SURAU.CO – Zubair bin Awwam merupakan sahabat Rasulullah tetapi bukan hanya sahabat biasa. Rasulullah SAW memberinya gelar agung Hawari, yang berarti pengikut atau pembela yang paling setia. Namanya juga termasuk dalam daftar sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Kisah hidup Zubair adalah perpaduan sempurna antara keberanian di medan perang dan kedermawanan yang tiada tara.
Zubair memiliki hubungan darah yang sangat dekat dengan Nabi. Ibunya, Shafiyyah binti Abdul Muthalib, adalah bibi Rasulullah. Hal ini menjadikan Zubair sebagai sepupu Nabi. Sejak belia, ia menunjukkan kecerdasan dan keteguhan hati. Ia memeluk Islam pada usia yang sangat muda, yakni 15 tahun. Keputusannya ini menjadikannya bagian dari Assabiqunal Awwalun, generasi pertama pemeluk Islam.
Keteguhan Iman di Usia Muda
Memeluk Islam di masa awal dakwah bukanlah hal yang mudah. Zubair merasakan langsung tekanan dari kaumnya. Pamannya sendiri menyiksanya dengan kejam. Ia pernah dibungkus dengan tikar. Kemudian, pamannya menyalakan api di sekelilingnya. Asap yang menyesakkan sengaja dihembuskan kepadanya. Tujuannya hanya satu: agar Zubair kembali menyembah berhala. Namun, dengan iman yang kokoh, Zubair muda menolak. Ia berkata, “Aku tidak akan pernah kembali pada kekufuran selamanya.”
Keberanian yang Melahirkan Gelar Agung
Zubair bin Awwam adalah orang pertama yang menghunuskan pedangnya untuk membela Islam. Suatu hari, ia mendengar kabar bohong bahwa Rasulullah telah dibunuh. Tanpa pikir panjang, ia langsung menghunus pedangnya. Ia berjalan di jalanan Mekkah dengan amarah. Ia siap menuntut balas. Untungnya, ia bertemu Rasulullah yang ternyata dalam keadaan baik. Nabi pun mendoakan kebaikan untuknya dan pedangnya.
Gelar Hawari Rasulullah ia dapatkan karena keberaniannya yang luar biasa. Saat Perang Khandaq, kaum Muslimin berada dalam situasi sulit. Mereka dikepung oleh pasukan sekutu. Saat itu, ada kebutuhan mendesak untuk mengetahui kekuatan musuh, khususnya dari Bani Quraizah yang berkhianat. Rasulullah bertanya kepada para sahabat, “Siapa yang mau menjadi mata-mata untukku?”
Tidak ada yang langsung menjawab. Namun, Zubair dengan sigap berdiri. Ia berkata, “Saya, wahai Rasulullah.” Ia berhasil menyusup ke benteng musuh dan membawa informasi berharga. Melihat keberanian dan kesetiaannya, Rasulullah pun bersabda, “Setiap nabi memiliki Hawari (pembela setia), dan Hawari-ku adalah Zubair bin Awwam.”
Sang Dermawan yang Takut Harta
Selain sebagai pejuang, Zubair adalah seorang saudagar yang sangat sukses. Hartanya melimpah ruah. Namun, ia tidak pernah menyimpan hartanya untuk dirinya sendiri. Ia menganggap harta hanyalah titipan dari Allah. Kedermawanannya memiliki cara yang unik. Banyak orang yang menitipkan harta kepadanya karena reputasinya yang sangat jujur.
Zubair menolak jika titipan itu disebut sebagai “amanah”. Ia berkata, “Tidak, ini adalah pinjaman.” Dengan mengubah statusnya menjadi pinjaman, ia wajib mengembalikannya secara utuh. Ini adalah jaminannya kepada para penitip. Ia kemudian menginvestasikan uang tersebut. Seluruh keuntungan dari investasi itu ia sedekahkan. Ia tidak mengambil satu dirham pun untuk dirinya.
Saat ia wafat, putranya, Abdullah bin Zubair, mengurus warisannya. Abdullah menemukan bahwa “utang” ayahnya mencapai lebih dari dua juta dirham. Utang itu adalah semua harta titipan yang Zubair anggap sebagai pinjaman. Namun, aset yang Zubair tinggalkan jauh lebih besar. Setelah semua utang dilunasi, sisa warisannya masih sangat melimpah.
Akhir Hayat yang Mengharukan
Zubair bin Awwam wafat dalam peristiwa yang menyedihkan, yaitu Perang Jamal. Perang saudara ini terjadi antara kubu Ali bin Abi Thalib dan kubu Aisyah RA. Zubair berada di pihak Aisyah. Saat pertempuran akan dimulai, Ali maju ke depan. Ia mengingatkan Zubair tentang sebuah sabda Rasulullah di masa lalu.
Ali berkata, “Wahai Zubair, ingatkah engkau saat Rasulullah bertanya kepadamu, ‘Apakah engkau mencintai Ali?’ Engkau menjawab, ‘Tentu.’ Lalu Rasulullah bersabda, ‘Kelak engkau akan memeranginya, dan engkau berada di pihak yang salah’.”
Mendengar ucapan itu, Zubair langsung tersadar. Ia segera menarik diri dari medan pertempuran. Ia tidak mau memerangi Ali setelah teringat sabda Nabi. Namun, saat dalam perjalanan pulang, seseorang bernama Amr bin Jurmuz membuntuti dan membunuhnya secara licik. Ketika pembunuh itu membawa pedang Zubair kepada Ali, Ali justru menangis. Ia berkata, “Pedang ini telah berulang kali membela Rasulullah.” Zubair wafat sebagai seorang yang setia pada janjinya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
