TEGAS MENOLAK MAKSIAT: PILIHAN BERAT, TAPI SELAMAT
بسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
“Jika engkau tidak bisa menjadi orang yang selalu terlihat benar di mata manusia, maka setidaknya jadilah orang yang selalu benar di hadapan Allah—dengan menolak maksiat.”
Maksiat Itu Mengundang Murka Allah
Maksiat bukan sekadar perbuatan dosa, tetapi bentuk penentangan terhadap perintah Allah. Setiap maksiat, sekecil apa pun, sejatinya adalah pelecehan terhadap keagungan syariat. Allah tidak menciptakan manusia untuk sekadar menuruti syahwat dan hawa nafsunya. Dia berfirman:
> “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Ketika manusia tergelincir dalam maksiat dan menikmatinya, maka dia telah menyimpang dari tujuan penciptaannya.
Mengapa Harus Tegas?
Karena syubhat dan maksiat hadir dalam bentuk yang sangat halus. Dalam media sosial, dalam candaan, dalam transaksi, bahkan dalam niat. Ketegasan menolak maksiat menjadi pagar agar tidak jatuh ke dalam dosa secara berulang. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar, yang tidak diketahui oleh banyak orang. Maka siapa yang menjaga diri dari perkara yang samar, sungguh ia telah menjaga agama dan kehormatannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tegas artinya tidak kompromi, tidak tawar-menawar. Jika haram, maka jauhi! Jika maksiat, maka tolak! Meskipun harus menghadapi tekanan, kehilangan teman, atau dianggap “fanatik”.
Menolak Maksiat Adalah Cermin Ketakwaan
Menolak maksiat bukan karena takut ketahuan manusia, tetapi karena takut kepada Allah yang Maha Melihat. Dalam kisah Ashabul Kahfi, para pemuda itu memilih gua yang gelap dan dingin demi menjaga iman. Dalam kisah Nabi Yusuf ‘alaihis salam, beliau lebih memilih penjara daripada memenuhi ajakan zina.
> “…Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku…”
(QS. Yusuf: 33)
Orang yang tegas menolak maksiat adalah orang yang sedang menjaga hubungan dengan Allah. Ia mengutamakan ridha Allah di atas segalanya.
Maksiat Tak Pernah Sendiri
Maksiat itu seperti api kecil yang menjalar cepat. Sekali dibiarkan, ia menyalakan maksiat lain. Lihatlah orang yang pertama kali berbohong karena takut dimarahi. Besok dia akan berbohong lagi untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Akhirnya, ia menjadi ahli dusta.
Begitu pula zina, riba, minuman keras, korupsi, dan berbagai maksiat lainnya. Semuanya dimulai dari kelalaian kecil dan ketidaktegasan.
Bukan Fanatik, Tapi Prinsip
Menolak maksiat sering dianggap sebagai sikap “terlalu keras”, “tidak toleran”, atau “kurang bijak”. Padahal, menolak maksiat adalah hakikat bijaksana. Rasulullah ﷺ sangat lembut, tetapi beliau tidak pernah kompromi dengan maksiat. Ketika orang Quraisy meminta Nabi untuk menyembah berhala mereka setahun dan mereka menyembah Allah setahun, maka turunlah:
> “Untuk kalian agama kalian, dan untukku agamaku.”
(QS. Al-Kafirun: 6)
Ini adalah puncak ketegasan.
Godaan Pasti Ada, Tapi Kemenangan Juga Nyata
Setiap insan pasti diuji dengan godaan maksiat, karena itulah dunia tempat ujian. Tapi kabar baiknya, orang yang sanggup menolak maksiat, apalagi dalam kondisi dia mampu melakukannya, akan mendapatkan kemuliaan luar biasa.
Rasulullah ﷺ bersabda tentang tujuh golongan yang mendapat naungan Allah di hari kiamat, salah satunya:
> “Seorang lelaki yang diajak oleh wanita cantik dan terpandang untuk berzina, lalu ia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Luar biasa bukan? Di tengah dunia yang membenarkan segala syahwat, tetap ada manusia yang memilih takut kepada Allah. Itulah pejuang sejati!
Perjuangan Itu Bisa Dimulai dari Hal Kecil
Menolak maksiat tidak harus dimulai dari hal besar. Cukuplah dari perkara sederhana:
Menolak ikut gibah di grup WA.
Tidak melihat konten vulgar meski sedang sendiri.
Tidak mengambil hak orang lain meski bisa disembunyikan.
Tidak menyentuh uang haram walau mendesak.
Dari sinilah keteguhan iman dibangun. Sebab, keimanan bukan diukur dari kemampuan menaklukkan dunia, tapi dari kemampuan menaklukkan nafsu.
Doa, Lingkungan, dan Ilmu adalah Kunci
Agar kita kuat menolak maksiat, maka:
Berdoalah: Mohon perlindungan dari Allah agar hati tidak condong kepada keburukan. Rasulullah ﷺ sering berdoa:
“Yaa Muqallibal Quluub, tsabbit qalbii ‘ala diinik.”
(“Wahai Dzat Yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”)
Pilih teman: Lingkungan sangat berpengaruh. Bertemanlah dengan orang-orang yang menjaga diri dari dosa.
Tuntut ilmu: Ilmu syar’i membuat kita sadar mana yang halal, haram, dan yang bisa menjerumuskan.
Penutup: Tegas Menolak Maksiat adalah Jalan Selamat
Hidup di dunia hanya sebentar. Tapi pilihan kita di dunia menentukan nasib kekal di akhirat. Maka jangan biarkan waktu kita dihabiskan dalam kompromi terhadap dosa. Jadilah pribadi yang tegas menolak maksiat, meski harus sendiri, meski harus melawan arus, meski harus kehilangan dunia.
Karena orang yang berani berkata “Tidak!” kepada maksiat, sesungguhnya ia telah berkata “Ya!” kepada keselamatan di akhirat.
> “Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan gantikan dengan yang lebih baik darinya.”
(HR. Ahmad). (Tengku Iskandar, M.Pd)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
