Berita Politik
Beranda » Berita » Membangun Demokrasi Tanpa Tepi: Disabilitas dan Keadilan Sosial

Membangun Demokrasi Tanpa Tepi: Disabilitas dan Keadilan Sosial

Membangun Demokrasi Tanpa Tepi: Disabilitas dan Keadilan Sosial
Membangun Demokrasi Tanpa Tepi: Disabilitas dan Keadilan Sosial

SURAU.CO Demokrasi adalah fondasi utama kehidupan bernegara yang menjunjung tinggi nilai kesetaraan dan keadilan. Dalam semangat demokrasi, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk didengar, dihormati, dan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan publik. Namun, dalam praktiknya, tidak semua individu merasakan keadilan yang sama dalam mengakses ruang demokrasi. Salah satu kelompok yang kerap tersisih adalah penyandang disabilitas. Padahal, dalam demokrasi yang sejati, tidak boleh ada tepi yang meminggirkan siapa pun. Demokrasi harus inklusif, adil, dan mampu menjangkau setiap warga, termasuk mereka yang hidup dengan disabilitas. Inilah saatnya kita membangun demokrasi yang tidak hanya inklusif dalam narasi, tetapi juga nyata dalam praktik.

Disabilitas Bukan Halangan untuk Berperan

Penyandang disabilitas merupakan bagian yang utuh dari masyarakat. Mereka memiliki potensi, talenta, serta pandangan hidup yang berharga bagi kemajuan bangsa. Namun, berbagai tantangan struktural dan kultural masih membatasi ruang gerak mereka dalam kehidupan demokratis. Fasilitas umum yang belum ramah disabilitas, minimnya informasi yang mudah diakses, serta kurangnya dukungan sosial menjadi penghalang nyata dalam berpartisipasi secara aktif.

Sering kali, hambatan terbesar bukan terletak pada kondisi fisik mereka, tetapi pada cara masyarakat memandang disabilitas. Pandangan yang memposisikan penyandang disabilitas sebagai kelompok lemah atau bergantung justru mereduksi peran mereka dalam masyarakat. Sudah saatnya kita mengubah cara pandang tersebut menjadi lebih inklusif dan empatik, serta memberikan ruang partisipasi yang setara bagi semua.

Keadilan Sosial: Memastikan Tak Ada yang Tertinggal

Keadilan sosial bukan sekadar konsep, melainkan komitmen moral dan kebijakan nyata. Hal ini hanya bisa terwujud ketika setiap warga negara mendapatkan perlakuan yang adil dalam kehidupan bermasyarakat. Ini mencakup akses yang setara terhadap pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, serta partisipasi politik. Bagi penyandang disabilitas, keadilan sosial berarti tersedianya fasilitas publik yang mendukung mobilitas, tersedianya informasi politik dalam berbagai format, serta perlindungan dari diskriminasi dalam berbagai bentuk.

Memberikan akses bukan berarti memberi keistimewaan. Ini adalah bentuk tanggung jawab kita bersama untuk memastikan bahwa setiap individu dapat mengambil peran dalam membangun negeri.

Peduli Sumatera: Saat Saudara Kita Menjerit, Hati Kita Harus Bangkit

Di bidang politik, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan partai politik harus proaktif memastikan aksesibilitas informasi dan tempat pemungutan suara. Selain itu, penting juga memberi ruang bagi calon legislatif dari kalangan disabilitas. Demokrasi akan lebih utuh jika suara dari segala latar belakang diakomodasi.

Mendidik Publik, Mengubah Paradigma

Langkah penting lainnya adalah membangun kesadaran kolektif. Masyarakat perlu diedukasi bahwa disabilitas bukan sesuatu yang harus dikasihani, tetapi bagian dari keberagaman manusia. Media massa, kurikulum pendidikan, dan kampanye sosial bisa menjadi alat untuk mengubah paradigma.

Ketika masyarakat mulai melihat penyandang disabilitas sebagai subjek yang setara, bukan objek yang lemah, maka ruang demokrasi akan terbuka lebih luas. Tidak ada demokrasi yang utuh tanpa penerimaan terhadap keberagaman.

Menuju Indonesia yang Ramah dan Inklusif

Demokrasi tanpa tepi bukan sekadar idealisme. Demokrasi tanpa tepi adalah demokrasi yang tidak mengenal batas dalam partisipasi dan keadilan. Ia merangkul semua warga negara, apa pun latar belakang dan kondisinya. Untuk mencapainya, negara harus hadir, aktif, dan berpihak pada kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas.

Ini bukan hanya soal hak-hak minoritas, melainkan soal wajah demokrasi kita secara keseluruhan. Jika demokrasi gagal menjangkau yang paling pinggir, maka ia gagal secara moral dan substansi. Sebaliknya, jika ia mampu mendengar suara yang paling pelan sekalipun, maka kita sedang menuju demokrasi yang matang, adil, dan manusiawi.

Asosiasi Ma’had Aly Dorong PenguatanDirektorat Jenderal Pesantren

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement