi

SURAU.CO – Kisah Tsa’labah bin Hatib menjadi cerminan nyata tentang bagaimana harta dapat mengubah seseorang. Perjalanannya dari seorang miskin yang taat menjadi kaya raya yang ingkar memberikan pelajaran abadi. Kisah ini menyoroti pentingnya rasa syukur, bahaya kelalaian, dan konsekuensi dari mengingkari nikmat Allah SWT. Mari kita selami lebih dalam perjalanan hidupnya yang penuh drama dan pelajaran.

Kemiskinan dan Ketaatan yang Luar Biasa

Pada zaman Rasulullah SAW, hiduplah seorang pria bernama Tsa’labah. Ia dan istrinya menjalani kehidupan dalam kemiskinan yang sangat parah. Mereka hanya menempati sebuah gubuk sederhana. Namun, kekurangan harta tidak pernah menyurutkan semangat ibadahnya. Tsa’labah adalah seorang ahli ibadah yang tidak pernah melewatkan shalat berjamaah di belakang Rasulullah SAW. Ketaatannya begitu menonjol hingga ia mendapat julukan “merpati masjid” karena seringnya ia berada di sana.

Akan tetapi, ada satu kebiasaan Tsa’labah yang menarik perhatian Nabi Muhammad SAW. Setiap kali shalat selesai dan imam mengucapkan salam, Tsa’labah langsung bergegas pulang. Ia tidak pernah tinggal untuk berzikir atau melaksanakan shalat sunnah rawatib. Rasulullah SAW yang penuh perhatian akhirnya memanggilnya untuk bertanya.

“Wahai Tsa’labah, mengapa engkau selalu terburu-buru pulang setelah shalat?” tanya Rasulullah dengan lembut.

Dengan wajah tertunduk, Tsa’labah menjawab jujur. “Ya Rasulullah, saya dan istri saya di rumah hanya memiliki satu helai pakaian ini. Pakaian yang saya kenakan untuk shalat ini sedang ditunggu istri saya. Kami memakainya bergantian untuk menunaikan shalat. Jika saya tidak segera pulang, istri saya akan terlewat waktu shalatnya.”

Kisah Nama Abu Hurairah: Dari Pecinta Kucing Menjadi Penjaga Hadis

Doa dan Hadiah Seekor Kambing

Hati Rasulullah SAW tersentuh mendengar pengakuan Tsa’labah. Beliau merasakan betapa berat ujian yang dihadapi sahabatnya itu. Keesokan harinya, Rasulullah SAW kembali menemui Tsa’labah. Kali ini, Beliau membawa sebuah hadiah yang akan mengubah takdir Tsa’labah selamanya.

“Ambillah seekor kambing ini, wahai Tsa’labah,” kata Rasulullah. “Peliharalah ia dengan baik. Semoga kambing ini bisa menjadi jalan untuk memperbaiki keadaan ekonomimu.”

Tsa’labah menerima hadiah itu dengan suka cita yang meluap-luap. Ia berterima kasih kepada Rasulullah dan berjanji akan merawatnya. Dengan berkah doa dari Rasulullah, kambing itu berkembang biak dengan sangat cepat. Dari satu ekor, menjadi puluhan, lalu ratusan, hingga memenuhi lembah. Dalam waktu singkat, Tsa’labah berubah dari seorang fakir menjadi saudagar ternak yang kaya raya.

Harta yang Mulai Melalaikan

Perubahan status ekonomi membawa perubahan besar pada rutinitas Tsa’labah. Dulu ia adalah “merpati masjid”, kini ia adalah seorang pengusaha sibuk. Kesibukannya mengurus ternak yang terus bertambah membuatnya mulai meninggalkan kebiasaan lamanya.

Awalnya, ia hanya absen dari shalat berjamaah pada waktu Zuhur dan Asar. Ia beralasan harus menggembalakan ternaknya. Lama-kelamaan, ia hanya datang ke masjid untuk shalat Jumat. Akhirnya, kesibukan dunia menenggelamkannya sepenuhnya. Tsa’labah tidak lagi terlihat di masjid sama sekali, bahkan untuk shalat Jumat sekalipun.

Pasca Wafatnya Rasulullah: Sikap Abu Bakar Menghadapi Kemurtadan

Rasulullah SAW menyadari perubahan drastis ini. Beliau mengutus seseorang untuk menasihatinya dan mengingatkannya akan kewajiban zakat. Ketika utusan itu datang untuk mengambil zakat ternaknya, Tsa’labah menunjukkan penolakan. “Apa ini? Ini tidak lain seperti jizyah (pajak) saja,” ucapnya dengan angkuh. Ia menolak untuk menunaikan rukun Islam yang menjadi hak bagi fakir miskin.

Azab dan Penyesalan yang Terlambat

Penolakan Tsa’labah untuk membayar zakat adalah puncak dari keingkarannya. Kabar ini sampai kepada Rasulullah SAW, dan Beliau sangat bersedih. Tak lama kemudian, azab Allah datang tanpa peringatan. Suatu pagi, Tsa’labah menemukan puluhan ternaknya mati tanpa sebab yang jelas. Kejadian mengerikan ini terus berulang setiap hari.

Dalam sekejap, ribuan kambing yang pernah menjadi simbol kekayaannya musnah. Hartanya yang lain pun ikut lenyap. Tsa’labah kembali jatuh ke jurang kemiskinan, bahkan lebih parah dari kondisi awalnya. Semua yang ia banggakan telah sirna.

Pelajaran Berharga dari Kisah Tsa’labah

Kisah tragis Tsa’labah bukanlah sekadar dongeng, melainkan sebuah ibrah atau pelajaran mendalam bagi umat manusia. Setidaknya ada tiga pelajaran utama yang dapat kita petik.

  1. Syukur Adalah Kunci Penambah Nikmat, Kufur Adalah Jalan Menuju Azab

Pelajaran pertama dan utama adalah tentang syukur. Allah SWT berjanji akan menambah nikmat bagi hamba-Nya yang bersyukur. Sebaliknya, Ia mengancam dengan azab yang pedih bagi mereka yang kufur nikmat. Allah SWT berfirman yang artinya :

Penaklukan Thabaristan (Bagian 2): Kemenangan di Era Umayyah

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

  1. Zakat Membersihkan dan Menambah Harta, Bukan Menguranginya

Tsa’labah merasa bahwa zakat akan mengurangi hartanya. Ini adalah sebuah kekeliruan besar. Zakat justru berfungsi untuk menyucikan harta dan jiwa pemiliknya. Lebih dari itu, Allah menjamin akan mengganti setiap harta yang dinafkahkan di jalan-Nya dengan balasan yang lebih baik. Janji ini tertuang dalam firman-Nya yang artinya :

“Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)

  1. Jangan Biarkan Dunia Melalaikan dari Mengingat Allah

Harta dan anak-anak adalah perhiasan dunia. Namun, keduanya juga bisa menjadi ujian yang melalaikan. Ketika seseorang sibuk mengejar dunia hingga lupa pada tujuan penciptaannya, maka ia termasuk orang-orang yang merugi. Allah SWT memberikan peringatan keras mengenai hal ini:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9)

Kisah Tsa’labah mengajarkan kita untuk selalu waspada terhadap ujian berupa kekayaan. Semoga kita dapat memetik hikmahnya dan menjadi hamba yang pandai bersyukur dalam setiap keadaan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement