Sejarah
Beranda » Berita » Asal-Usul Buka Bersama: Menilik Jejak Tradisi dari Masa Nabi Hingga Era Modern

Asal-Usul Buka Bersama: Menilik Jejak Tradisi dari Masa Nabi Hingga Era Modern

Buka bersama: di antara tawa dan doa, ada berkah yang tak terlihat.

SURAU.CO – Saat bulan Ramadan tiba. Undangan “bukber” atau buka bersama mulai membanjiri grup percakapan. Agenda bertemu teman lama, kolega, hingga keluarga besar segera tersusun rapi. Buka bersama seakan menjadi ritual wajib yang tak terpisahkan dari Ramadan di Indonesia. Namun, pernahkah Anda bertanya tentang asal-usul buka bersama?

Tradisi ini ternyata memiliki akar sejarah yang sangat panjang. Jejaknya bisa kita telusuri kembali hingga ribuan tahun lalu. Buka bersama bukanlah sekadar tren modern. Ia adalah warisan budaya dan spiritual yang terus berkembang melintasi zaman. Mari kita selami perjalanannya.

Fondasi Spiritual di Zaman Kenabian

Semangat berbagi makanan untuk berbuka puasa berhulu dari ajaran Islam itu sendiri. Nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan umatnya untuk memberi makan orang yang berpuasa. Beliau menjelaskan bahwa pahala yang didapat sangat besar.

Praktik ini menjadi fondasi utama dari tradisi buka bersama. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Zaid bin Khalid Al-Juhani, Rasulullah SAW bersabda:

“مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Artinya: “Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Kutipan ini menunjukkan betapa mulianya aktivitas berbagi saat berbuka. Pada masa itu, praktiknya masih sangat sederhana. Umat Muslim berbagi kurma atau air di masjid. Tujuannya murni untuk ibadah dan menolong sesama. Belum ada format acara besar seperti yang kita kenal sekarang.

Tradisi Megah di Era Kekhalifahan

Seiring berjalannya waktu, tradisi buka bersama berkembang menjadi lebih terorganisir. Pada masa kekhalifahan Islam, para pemimpin sering mengadakan jamuan iftar massal. Mereka mengundang rakyat jelata untuk berbuka puasa bersama di istana atau alun-alun.

Di Mesir, pada masa Kesultanan Mamluk, para sultan terkenal dengan kemurahan hatinya. Mereka menggelar jamuan makan raksasa selama Ramadan. Ribuan orang dari berbagai lapisan masyarakat berkumpul. Mereka menikmati hidangan lezat yang disediakan oleh negara.

Tradisi serupa juga hidup di Kekaisaran Ottoman (Turki Utsmani). Sultan menyediakan tenda-tenda iftar yang mewah bagi publik. Acara ini tidak hanya menjadi ajang berbagi makanan. Ia juga berfungsi sebagai simbol kemakmuran dan kepedulian pemimpin kepada rakyatnya. Dari sinilah konsep jamuan buka bersama dalam skala besar mulai terbentuk.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Perkembangan Buka Bersama di Nusantara

Lalu, bagaimana tradisi ini sampai ke Indonesia? Para pedagang Muslim dari Timur Tengah dan Gujarat membawanya ke Nusantara. Mereka memperkenalkan ajaran Islam beserta tradisi budayanya, termasuk semangat berbagi saat Ramadan.

Awalnya, buka bersama di Indonesia berlangsung sederhana. Masyarakat melakukannya di masjid, langgar, atau surau. Mereka membawa makanan dari rumah masing-masing. Kemudian, mereka menyantapnya bersama setelah salat Magrib. Momen ini memperkuat ikatan komunitas (ukhuwah) di tingkat lokal.

Transformasi “Bukber” di Era Modern

Memasuki era modern, “bukber” mengalami pergeseran makna dan bentuk. Jika dulu berpusat di lingkungan masjid dan keluarga, kini cakupannya meluas. Faktor urbanisasi memainkan peran besar. Banyak orang merantau untuk bekerja atau belajar. Mereka tinggal jauh dari keluarga.

Buka bersama menjadi solusi untuk menjaga silaturahmi. Momen ini menjadi ajang reuni dengan teman sekolah, kolega kantor, atau anggota komunitas. Restoran, kafe, dan hotel melihat peluang ini. Mereka menawarkan paket-paket bukber menarik yang memudahkan orang untuk berkumpul tanpa repot memasak.

Media sosial juga turut mempopulerkan fenomena bukber. Mengunggah foto kebersamaan saat bukber menjadi cara untuk menunjukkan eksistensi sosial. Fenomena ini menjadikan bukber tidak hanya bernilai spiritual, tetapi juga sosial dan komersial.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Esensi yang Tak Pernah Luntur

Buka bersama telah menempuh perjalanan yang sangat panjang. Ia berawal dari anjuran sederhana untuk berbagi. Lalu berkembang menjadi jamuan megah kekhalifahan. Hingga akhirnya beradaptasi menjadi fenomena sosial modern di Indonesia.

Meskipun bentuknya terus berubah, esensinya tetap sama. Buka bersama adalah tentang kebersamaan dan kepedulian. Ia menjadi wadah untuk mempererat kembali tali silaturahmi yang mungkin merenggang karena kesibukan. Inilah warisan berharga yang terus kita rayakan setiap Ramadan tiba.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement