Sosok
Beranda » Berita » Ibnu Khaldun: Sang Pelopor Ilmu Sosial dan Sejarawan Terbesar Muslim

Ibnu Khaldun: Sang Pelopor Ilmu Sosial dan Sejarawan Terbesar Muslim

Ibnu Khaldun

SURAU.CO – Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh Muslim yang hidup antara tahun 1332 hingga 1406. Dunia mengenalnya sebagai Abdu’r-Rahman Wali’ud-din Muhammad ibnu Khaldun. Ia lahir di Tunisia pada 27 Mei 1332. Namanya abadi sebagai pendiri berbagai disiplin ilmu sosial modern. Selain itu, banyak pihak menobatkannya sebagai sejarawan Muslim terbesar sepanjang masa.

Perjalanan keluarganya sangat panjang dan berpengaruh. Nenek moyangnya dahulu bermigrasi dari Hadramat ke Seville, Spanyol. Mereka tiba di sana pada abad ke-9 Masehi. Selama hampir 400 tahun, keluarganya memegang jabatan penting sebagai negarawan dan pejabat. Mereka menjadi salah satu keluarga paling berpengaruh di Seville pada abad ke-13. Namun, kondisi politik berubah drastis. Ketika kaum Kristen menguasai Seville, keluarganya terpaksa pindah ke Tunisia. Mereka mengikuti jejak banyak keluarga bangsawan lainnya untuk mencari perlindungan.

Pendidikan dan Awal Karier yang Penuh Dinamika

Ayah Ibnu Khaldun merupakan seorang cendekiawan Islam terkemuka. Karena itu, Ibnu Khaldun menerima pendidikan dasar langsung dari ayahnya. Ia juga belajar dari banyak ulama berkualitas lainnya. Kecerdasan dan gagasan filosofisnya yang cemerlang sudah terlihat sejak usia belia. Hal ini membuatnya menarik banyak perhatian.

Pada usia 20 tahun, Sultan Fes menunjuknya sebagai sekretaris pribadi. Ini menjadi awal dari karier politiknya. Akan tetapi, ide-ide filosofisnya yang kritis justru menciptakan jarak dengan kelas ulama. Akibatnya, ia harus meninggalkan Fes. Ia kemudian pindah dan menjadi sekretaris pribadi Sultan Marinid, Abu ‘Ivan. Berkat jasanya, ia meraih posisi dan status tinggi di istana. Dalam waktu singkat, ia menjadi sangat kaya dan terkenal. Sayangnya, sebuah persengketaan politik membuatnya berakhir di penjara.

Misi Diplomatik dan Pengalaman di Granada

Ibnu Khaldun berhasil melarikan diri dari penjara. Ia kemudian pergi ke Granada untuk mencari suaka dari Sultan Muhammad. Di sana, seorang sejarawan dan politikus Spanyol ternama, Ibnu al-Khatib (1313-1374), menyambutnya dengan penuh hormat. Ibnu al-Khatib adalah sosok intelektual besar yang menulis lebih dari 60 buku.

KH. Abdullah Umar Al-Hafidz: Sosok Ulama Penjaga Al-Qur’an dari Semarang

Atas kebaikan Ibnu al-Khatib, Ibnu Khaldun menjadi orang kepercayaan Sultan. Sultan kemudian memberinya jabatan sebagai Duta Besar. Tugas pertamanya adalah menemui Raja Pedro di Castille untuk menyusun perjanjian khusus. Raja Pedro sangat terkesan dengan kecerdasan politik dan keahlian diplomatik Ibnu Khaldun. Raja bahkan memintanya untuk menjadi Menteri di kerajaannya. Namun, Ibnu Khaldun menolak tawaran tersebut dengan sopan.

Lahirnya Sebuah Karya Agung: Muqaddimah

Setelah dua tahun di Granada, ia kembali ke dunia politik di Afrika Utara. Selama sepuluh tahun, dari 1364 hingga 1374, ia terlibat dalam berbagai tugas kenegaraan. Ia berusaha keras memecahkan berbagai masalah pelik. Meskipun usahanya tidak kenal lelah, ia gagal menciptakan perdamaian abadi di kawasan itu.

Akhirnya, ia memutuskan untuk mengasingkan diri di sebuah benteng di Oran. Selama empat tahun di sana, ia mengabdikan seluruh waktunya untuk penelitian. Ia merencanakan buku monumentalnya tentang sejarah dunia. Di sinilah ia menulis bagian terpenting dari karyanya, yaitu Muqaddima (Pendahuluan). Untuk melengkapi bukunya, ia berkelana dari satu perpustakaan ke perpustakaan lain. Ia mengunjungi berbagai institusi untuk mengumpulkan bahan. Akhirnya, pada tahun 1380, ia pergi ke Universitas Zaytun di Tunisia untuk menyelesaikan Muqaddima.

Peran di Mesir dan Pertemuan dengan Timur i-leng

Dua tahun kemudian, ia berangkat ke Mesir dalam perjalanan menuju Mekkah untuk berhaji. Di Mesir, Sultan ‘Ali Zahir (1382-1398) menerimanya dengan hangat. Sultan mengangkatnya menjadi Kepala Universitas Al-Azhar yang sangat bergengsi. Dua tahun setelahnya, ia diangkat menjadi Hakim Agung untuk madhhab Maliki. Sebagai hakim, ia memperkenalkan banyak perbaikan dalam hukum. Namun, kebijakannya menuai kritik dari berbagai pihak.

Sebuah tragedi besar menimpanya saat itu. Kapal yang membawa keluarganya dari Tunisia ke Kairo mengalami kecelakaan. Seluruh anggota keluarganya, termasuk istri dan anak-anaknya, tenggelam di laut. Kehilangan ini sangat memukul batinnya. Ia mengundurkan diri dari semua jabatan duniawi dan fokus beribadah. Setelah menunaikan ibadah haji, ia kembali ke Kairo dan mendedikasikan hidupnya untuk menulis. Pada tahun 1392, ia berhasil menyelesaikan karyanya tentang Sejarah Dunia.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Pada tahun 1400, Ibnu Khaldun menyertai Sultan Mamluk ke Damaskus. Namun, pasukan Timur i-leng  (Tamerlane) menyerang mereka. Sultan melarikan diri kembali ke Kairo, meninggalkan Ibnu Khaldun. Ia pun bertemu langsung dengan Timur. Dengan kemampuan diplomasinya, ia berhasil membujuk Timur agar tidak menginvasi Mesir dan wilayah barat lainnya. Timur sangat terkesan dan menawarinya posisi Perdana Menteri. Ibnu Khaldun dengan bijaksana menolak dan memilih hidup damai.

Atas jasanya, Sultan Mamluk sangat berterima kasih. Ia kembali mengangkat Ibnu Khaldun menjadi Hakim Agung Mesir. Ibnu Khaldun wafat pada 19 Maret 1406 di usia 74 tahun.

Warisan Intelektual Ibnu Khaldun

Dunia menghormati Ibnu Khaldun sebagai Bapak Ilmu Sosial. Karyanya, Kitab al-Ibar (Buku Pelajaran), adalah kontribusi luar biasa. Buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertamanya, Muqaddima, dianggap sebagai sumber dari seluruh ilmu sosial. Ia menjadi pendahulu bagi ilmuwan sosial modern seperti Arnold J. Toynbee.

Ibnu Khaldun mengubah cara manusia memandang sejarah. Menurutnya, sejarah bukan sekadar cerita tentang bangsa dan agama. Sejarah adalah narasi tentang seluruh aktivitas manusia. Ia melihat sejarah sebagai cerita perkembangan peradaban. Ia berpendapat bahwa negara dan peradaban bergerak menurut aturan-aturan yang pasti. Aturan ini berlaku untuk semua manusia, tanpa memandang keyakinan atau warna kulit. Menurut Toynbee, inilah sumbangan terbesar dari pemikiran Ibnu Khaldun. Ia adalah Bapak Ilmu Sejarah sejati yang karyanya terus menginspirasi dunia hingga kini.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement