Sejarah
Beranda » Berita » Dari Hutan Beringin Menjadi Jantung Ekonomi: Kupas Sejarah Pasar Beringharjo

Dari Hutan Beringin Menjadi Jantung Ekonomi: Kupas Sejarah Pasar Beringharjo

Pasar Bringharjo - Sumber: Wikepedia

SURAU.CO – Pasar Beringharjo merupakan denyut nadi ekonomi bagi warga Yogyakarta. Setiap sudutnya menawarkan pesona otentik sebuah pasar tradisional. Namun, di balik keramaiannya, pasar ini menyimpan jejak sejarah yang panjang. Kisahnya bahkan lebih tua dari bangunan permanen yang kita lihat hari ini. Oleh karena itu, menelusuri sejarah Pasar Beringharjo berarti memahami akar peradaban Kota Yogyakarta itu sendiri. Mari kita gali lebih dalam perjalanannya yang memukau.

Awal Mula: Dari Hutan Rimbun ke Pusat Niaga

Awalnya, lokasi Pasar Beringharjo hanyalah sebuah hutan beringin yang rimbun. Sejarahnya bermula tidak lama setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Sultan Hamengku Buwono I segera memprakarsai pendirian Keraton Yogyakarta. Seiring dengan berdirinya keraton, area di sekitarnya pun mulai hidup. Tak lama kemudian, kawasan hutan beringin yang strategis ini berubah fungsi. Masyarakat secara alami menjadikannya tempat untuk bertemu dan bertransaksi.

Meskipun masih sangat sederhana, aktivitas ekonomi di sana tumbuh dengan cepat. Tempat ini kemudian dikenal luas sebagai Pasar Gedhe. Sejak tahun 1758, lokasi ini telah resmi menjadi pusat kegiatan ekonomi rakyat. Dengan demikian, keberadaannya bukanlah sebuah kebetulan, melainkan bagian dari sebuah rancangan besar.

Titik Balik: Transformasi Fisik yang Terencana

Seiring waktu, aktivitas perdagangan di Pasar Gedhe menjadi semakin padat. Kondisi ini mendorong pihak keraton untuk memikirkan bangunan yang lebih permanen. Kemudian, pada 24 Maret 1925, Keraton Yogyakarta mengambil sebuah langkah besar. Mereka menunjuk Nederlansch Indisch Beton Maatschappij, sebuah perusahaan beton Hindia Belanda, untuk memimpin proyek pembangunan.

Proses pembangunan pun berjalan dengan efisien. Alhasil, pada bulan Agustus 1925, sebelas kios pertama berhasil berdiri kokoh. Pembangunan kemudian berlanjut secara bertahap untuk menyempurnakan seluruh kompleks pasar. Transformasi ini tidak hanya mengubah wajah pasar menjadi lebih modern. Lebih dari itu, langkah ini menegaskan komitmen keraton untuk menyejahterakan rakyatnya melalui fasilitas ekonomi yang layak.

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

Lahirnya Nama Penuh Makna, Beringharjo

Nama “Beringharjo” sendiri tidak langsung melekat sejak awal. Pemberian nama yang ikonik ini terjadi pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Beliau menitahkan agar semua instansi di bawah naungan keraton menggunakan nama berbahasa Jawa. Momen bersejarah ini juga terjadi pada 24 Maret 1925, bersamaan dengan dimulainya pembangunan fisik.

Nama Beringharjo memiliki filosofi yang sangat dalam. Kata “Bering” merujuk pada asal-usul lokasinya, yaitu hutan pohon beringin. Pohon beringin bagi masyarakat Jawa adalah simbol keagungan dan pengayoman. Selanjutnya, kata “Harjo” memiliki arti harapan akan kesejahteraan. Jadi, Beringharjo adalah doa yang terwujud. Sebuah tempat yang diharapkan dapat terus memberikan perlindungan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Yogyakarta.

Pilar Ekonomi dalam Konsep Catur Tunggal

Keistimewaan Pasar Beringharjo juga terletak pada posisinya dalam tata kota keraton. Keberadaannya merupakan elemen fundamental dari konsep Catur Tunggal. Konsep ini adalah fondasi tata ruang yang menyeimbangkan empat pilar utama kehidupan bernegara di Yogyakarta. Keempat pilar tersebut adalah:

  1. Keraton sebagai pusat pemerintahan (politik).

  2. Alun-Alun Utara sebagai ruang publik (sosial).

    Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

  3. Masjid Gedhe Kauman sebagai pusat peribadatan (spiritual).

  4. Pasar Beringharjo sebagai pusat kegiatan ekonomi (ekonomi).

Oleh karena itu, posisi Pasar Beringharjo yang berdekatan dengan tiga elemen lainnya sangatlah strategis. Pola ini menunjukkan visi para pendiri Yogyakarta yang begitu komprehensif. Mereka menyadari bahwa roda pemerintahan tidak akan berjalan tanpa ekonomi rakyat yang kuat.

Warisan yang Terus Hidup Hingga Kini

Dengan demikian, Pasar Beringharjo adalah lebih dari sekadar tempat jual beli. Ia adalah monumen hidup yang telah melalui tiga zaman berbeda, dari era kerajaan, penjajahan, hingga kemerdekaan. Pasar ini menjadi bukti nyata bagaimana sebuah visi dapat bertahan ratusan tahun. Hingga hari ini, Pasar Beringharjo tidak hanya berfungsi sebagai pusat ekonomi, tetapi juga sebagai destinasi wisata sejarah yang memikat siapa pun yang datang ke Yogyakarta.

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement