Berita Internasional
Beranda » Berita » Ratusan Nyawa Melayang Saat Mencari Makanan di Gaza

Ratusan Nyawa Melayang Saat Mencari Makanan di Gaza

Banyak warga Palestina sedang mencari bantuan pangan ditembaki Israel
Krisis kemanusiaan Gaza terus memburuk. Ratusan warga sipil tewas saat mencari makanan di tengah blokade ditembaki. (Foto dok. unrwa.org)

SURAU.CO. Krisis kemanusiaan yang mengerikan terus berlanjut di Gaza. Ratusan warga sipil yang kelaparan telah tewas mengenaskan. Mereka kehilangan nyawa saat berusaha mendapatkan bantuan makanan. Kantor hak asasi manusia PBB (OHCHR) mengonfirmasi data menyedihkan ini. Sebagian besar kematian terjadi di sekitar pusat bantuan swasta.

Juru bicara OHCHR, Thameen Al-Kheetan, memberikan rincian yang suram. Laporan ini menyoroti situasi putus asa yang dihadapi warga Palestina. Mereka berjuang untuk bertahan hidup di tengah konflik yang menghancurkan.

Data Korban Tewas dari Laporan PBB

PBB mencatat angka kematian yang sangat tinggi. Angka ini terkait langsung dengan upaya pencarian makanan. “Hingga 13 Juli, kami mencatat 875 orang tewas di Gaza saat berusaha mendapatkan makanan; 674 di antaranya tewas di sekitar lokasi GHF,” ujar Thameen Al-Kheetan di Jenewa. Menurut GHF Gaza Humanitarian Foundation  terjadi banyak penembakan tidak lama setelah mereka beroperasi. Selain itu, sebanyak 201 korban lainnya juga tewas. Mereka meninggal saat mencari makanan di jalur konvoi bantuan. Konvoi tersebut berjalan bersama konvoi untuk krisis kemanusiaan PBB atau mitra PBB lainnya

Laporan news.un.org menyebut lekerasan terbaru terjadi pada Senin, 14 Juli. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 9 pagi waktu setempat. Laporan menunjukkan militer Israel melepaskan tembakan. Mereka menargetkan warga Palestina yang mencari makanan. Lokasi kejadian berada di area As Shakoush, barat laut Rafah. Pusat bantuan GHF menjadi saksi bisu insiden ini.

Menurut OHCHR, dua warga Palestina tewas seketika . Setidaknya sembilan orang lainnya mengalami luka-luka. Beberapa korban segera dilarikan ke rumah sakit. Mereka dibawa ke fasilitas medis Komite Palang Merah Internasional (ICRC) di Rafah. Kondisi di rumah sakit juga mengkhawatirkan. Pada hari Sabtu sebelumnya, petugas medis menerima lebih dari 130 pasien. Sebagian besar dari mereka menderita luka tembak. Semua korban yang sadar memberikan keterangan serupa. Mereka mengatakan sedang berusaha mengakses lokasi distribusi makanan.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Kelaparan dan Blokade Mematikan

Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) menyuarakan keprihatinan mendalam. Pembunuhan warga sipil yang mencari makanan terus berlanjut. Sementara itu, kekurangan gizi yang mematikan menyebar luas. Anak-anak menjadi korban utama dari kondisi ini.
Juliette Touma, Direktur Komunikasi UNRWA, melukiskan gambaran yang pilu.

“Tim kami di lapangan – tim UNRWA dan tim Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya – telah berbicara dengan para penyintas pembunuhan ini, termasuk anak-anak yang kelaparan. Mereka mengalami penembakan  saat mereka sedang dalam perjalanan untuk mengambil sedikit makanan,” kata Juliette Touma. Berbicara dari Amman, UNRWA menegaskan blokade total Israel telah berdampak fatal. Blokade tersebut menyebabkan bayi-bayi meninggal. Penyebabnya adalah kekurangan gizi akut yang parah.

“Kami telah dilarang membawa bantuan kemanusiaan apa pun ke Gaza selama lebih dari empat bulan sekarang,” ungkapnya. Kemudian Taouma menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam kasus malnutrisi anak. Ini terjadi sejak blokade Israel dimulai pada 2 Maret. Ribuan truk bantuan kini tertahan di perbatasan.“Kami memiliki 6.000 truk yang menunggu di tempat-tempat seperti Mesir, seperti Yordania; dari Yordania ke Jalur Gaza membutuhkan waktu tiga jam perjalanan, bukan?” tambah Touma

.
Truk-truk ini tidak hanya membawa makanan. Ada juga pasokan penting lainnya seperti sabun dan obat-obatan. Bantuan ini sangat krusial bagi untuk krisis kemanusiaan Gaza. “Obat-obatan dan makanan akan segera kedaluwarsa jika kita tidak dapat menyalurkan pasokan tersebut kepada orang-orang di Gaza yang paling membutuhkannya, termasuk satu juta anak yang merupakan setengah dari populasi Jalur Gaza,” lanjut Ibu Touma.

Situasi Tepi Barat: ‘Perang Senyap’ yang Meningkat

Kekerasan tidak hanya terjadi di Gaza. Salah satunya adalah Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang  situasinya juga genting. Warga Palestina terus menjadi korban kekerasan. Dugaan pelakunya adalah pemukim dan pasukan keamanan Israel. OHCHR melaporkan beberapa insiden tragis. Laila Khatib, seorang balita berusia dua tahun, tewas. Pasukan keamanan Israel menembak kepalanya pada 25 Januari. Saat itu, ia berada di dalam rumahnya di desa Ash-Shuhada, Jenin.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Pada 3 Juli, Walid Badir yang berusia 61 tahun juga tewas setelah tentara Israel menembaknya. Walid saat itu sedang bersepeda pulang dari salat. Insiden terjadi di pinggiran kamp Nur Shams. OHCHR menyoroti eskalasi kekerasan dalam beberapa minggu terakhir. “Ini termasuk pembongkaran ratusan rumah dan pemindahan paksa massal warga Palestina,” catat Al-Kheetan. Sekitar 30.000 warga Palestina telah mengungsi secara paksa. Pengungsian ini terjadi sejak mulainya operasi “Tembok Besi” Israel. Operasi ini menargetkan wilayah utara Tepi Barat.

Juliette Touma dari UNRWA menggambarkan kondisi ini sebagai “perang senyap”. “ Mereka terus mengalami perang diam-diam yang semakin meningkat. Pembatasan pergerakan yang ketat terus berlanjut, di mana kemiskinan meningkat karena orang-orang terputus dari mata pencaharian mereka dan pengangguran melonjak,” kata Touma. Operasi militer Israel kini berfokus di Tepi Barat utara. Dampaknya terasa di kamp pengungsi Jenin, Tulkarem, dan Nur Shams.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement