Surau.co. Musik memiliki tempat yang dinamis dalam sejarah peradaban Islam. Sejak masa Nabi Muhammad SAW hingga peradaban Islam klasik, musik mengalami perkembangan dalam bentuk, fungsi, dan penerimaan sosial. Musik juga turut melahirkan tokoh-tokoh ilmuwan dan seniman besar dalam perkembangan Islam.
Perdebatan mengenai hukum musik tidak menghalangi realitas bahwa musik telah menjadi bagian dari ekspresi budaya dan spiritual masyarakat Muslim.
Perkembangan Musik Era Awal
Dalam riwayat Aisyah RA, dua budak perempuan menyanyi di rumah Rasulullah saat Idul Fitri. Nabi membiarkan mereka bernyanyi meskipun ditegur oleh Abu Bakar (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menjadi bukti bahwa musik sudah menjadi bagian dari peradaban umat Islam awal.
Masa pemerintahan para khalifah setelah Rasulullah cenderung lebih ketat terhadap seni musik. Pada masa Dinasti Umayyah (661–750 M) dan Dinasti Abbasiyah (750–1258 M), musik mengalami kemajuan pesat. Khalifah dan bangsawan menjadikan musik sebagai bagian dari hiburan, pendidikan, dan peradaban. Kota Baghdad di masa Harun al-Rasyid dan al-Makmun menjadi pusat pengembangan seni musik.
Sementara itu, di Andalusia melahirkan tokoh musik terkenal seperti Ziryab. Ia adalah murid dari musisi Irak Ishaq al-Mawsili dan membawa revolusi musik di Spanyol. Ziryab memperkenalkan sistem nada baru, mengembangkan bentuk konser, dan bahkan mengatur etika berpakaian musisi.
Teori Musik Ilmuwan Muslim
Perkembangan musik dalam dunia Islam juga erat kaitannya dengan tradisi tasawuf atau sufisme. Beberapa ilmuwan Muslim menulis karya monumental tentang teori musik, di antaranya:
1.Al-Kindi (873 M)
Menulis lebih dari 13 risalah tentang musik dan pengaruhnya terhadap tubuh manusia. Al-Kindi adalah ilmuwan serba bisa dari Kufah yang hidup di era Abbasiyah.
Al-Kindi menulis lebih dari 13 risalah tentang teori musik, yang mencakup: Struktur nada, Pengaruh bunyi terhadap jiwa, Hubungan musik dengan matematika dan astronomi.
Salah satu kontribusinya adalah menghitung interval musik secara matematis, menghubungkan antara rasio nada dengan pengaruh psikologis manusia. Al-Kindi percaya bahwa musik dapat memengaruhi suasana hati dan kondisi tubuh seseorang, baik secara terapi maupun spiritual.
2.Al-Farabi (950 M)
Penulis Kitab al-Musiqa al-Kabir, buku ensiklopedia musik pertama di dunia Islam. Al-Farabi adalah filsuf dan ilmuwan besar yang menulis Kitab al-Musiqa al-Kabir (The Great Book of Music). Buku ini adalah ensiklopedia musik pertama dalam dunia Islam yang membahas musik secara filosofis, matematis, dan ilmiah.
Isi penting dari Kitab al-Musiqa al-Kabir meliputi: Teori bunyi dan resonansi, Skala dan mode musik (maqamat), Struktur ritme dan komposisi lagu, Hubungan antara musik dan emosi manusia.
Al-Farabi menyatakan bahwa musik mampu memperbaiki moral dan membentuk karakter manusia. Musik yang baik menurutnya adalah musik yang menciptakan ketenangan, bukan sekadar hiburan.
3.Ikhwan al-Shafa (abad ke-10)
Menyatukan pandangan filsafat dan musik dalam risalah mereka, menyebut musik sebagai cerminan harmoni alam. Ikhwan al-Shafa adalah kelompok filsuf Muslim yang menulis kumpulan risalah ensiklopedik tentang berbagai bidang ilmu, termasuk musik.
Dalam risalah mereka, musik dianggap sebagai bagian dari ilmu matematika karena memiliki keteraturan yang logis dan harmonis. Pandangan mereka tentang musik: Musik adalah refleksi dari harmoni alam semesta (macrocosmos).
Setiap unsur alam memiliki frekuensi atau bunyi tersendiri. Mereka memandang musik sebagai alat pembersih jiwa (tazkiyah) jika dipadukan dengan ilmu dan kebajikan. Musik tidak sekadar hiburan, tetapi jembatan antara manusia dan Sang Pencipta.
4.Al-Ghazali (1111 M)
Dalam Ihya Ulumuddin, menyatakan bahwa musik yang membawa kebaikan dapat menguatkan iman dan cinta kepada Allah. Al-Ghazali adalah teolog dan sufi besar yang sangat berpengaruh dalam dunia Islam. Dalam Ihya Ulumuddin, ia membahas seni musik dan nyanyian dalam konteks spiritual.
Pandangan Al-Ghazali tentang musik: Musik yang baik dapat menggetarkan hati menuju keikhlasan dan cinta kepada Allah. Musik menjadi alat muhasabah dan tazkiyatun nafs, bukan alat untuk maksiat. Hukum mendengarkan musik tergantung pada konteks, isi, dan efeknya pada jiwa.
Ia menyebut bahwa orang yang hatinya hidup akan terdorong untuk mendekat kepada Allah melalui lantunan musik religius, sedangkan orang yang hatinya mati bisa saja tergoda pada maksiat dari musik yang sama.
“Musik adalah rahasia ilahi yang mempengaruhi hati, membangkitkan perasaan, dan menyuburkan iman jika digunakan secara benar.”
Musik di Dunia Islam Modern
Perkembangan musik dalam dunia Islam modern terus mengalami transformasi. Musik Islami hadir dalam berbagai bentuk seperti nasyid, qasidah, musik pop religi, dan musik dakwah digital. Musik Qasidah seperti “Ya Thoybah”, “Thala’al Badru Alayna”, populer di tengah masyarakat Islam.
Bahkan lagu dan nyanyian dalam metode pembelajaran Al-Qur’an seperti metode Ummi atau Tilawati, menggunakan irama untuk mempercepat hafalan.
Begitu pula di Indonesia, musisi seperti Opick dan Sabyan sangat digemari sebagai musik bernuansa islami. Di kancah internasional terdapat Maher Zain dan Sami Yusuf yang membawa pesan-pesan Islam dengan pendekatan musikal modern yang diterima luas oleh generasi muda Muslim.
Penelitian Universitas Stanford menyebut musik bisa meningkatkan fokus, mengurangi kecemasan, dan memperbaiki suasana hati. *TeddyNs
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
