SURAU.CO. Dzikir salah menjadi satu amalan inti dalam ajaran Islam. Praktik ini sering dipahami hanya sebatas ucapan lisan. Namun, hakikatnya jauh lebih dalam dari sekadar aktivitas verbal. Dzikir merupakan jembatan spiritual yang menghubungkan seorang hamba dengan Tuhannya dan menjadi sarana untuk membersihkan jiwa dan meraih ketenangan sejati. Lalu, apa sebenarnya makna dzikir yang sebenarnya? Bagaimana para ulama dan sufi memandang keutamaan dzikir ini? Mari kita telusuri lebih dalam.
Secara bahasa, kata dzikir berasal dari akar kata Arabdzakara, yadzkuru, dzukr. Kata ini memiliki arti dasar mengingat, menyebut, atau menceritakan. Para ahli bahasa memberikan sedikit perbedaan nuansa. IstilahdzukrMerujuk pada ungkapan hati sekaligus lisan. Sementara itu,berzikirlebih spesifik untuk ungkapan lisan saja. Dalam perkembangannya, makna dzikir menjadi lebih kaya. Kamus modern seperti mengartikan al-Munawir dan al-Munjidadz-dzikirsebagai tindakan “memuji, memuliakan Allah swt.” Ini menunjukkan bahwa dzikir bukan sekedar mengingat, tetapi juga mengagungkan Sang Pencipta dengan segenap hati.
Dzikir Sebagai Pilar Utama dalam Dunia Tasawuf
Dalam tradisi tasawuf, dzikir menempati posisi yang sangat mendasar. Para sufi memandangnya sebagai pilar utama dalam perjalanan spiritual (suluk) menuju Allah SWT. Tanpa dzikir, perjalanan tersebut akan terasa hampa dan sulit mencapai tujuan. Pandangan ini dikemukakan oleh ulama sufi terkemuka. Syekh Abu Ali ad-Daqqaq, “Dzikir adalah pilar yang sangat kuat dalam perjalanan menuju Allah SWT. Dzikir pada hakikatnya adalah dasar dari tarekat itu sendiri. Hanya dapat mencapai Allah SWT dengan melakukan dzikir secara terus menerus kepada-Nya.”
Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa dzikir adalah fondasi. Ia menjadi syarat mutlak untuk bisa sampai kepada Allah. Hal senada diungkapkan oleh Dzun Nuun al-Mishry, seorang sufi besar dari Mesir. Menurutnya, dzikir memiliki kekuatan transformatif yang luar biasa. “Seseorang yang mengingat Allah swt. Dia kemudian akan melupakan segalanya kecuali zikirnya. Allah SWT akan melindungi Anda dari segala sesuatu dan memberikan Anda sesuai dengan hukum alam semesta.”
Bagi kaum sufi, dzikir adalah metode praktis (amal) untuk mencapai tingkat spiritual tertinggi, yaituma’rifatullahatau mengenal Allah.
Kekuatan Dzikir untuk Membersihkan Hati
Adapun keutamaan dzikir yang paling agung adalah kemampuan menyucikan hati. Imam Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa dzikir membawa cahaya ilahi. Cahaya ini akan mengeluarkan hati yang bergetar saat mengingat nama-Nya.
perihal dzikir ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an mengenai efek dzikir terhadap hati: ” (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingat, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.(QS. Ar-Ra’d: 28).
Kisah dari Imam Ghazali memberikan gambaran yang sangat jelas. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya “Rahasia Dzikir dan Akhlak” menceritakan sebuah dialog menarik. Seseorang bertanya kepada Imam Ghazali mengapa setan tidak pergi meskipun ia sudah terus-menerus berdzikir. Imam Ghazali memberikan analogi yang cerdas. “Setan itu seperti binatang yang akan menyingkir jika kita menghukumnya. Namun, jika masih ada makanan di pemeliharaan, hewan itu akan kembali. Bahkan tidak menutup kemungkinan jika Anda tidak hati-hati, hewan tersebut akan mengejar Anda. Demikian pula, dzikir akan sia-sia jika makanan setan masih ada di dalam hati; setan tidak akan takut diserang oleh zikir apapun. Kenyataannya, orang itu sendiri yang menggoda iblis dengan berbagai penyakit jantung, bukan iblis.”
Riwayat ini mengajarkan kita pelajaran penting. Dzikir harus diiringi dengan usaha membersihkan hati dari “makanan setan”. Makanan itu berupa penyakit hati seperti iri, dengki, sombong, dan egois. Tanpa pembersihan ini, dzikir tidak akan efektif.
Keutamaan Dzikir dalam Hadits dan Al-Qur’an
Selain itu posisi dzikir yang sangat mulia juga ditegaskan langsung oleh Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits yang riwayat Imam Tirmidzi, Nabi Muhammad SAW menawarkan sebuah amalan terbaik kepada para sahabat.
“Tidakkah kalian ingin aku memberi tahu kalian sesuatu yang akan memperbaiki amal kalian, menyucikan amal kalian di hadapan Tuhan kalian, dan mengangkat derajat kalian, yang mana hal itu lebih baik bagi kalian daripada menghadapi musuh saat itu, menggorok meniru, atau akankah mereka menggorok leher kalian?” Para sahabat dengan antusias menjawab, “Ya, tentu saja, Wahai Rasulullah.” Lalu beliau bersabda: “Ingatlah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi).
Selanjutnya hadits ini menunjukkan bahwa dzikir memiliki nilai yang sangat tinggi. Apalagi, keuntungannya bisa melampaui amalan jihad dalam kondisi tertentu. Amalan ini tidak terikat oleh waktu atau tempat. Allah SWT justru memerintahkan kita untuk berdzikir sebanyak-banyaknya. “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya.”(QS. Al-Ahzab: 41).”
Kemudian pada akhirnya, dzikir adalah praktik secara komprehensif. Dzikir itu tidak hanya melibatkan lisan, namun juga hati, dan seluruh jiwa raga. Dzikir menjadi cara ampuh untuk menyucikan diri, menenangkan hati, dan membangun kedekatan yang tak terhingga dengan Allah SWT.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
