Phubbing: Fenomena Kecil yang Bikin Jarak Sosial
Di tengah dunia yang semakin terkoneksi secara digital, kita justru makin kehilangan koneksi nyata antar manusia. Salah satu gejalanya adalah phubbing—gabungan kata phone dan snubbing—yang artinya mengabaikan orang di sekitar demi fokus pada ponsel. Perilaku ini sering dianggap remeh, padahal bisa menimbulkan keretakan dalam hubungan, baik personal maupun profesional.
Bayangkan momen saat dua orang duduk bersama, tapi salah satunya sibuk melihat layar ponsel tanpa peduli dengan kehadiran lawan bicaranya. Situasi ini sangat umum terjadi—di rumah makan, di ruang kelas, atau bahkan saat rapat penting.
Dari Cek Notifikasi ke Perilaku Mengabaikan
Banyak dari kita mungkin hanya bermaksud “melihat sebentar” notifikasi atau mengecek pesan singkat. Namun, tanpa sadar, kita larut dalam scroll tak berujung. Menurut sejumlah penelitian, perilaku ini bukan hanya masalah kebiasaan, tapi juga bisa menjadi respons psikologis terhadap ketergantungan digital yang makin kuat.
Seseorang yang melakukan phubbing secara rutin biasanya juga memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada smartphone, terutama untuk akses media sosial. Mereka merasa cemas jika tidak memegang ponsel atau tidak update informasi terkini. Dari sinilah kebiasaan mengabaikan lingkungan sekitar berkembang.
Dampaknya Nyata: Hubungan Jadi Dingin, Mental Jadi Rentan
Phubbing bukan sekadar gangguan etika sosial. Dalam hubungan romantis, perilaku ini bisa menimbulkan rasa tidak dihargai dan memicu pertengkaran. Dalam lingkungan pertemanan, orang yang diabaikan karena ponsel cenderung merasa tersisih. Akibatnya, rasa kebersamaan menurun dan hubungan menjadi renggang.
Lebih jauh lagi, penelitian juga mengaitkan phubbing dengan gangguan mental seperti kecemasan sosial, rasa kesepian, bahkan depresi ringan. Seseorang yang sering di-phubbing bisa merasa tidak penting, sehingga berdampak pada kepercayaan diri dan keseimbangan emosional mereka.
Siapa Saja yang Rentan Melakukan Phubbing?
Studi menunjukkan bahwa kelompok usia muda, terutama rentang 18–24 tahun, memiliki tingkat phubbing tertinggi. Hal ini berkaitan erat dengan tingginya frekuensi penggunaan ponsel, tekanan sosial untuk selalu aktif secara online, dan kebiasaan multitasking digital yang sudah terbentuk sejak remaja.
Namun, phubbing tidak hanya terjadi pada anak muda. Orang dewasa pun melakukannya—di meja makan, saat quality time dengan keluarga, bahkan saat pertemuan kerja. Tekanan produktivitas dan notifikasi kerja juga turut memperparah kebiasaan ini.
Apa Kata Para Peneliti?
Berdasarkan jurnal yang dianalisis, phubbing tidak bisa dilepaskan dari ketergantungan terhadap teknologi dan media sosial. Orang yang terbiasa mengakses ponsel sepanjang hari cenderung mengalami penurunan sensitivitas terhadap lingkungan sekitar. Mereka juga kurang mampu membedakan momen yang perlu diresapi secara utuh tanpa distraksi.
Peneliti juga menemukan korelasi antara tingkat intensitas penggunaan smartphone dan kecenderungan phubbing. Semakin tinggi intensitas dan keterikatan emosional terhadap gawai, semakin besar pula peluang seseorang untuk mengabaikan orang lain di sekitarnya.
Mengapa Kita Perlu Peduli?
Phubbing mencerminkan perubahan besar dalam budaya komunikasi. Kita hidup di era di mana perhatian menjadi komoditas, dan ponsel memiliki tujuan dan desain untuk merebut sebanyak mungkin perhatian kita. Ironisnya, teknologi yang bertujuan menghubungkan manusia justru sering menciptakan jarak yang tidak terlihat.
Jika dibiarkan, phubbing bisa menurunkan kualitas interaksi manusia, melemahkan empati, dan memperburuk keterampilan sosial generasi mendatang. Kita perlu menyadari bahwa hadir secara fisik saja tidak cukup—kita juga perlu hadir secara mental dan emosional dalam interaksi langsung.
Langkah Kecil untuk Perubahan Besar
Untuk mengurangi phubbing, kita bisa memulai dari langkah-langkah kecil. Misalnya, meletakkan ponsel di luar jangkauan saat berbicara dengan orang lain, menetapkan waktu bebas ponsel setiap hari, atau mematikan notifikasi aplikasi yang tidak mendesak. Menjadikan ruang makan, ruang tidur, dan ruang diskusi sebagai zona bebas ponsel juga bisa membantu.
Kesadaran digital adalah kunci. Ponsel seharusnya menjadi alat bantu, bukan penghalang hubungan antarmanusia. Dengan mengurangi phubbing, kita tidak hanya menghormati orang lain, tetapi juga melindungi kesehatan mental kita sendiri.
Kesimpulan: Pilih Hadir, Bukan Sibuk
Phubbing adalah fenomena modern yang mencerminkan hubungan yang kompleks antara manusia dan teknologi. Meskipun sulit kita hindari sepenuhnya, kita bisa meminimalkan dampaknya dengan membangun kesadaran dan menerapkan batasan penggunaan gawai. Hubungan yang sehat membutuhkan perhatian, dan perhatian adalah bentuk paling dasar dari kasih sayang.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
