Opinion
Beranda » Berita » Strategi Utsman bin Affan di Balik Pembelian Sumur Raumah

Strategi Utsman bin Affan di Balik Pembelian Sumur Raumah

Utsman bin Affan membeli sumur dari seorang Yahudi, bukan untuk bisnis, tapi demi kemaslahatan umat yang kehausan.

SURAU.CO – Dialog bukan sekadar percakapan biasa. Lebih dari itu, ia adalah seni memahami kebutuhan dan psikologi lawan bicara. Kisah Utsman bin Affan saat membeli Sumur Raumah menjadi bukti nyata. Peristiwa ini bukan hanya sebuah transaksi bisnis. Sebaliknya, ia menampilkan kelas master dalam hal negosiasi. Dengan demikian, seni dialog Utsman bin Affan mengajarkan sebuah strategi cerdas. Strategi ini terbukti mampu menyelesaikan masalah sosial tanpa perlu menimbulkan konflik.

Konteks Krisis Air di Madinah

Pertama-tama, mari kita pahami situasinya. Setelah hijrah, kaum Muslimin menghadapi berbagai tantangan baru di Madinah. Salah satunya, dan yang paling mendesak, adalah kelangkaan air bersih. Saat itu, ada satu sumber air utama yang tidak pernah kering, yaitu Sumur Raumah. Akan tetapi, sumur ini dimiliki oleh seorang Yahudi. Ia melihat kesulitan umat Islam sebagai peluang bisnis. Oleh karena itu, ia pun menjual air dari sumurnya dengan harga sangat mahal.

Akibatnya, masyarakat, terutama kaum Muhajirin, merasa sangat terbebani. Mereka tidak memiliki daya beli yang cukup kuat. Kemudian, kondisi ini sampai ke telinga Rasulullah SAW. Melihat hal tersebut, Beliau sangat memahami penderitaan umatnya. Beliau lantas menawarkan jaminan agung bagi siapa pun yang bisa memberikan solusi.

Rasulullah SAW bersabda:

“Wahai Sahabatku, siapa saja di antara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surga-Nya.” (HR. Muslim)

Fenomena Flexing Sedekah di Medsos: Antara Riya dan Syiar Dakwah

Menanggapi seruan mulia ini, banyak sahabat tergerak. Namun, Utsman bin Affan-lah yang maju dengan strategi paling cemerlang.

Langkah Pertama: Memahami Lawan Bicara

Alih-alih langsung menawar untuk membeli seluruh sumur, Utsman menggunakan pendekatan berbeda. Ia tahu bahwa pemiliknya sangat berorientasi pada keuntungan. Menawar penuh secara langsung justru bisa membuat harga melambung tinggi. Oleh karena itu, Utsman menerapkan seni dialog Utsman bin Affan yang fokus pada empati dan penawaran cerdas.

Ia mendatangi pemilik sumur bukan sebagai penantang. Sebaliknya, ia datang sebagai mitra bisnis potensial. Utsman menawarkan untuk membeli separuh kepemilikan sumur, bukan seluruhnya. Tentu saja, tawaran ini terdengar sangat menarik bagi si pemilik. Ia masih menjadi pemilik dan di saat yang sama, ia langsung mendapatkan uang tunai dalam jumlah besar.

Setelah kesepakatan tercapai, mereka mengatur jadwal kepemilikan secara bergantian. Satu hari sumur menjadi hak Utsman, sementara hari berikutnya menjadi hak pemilik lama. Bagi si pemilik, ini adalah sebuah kesepakatan yang sangat menguntungkan pada awalnya.

Strategi Cerdas yang Mengubah Keadaan

Di sinilah kecerdasan strategi Utsman terlihat jelas. Selanjutnya, pada hari giliran Utsman, ia membuat pengumuman penting. Ia mengizinkan seluruh penduduk Madinah mengambil air sepuasnya secara gratis. Bahkan, ia meminta warga mengambil air untuk persediaan dua hari sekaligus.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Tentu saja, penduduk Madinah menyambut gembira pengumuman ini. Mereka berbondong-bondong datang pada hari giliran Utsman. Mereka mengambil air untuk kebutuhan hari itu dan juga untuk esok hari. Akibatnya, pada hari giliran si pemilik Yahudi, tidak ada satu orang pun yang datang membeli air. Sumurnya menjadi sepi pembeli.

Seiring berjalannya waktu, situasi ini membuat pendapatan si pemilik anjlok drastis. Ia mulai merasa sangat rugi karena separuh kepemilikan sumurnya menjadi tidak produktif sama sekali. Pada akhirnya, ia kehilangan seluruh pelanggannya.

Dialog Terakhir: Solusi Permanen

Merasa bisnisnya hancur, si pemilik pun menyerah. Kemudian, ia mendatangi Utsman bin Affan sekali lagi. Kali ini, ia yang mengajukan penawaran. Ia menawarkan untuk menjual sisa separuh kepemilikan sumurnya. Singkat cerita, Utsman bin Affan setuju untuk membelinya dengan harga yang wajar.

Dengan begitu, Utsman menjadi pemilik penuh Sumur Raumah. Setelah itu, beliau segera mewakafkan sumur tersebut. Seluruh umat Islam dan penduduk Madinah boleh menggunakannya tanpa perlu membayar. Sumur Raumah pun menjadi wakaf produktif pertama dalam sejarah Islam, yang manfaatnya masih terasa hingga ribuan tahun kemudian.

Pelajaran dari Seni Dialog Utsman bin Affan

Dari kisah monumental ini, kita bisa memetik beberapa pelajaran penting tentang dialog dan negosiasi:

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

Pahami Motif Lawan Bicara: Utsman berhasil karena ia memahami motif utama pemilik sumur, yaitu keuntungan finansial.

Tawarkan Solusi Bertahap: Tawaran separuh kepemilikan adalah solusi “win-win” sementara yang secara efektif membuka pintu negosiasi lebih lanjut.

Gunakan Visi Jangka Panjang: Utsman tidak berpikir sesaat. Sebaliknya, ia merancang strategi yang pada akhirnya mengubah dinamika pasar.

Ciptakan Kondisi Baru: Dengan membuat air gratis, ia menghilangkan “kebutuhan” orang untuk membeli air, sehingga menciptakan kondisi yang menguntungkan pihaknya.

Kesimpulannya, seni dialog Utsman bin Affan bukanlah tentang menekan atau memaksa. Ia adalah tentang kecerdasan, empati, dan strategi visioner. Sebuah pendekatan yang mampu mengubah potensi konflik menjadi solusi abadi untuk masyarakat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement