Apa Itu Bystander Effect?
SURAU.CO – Bystander effect, atau efek penonton, mengacu pada kecenderungan seseorang untuk tidak bertindak saat banyak orang menyaksikan suatu kejadian. Semakin banyak saksi, justru semakin kecil kemungkinan satu orang akan turun tangan.
Fenomena ini sering kali muncul dalam keseharian, tanpa kita sadari. Misalnya, saat melihat seseorang terjatuh di jalan, banyak orang hanya menonton dan berharap orang lain yang membantu. Padahal, justru tindakan kecil dari satu orang bisa memicu reaksi berantai dari yang lain.
Bagaimana Bystander Effect Terjadi?
Bystander effect bukan sekadar tentang pasifnya seseorang. Sebaliknya, ini adalah hasil dari interaksi berbagai faktor psikologis. Dua faktor utama yang menjelaskan fenomena ini adalah difusi tanggung jawab dan tekanan sosial.
1. Difusi Tanggung Jawab
Saat berada di tengah kerumunan, seseorang merasa tanggung jawab tersebar di antara semua orang. Dengan kata lain, ia merasa tidak perlu bertindak karena ada orang lain yang mungkin melakukannya.
Selain itu, semakin besar kelompoknya, semakin kecil rasa keterlibatan personal kita terhadap suatu kejadian. Akibatnya, tindakan bantuan menjadi tertunda, atau tidak dilakukan sama sekali.
2. Ketakutan Akan Penilaian
Di sisi lain, tekanan sosial juga turut memengaruhi. Kita sering kali takut bertindak jika tidak yakin apakah tindakan tersebut benar. Apalagi bila kita khawatir dipermalukan atau dianggap sok tahu.
Namun demikian, justru inilah momen penting di mana keberanian untuk bertindak bisa membedakan antara diam dan aksi nyata.
Bukti Ilmiah Efek Penonton
Penelitian klasik oleh Latané dan Darley membuktikan bahwa jumlah orang dalam sebuah kejadian sangat memengaruhi kemungkinan seseorang untuk bertindak.
Dalam salah satu eksperimen, peserta yang sendirian dalam ruangan yang mulai dipenuhi asap langsung melaporkannya. Sebaliknya, peserta yang berada bersama dua orang lain yang tidak bereaksi justru diam saja. Artinya, ketika kita melihat orang lain tidak bertindak, kita cenderung meniru perilaku pasif itu.
Sementara itu, eksperimen lain menunjukkan bahwa 70% orang akan menolong ketika sendirian. Tapi ketika ada orang lain di tempat kejadian, angka tersebut turun drastis.
Contoh Nyata Bystander Effect
Efek ini tidak hanya terjadi dalam laboratorium. Sebaliknya, kita bisa melihatnya dalam berbagai situasi nyata:
- Kecelakaan lalu lintas: Banyak pengendara memilih lewat tanpa menolong, karena yakin orang lain akan turun tangan.
- Perundungan di sekolah: Banyak siswa melihat teman diintimidasi, tapi diam saja karena takut ikut terseret.
- Media sosial: Kita sering melihat postingan minta bantuan, namun hanya scroll lewat karena merasa “orang lain pasti sudah bantu”.
Dengan kata lain, efek penonton hadir di dunia nyata—baik dalam interaksi langsung maupun digital.
Faktor Tambahan yang Memperkuat Efek Ini
1. Pluralistic Ignorance
Kita sering menyimpulkan situasi berdasarkan reaksi orang lain. Jika tidak ada yang bertindak, kita mengira tidak ada yang salah. Ini dikenal sebagai pluralistic ignorance.
Selain itu, orang cenderung tidak bertindak jika mereka ragu dengan apa yang sedang terjadi.
2. Ketidakjelasan Situasi
Dalam situasi yang membingungkan, kita menjadi lebih ragu. Alih-alih bertindak, kita justru menunggu klarifikasi dari orang lain.
Namun demikian, sikap pasif ini bisa berisiko fatal dalam situasi darurat.
3. Kurangnya Rasa Kompeten
Banyak orang merasa “bukan orang yang tepat” untuk membantu. Mereka merasa kurang informasi atau tidak cukup terampil. Akibatnya, mereka mundur dan berharap orang yang lebih mampu turun tangan.
Bagaimana Cara Mengatasi Bystander Effect?
Berikut beberapa langkah praktis untuk melatih diri agar tidak menjadi penonton pasif:
1. Tingkatkan Kesadaran
Langkah pertama, sadari bahwa efek ini nyata dan dapat memengaruhi siapa pun, termasuk kamu sendiri. Semakin sadar kamu, semakin kecil kemungkinan kamu diam saat dibutuhkan.
2. Ubah Pola Pikir
Daripada berpikir “orang lain akan membantu”, latihlah diri berpikir “mungkin hanya aku yang melihat ini”. Dengan begitu, kamu akan lebih termotivasi untuk bertindak.
3. Jadilah Upstander
Berbeda dengan bystander, upstander adalah orang yang berani menyuarakan dan bertindak. Misalnya, membela korban bullying atau membantu seseorang di jalan.
4. Tunjuk Orang Spesifik Saat Butuh Bantuan
Jika kamu adalah korban atau butuh pertolongan, jangan minta tolong secara umum. Sebaliknya, pandang satu orang, dan katakan langsung: “Kamu, tolong saya.” Ini mengurangi difusi tanggung jawab.
5. Evaluasi Situasi Sendiri
Jangan menunggu sinyal dari orang lain. Jika menurutmu ini darurat, lakukan sesuatu. Kritis dan tanggap bisa menyelamatkan nyawa.
Kesimpulan
Bystander effect menjelaskan mengapa kita sering diam di tengah situasi genting. Namun, dengan mengenali penyebabnya, kita bisa melatih diri menjadi lebih sigap.
Lebih jauh lagi, tindakan sederhana dari satu orang bisa mendorong yang lain untuk ikut membantu. Jangan tunggu orang lain bergerak—karena bisa jadi, kamulah satu-satunya harapan saat itu. (AE).
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
