🕌 Semangat Menghidupkan Sunnah: Keutamaan Puasa Tasu’a dan ‘Asyura (5 & 6 Juli)
“Jika pada tahun depan Insya Allah, maka kami akan puasa pada hari kesembilan (di bulan Muharram).”
(HR. Muslim, no.1134)
“Puasa hari Asyura (10 Muharram), aku berharap kepada Allah bahwa puasa tersebut dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim, no. 1162)
1. Muharram, Bulan yang Dimuliakan Allah
Bulan Muharram merupakan salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala. Dalam QS. At-Taubah: 36 disebutkan:
> “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram…”
Keempat bulan haram itu adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Dalam bulan-bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan amal kebaikan dan menjauhi segala bentuk kezaliman serta maksiat.
Muharram bukan sekadar penanda tahun baru Islam, melainkan momentum spiritual yang mengandung keutamaan ibadah, terutama puasa sunnah.
2. Mengapa Puasa di Bulan Muharram?
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah ﷺ menyebutkan bahwa puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram:
> “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu bulan Muharram.”
(HR. Muslim no. 1163)
Ini menunjukkan bahwa bulan Muharram adalah waktu yang sangat istimewa untuk beribadah, terutama puasa sunnah.
3. Keutamaan Hari ‘Asyura (10 Muharram)
Hari ‘Asyura adalah hari kesepuluh dari bulan Muharram. Rasulullah ﷺ sangat menganjurkan puasa pada hari tersebut. Bahkan beliau menyatakan bahwa puasa ini dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu.
Haditsnya:
> “Puasa hari Asyura (10 Muharram), aku berharap kepada Allah bahwa puasa tersebut dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim, no. 1162)
Makna penghapusan dosa di sini sebagaimana dijelaskan oleh ulama adalah dosa-dosa kecil, karena dosa besar hanya bisa dihapuskan dengan taubat nasuha. Maka siapa yang ingin membersihkan lembaran amalnya, bersegeralah mengambil kesempatan emas ini.
4. Tasu’a: Sunnah Mengiringi ‘Asyura
Dalam riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ berencana untuk menambah puasa sehari sebelumnya, yaitu pada tanggal 9 Muharram, sebagai bentuk perbedaan dengan kaum Yahudi yang juga berpuasa pada tanggal 10.
> “Jika pada tahun depan Insya Allah, maka kami akan puasa pada hari ke sembilan (di bulan Muharram).”
(HR. Muslim, no.1134)
Sayangnya, Rasulullah ﷺ wafat sebelum sempat menjalankan puasa Tasu’a di tahun berikutnya. Namun pernyataan niat beliau menjadi dasar dianjurkannya puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram.
5. Mengapa Tidak Cukup Puasa Hanya di Hari Asyura?
Para ulama menyebutkan bahwa puasa hanya pada hari Asyura boleh saja dilakukan, namun lebih utama jika digabungkan dengan satu hari sebelumnya (Tasu’a), atau bahkan ditambah dengan sehari sesudahnya (11 Muharram) untuk semakin berbeda dengan kebiasaan Ahli Kitab.
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah dalam Fathul Bari menyebutkan tiga tingkatan puasa pada Muharram:
1. Tingkat paling sempurna: puasa pada 9, 10, dan 11 Muharram.
2. Tingkat menengah: puasa pada 9 dan 10 Muharram (Tasu’a dan ‘Asyura).
3. Tingkat paling minimal: puasa hanya pada tanggal 10 Muharram saja.
6. Tidak Ada Lafadz Niat Khusus
Sebagaimana dicatat dalam gambar, tidak ada lafadz khusus untuk niat puasa Tasu’a dan Asyura. Niat cukup dalam hati, sebagaimana semua jenis puasa sunnah. Yang penting adalah keikhlasan dan kesungguhan untuk menghidupkan sunnah Nabi ﷺ.
7. Momentum Muhasabah dan Pembaruan Diri
Selain ibadah puasa, Muharram — terutama hari ‘Asyura — bisa menjadi waktu yang tepat untuk melakukan muhasabah (introspeksi diri). Kita bisa menjadikan momen ini sebagai awal perubahan, memperbaiki kualitas ibadah, memperbanyak istighfar, dan menjauhi dosa-dosa yang mungkin selama ini dianggap remeh.
Kita juga bisa menjadikan hari-hari ini sebagai momen untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam keluarga: mengajarkan anak berpuasa sunnah, menanamkan semangat mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ, dan memperkuat keyakinan pada pahala akhirat.
8. Waspada terhadap Tradisi yang Tidak Berdasar
Perlu diingat, sebagian umat Islam di beberapa tempat menjadikan ‘Asyura sebagai hari ritual atau tradisi budaya yang tidak memiliki dasar syar’i, seperti memperingatinya dengan makanan khusus, menangis-nangis mengenang peristiwa Karbala, atau bahkan menyakiti diri sendiri.
Padahal, ajaran Islam melarang semua bentuk bid’ah dalam agama, termasuk dalam tata cara memperingati hari-hari tertentu. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Barang siapa membuat perkara baru dalam urusan (agama) kami ini yang tidak termasuk darinya, maka perkara itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi, bentuk peringatan terbaik terhadap hari ‘Asyura bukan dengan ritual tambahan, melainkan cukup dengan menghidupkan sunnahnya: berpuasa.
9. Puasa Sebagai Simbol Ketaatan
Puasa adalah bentuk ibadah yang sarat dengan makna spiritual. Ia melatih kita untuk menahan diri, memperkuat pengendalian nafsu, dan meningkatkan keimanan. Ketika seorang Muslim berpuasa di hari-hari istimewa yang tidak diwajibkan, itu menunjukkan kecintaannya pada Allah dan Rasul-Nya.
Inilah hakikat ibadah sunnah: bukan sekadar rutinitas, melainkan ungkapan cinta dan kerinduan terhadap ampunan Allah.
10. Ayo Ajak Keluarga dan Sahabat
Momentum puasa Tasu’a dan Asyura ini jangan dilewatkan sendirian. Ajak keluarga, saudara, sahabat, atau tetangga untuk turut menghidupkan sunnah ini. Dengan mengajak orang lain dalam kebaikan, kita ikut mendapatkan pahala sebagaimana mereka yang mengamalkannya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” (HR. Muslim)
Penutup
Mari kita manfaatkan tanggal 5 dan 6 Juli ini — yang bertepatan dengan 9 dan 10 Muharram — untuk berpuasa dan menghidupkan sunnah yang penuh berkah. Jangan biarkan hari-hari istimewa berlalu begitu saja tanpa makna. Semoga Allah mengampuni dosa kita yang lalu, memperbaiki amal kita, dan menetapkan kita di jalan sunnah hingga akhir hayat. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat, dan jangan lupa ajak keluarga untuk ikut berpuasa. (Tengku Iskandar)
📌 Catatan: Tidak ada lafadz niat khusus untuk puasa Tasu’a dan ‘Asyura. Niat cukup dalam hati.
📲 @pelajarsunnah | 🌐 pelajarsunnah.id
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
