SURAU.CO – Di tengah perubahan sosial yang begitu cepat, budaya politik generasi muda menjadi sorotan penting dalam diskursus demokrasi Indonesia. Sebagai kelompok demografis yang paling besar dan paling melek teknologi, kaum muda memiliki potensi besar dalam membentuk arah politik bangsa. Namun, bagaimana sebenarnya karakter budaya politik mereka? Apatis terhadap politik, kritis terhadap sistem, atau justru adaptif terhadap perubahan?
Politik di Mata Kaum Muda
Banyak survei menunjukkan bahwa partisipasi politik kaum muda masih rendah, terutama dalam bentuk konvensional seperti keanggotaan partai politik atau keikutsertaan dalam pemilu daerah. Hal ini sering ditafsirkan sebagai tanda apatisme politik. Mereka dianggap acuh terhadap urusan kenegaraan dan hanya fokus pada urusan pribadi atau hiburan digital.
Namun, pandangan ini perlu dikaji lebih dalam. Kaum muda mungkin tidak hadir dalam politik formal, tetapi bukan berarti mereka tidak peduli. Mereka mengekspresikan sikap politik melalui media sosial, gerakan sosial digital, hingga boikot produk yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai mereka. Ini menandakan bahwa budaya politik mereka mungkin sedang mengalami transformasi.
Dari Apatis ke Kritis
Label “apatis” sebetulnya tidak sepenuhnya tepat. Sebagian besar anak muda tidak menolak politik, tetapi mereka kecewa dengan bentuk politik yang ada. Korupsi, politik uang, oligarki, dan praktik-praktik elitis membuat mereka kehilangan kepercayaan terhadap sistem. Inilah yang membuat mereka tampak menjauh dari partai atau pemilu.
Namun, di sisi lain, mereka justru semakin kritis. Mereka aktif mengulas kebijakan publik, mengkritik pejabat di media sosial, dan terlibat dalam diskusi politik yang membumi. Budaya kritis ini tumbuh seiring akses terhadap informasi yang luas. Generasi muda terbiasa mencari sumber informasi alternatif dan membandingkan banyak perspektif sebelum mengambil sikap.
Kritik mereka juga tidak hanya destruktif. Banyak anak muda yang mengajukan solusi, membuat petisi online, hingga menggagas komunitas berbasis advokasi isu. Ini adalah tanda bahwa budaya politik kritis bukan semata-mata resistensi, melainkan bagian dari proses demokratisasi yang sehat.
Adaptif terhadap Perubahan
Kaum muda hidup dalam era digital yang serba cepat dan dinamis. Mereka tumbuh bersama perubahan teknologi, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu, budaya politik mereka juga bersifat adaptif. Mereka tidak terikat pada cara lama dalam menyalurkan aspirasi.
Jika dulu demonstrasi di jalan adalah satu-satunya cara menyuarakan ketidakpuasan, kini mereka bisa menggunakan meme politik, kampanye digital, atau live streaming diskusi publik. Adaptasi ini bukan berarti mereka kehilangan nilai-nilai perjuangan, tetapi mereka menyelaraskannya dengan cara dan media baru.
Adaptif juga berarti mampu membaca peta kekuasaan. Banyak anak muda mulai masuk ke ruang-ruang formal, seperti menjadi caleg muda, staf ahli, hingga aktivis partai. Mereka mencoba bekerja dari dalam sistem untuk mengubahnya. Ini adalah bentuk pergeseran dari budaya politik pasif ke politik partisipatif yang lebih strategis.
Membaca Arah Budaya Politik Baru
Budaya politik kaum muda tidak bisa disamakan dengan generasi sebelumnya. Mereka tidak suka doktrin, tidak mudah tunduk pada otoritas, dan lebih percaya pada pengalaman langsung. Mereka lebih horizontal dalam berjejaring, tidak terlalu hirarkis, dan lebih kolaboratif.
Itulah sebabnya, gerakan politik mereka seringkali bersifat cair dan spontan, tetapi penuh makna. Mulai dari solidaritas untuk petani, aktivisme lingkungan, gerakan anti-kekerasan, hingga kampanye literasi digital. Semua itu adalah bentuk politik, politik yang lebih egaliter dan partisipatif.
Penutup: Bukan Soal Label, Tapi Soal Arah
Apakah budaya politik kaum muda itu apatis, kritis, atau adaptif? Jawabannya: bisa jadi ketiganya, tergantung pada konteks sosial dan pengalaman politik masing-masing individu. Namun yang pasti, mereka tidak bisa lagi dipandang sebagai kelompok yang pasif. Mereka adalah agen perubahan yang terus bergerak dan membentuk masa depan politik Indonesia. (Heni)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
