SURAU.CO – Diskusi tentang kesetaraan gender dalam Islam sering kali memicu perdebatan sengit. Namun, di balik perdebatan tersebut, Islam sejatinya membawa cita-cita kemanusiaan yang luhur. Agama ini menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai subjek penuh dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, penting untuk menggali lebih dalam bagaimana sebenarnya Islam memandang isu kesetaraan ini.
Tuduhan bahwa Islam tidak adil sering kali muncul dari pemahaman tekstual yang kaku. Sebagai contoh, perintah menutup aurat bagi perempuan sering disalahartikan. Beberapa pihak memakainya untuk melabeli perempuan sebagai sumber fitnah. Padahal, Al-Quran menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki potensi. Keduanya bisa membawa kebaikan maupun keburukan. Keduanya dapat menjadi sumber anugerah atau justru musibah.
Konteks Sejarah: Islam Mengangkat Derajat Perempuan
Untuk memahami ajaran Islam secara utuh, kita perlu melihat konteks historisnya. Sebelum Islam datang, kondisi perempuan sangat memprihatinkan. Masyarakat pada zaman itu menganggap bayi perempuan sebagai aib besar. Mereka bahkan tidak segan mengubur bayi perempuan hidup-hidup. Akibatnya, perempuan kehilangan kehormatan dan martabatnya.
Kemudian, Islam hadir untuk mengubah keadaan tersebut secara drastis. Menurut Masruchah, Ketua OC Kongres Ulama Perempuan Indonesia II, Islam memberikan rahmat bagi seluruh alam. Rahmat ini tentu berlaku untuk semua, tanpa memandang jenis kelamin. Lebih lanjut, ia juga menekankan pentingnya membedakan fikih klasik dan kontemporer. Sebab, pengetahuan agama harus dinamis agar tetap relevan dengan zaman.
Konteks historis ini juga berlaku pada aturan mahram. Dahulu, aturan ini bertujuan melindungi perempuan dari berbagai bahaya perjalanan. Akan tetapi, di masa kini, konteksnya telah banyak berubah. “Kalau sekarang, Indonesia ini negara hukum. Mahramnya yang menjamin ya negara,” ujar Masruchah. Artinya, negara kini memegang tanggung jawab untuk melindungi setiap warganya, termasuk perempuan.
Setiap Manusia adalah Pemimpin (Khalifah)
Banyak orang masih mempersoalkan kenabian yang terbatas pada laki-laki. Namun, menurut Erik Tauvani Somae, Dosen Universitas Ahmad Dahlan, pemahaman itu belum tuntas. Ada tafsir yang menyebutkan jumlah nabi mencapai 124.000, tanpa kita tahu pasti komposisi gendernya. Terlepas dari perdebatan itu, Al-Quran justru menempatkan setiap individu sebagai khalifah di muka bumi.
Sejarah mencatat bahwa kepemimpinan tidak terbatas pada peran publik. Rasulullah SAW sendiri pernah bekerja untuk seorang perempuan hebat, yaitu Khadijah binti Khuwailid, yang kemudian menjadi istrinya. Selain itu, dalam keluarga, perempuan juga bisa mengambil alih kepemimpinan. Hal ini bisa terjadi jika suami tidak mampu menafkahi secara fisik atau ekonomi. Fenomena ini sangat nyata dan tecermin dari banyaknya perempuan yang menjadi kepala keluarga saat ini.
Monogami sebagai Isyarat Kuat dalam Islam
Poligami adalah isu lain yang sering kali menjadi sorotan tajam. Penting untuk dipahami, Islam turun di tengah budaya poligami tanpa batas. Saat itu, memiliki banyak istri dianggap sebagai simbol status sosial dan kekayaan. Kemudian, Islam datang membawa aturan pembatasan yang sangat jelas dan ketat.
Oleh karena itu, “pada agama Islam, isyarat untuk monogami itu sangat kuat,” tutur Erik. Al-Quran memang mengizinkan poligami, tetapi dengan syarat yang sangat berat, yaitu berlaku adil. Namun, ayat lain dengan tegas menyatakan bahwa manusia tidak akan pernah bisa berlaku adil sepenuhnya. Keadilan ini tidak hanya menyangkut materi, tetapi juga perasaan dan batin. Praktik poligami Rasulullah pun didasari oleh alasan kemanusiaan, seperti melindungi para janda perang dan anak-anak mereka.
Kesimpulan: Keadilan adalah Jantung Ajaran Islam
Pada hakikatnya, beragama Islam berarti tunduk kepada Allah dengan mengusung nilai kebaikan universal. Di hadapan Tuhan, nilai seorang manusia tidak ditentukan oleh status, jenis kelamin, atau harta. Sebaliknya, nilainya murni bergantung pada ketakwaan dan amal salehnya.
Dengan demikian, posisi laki-laki dan perempuan adalah setara dalam hal tanggung jawab dan ganjaran. Al-Quran jelas menyebutkan bahwa surga diperuntukkan bagi laki-laki dan perempuan yang beriman. Keduanya akan mendapat balasan setimpal atas perbuatan baik maupun buruknya. Rasulullah sendiri mencontohkan relasi setara dalam rumah tangganya yang harmonis.
Kesimpulannya, kesetaraan gender merupakan prinsip fundamental dalam Islam yang menjunjung tinggi hak, martabat, dan tanggung jawab yang setara bagi semua manusia.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
