SURAU.CO – Al-Quran adalah panduan hidup utama bagi setiap muslim. Kita semua tahu, membaca Al-Quran akan mendatangkan pahala. Namun, ada cara lain untuk meraih pahala melimpah, yaitu dengan mendengarkan lantunan ayatnya. Allah SWT bahkan menjanjikan ganjaran khusus bagi mereka yang menyimaknya dengan saksama. Tentu, kita perlu mengikuti adab yang benar untuk meraih keutamaan ini. Dengan adab tersebut, kita tidak lagi sekadar mendengar, tetapi aktif menyimak, meresapi, dan mengambil pelajaran.
Lantunan Ayat Suci yang Menggetarkan Iman
Aktivitas mendengarkan Al-Quran memiliki kekuatan yang luar biasa. Lantunan ayat-ayatnya sanggup menyentuh hati dan memperkuat iman seseorang. Allah SWT sendiri menegaskan fakta ini dalam firman-Nya, yang menunjukkan betapa mulianya amalan ini. Karena itu, seorang mukmin sejati akan merasakan getaran iman dalam hatinya saat mendengar ayat Allah.
Allah berfirman dalam Surat Al-Anfal ayat 2:
“إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتْهُمْ إِيمَٰنًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ”
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.”
Ayat ini secara jelas menunjukkan hubungan langsung antara Al-Quran dan keimanan. Artinya, mendengarkan Al-Quran secara efektif dapat meningkatkan iman kita. Hati yang beriman akan langsung merespons panggilan ilahi ini. Hal tersebut membuktikan keagungan firman Allah, sehingga kita wajib mendengarkannya dengan penuh perhatian.
Adab Inti: Diam, Fokus, dan Menghormati
Untuk membantu kita meraih keutamaan ini, para ulama telah merumuskan adab-adabnya. Adab yang paling utama adalah menjaga suasana tetap tenang dan khusyuk. Oleh sebab itu, kita harus menghindari obrolan atau aktivitas lain yang bisa mengalihkan fokus. Sebaiknya, hentikan sejenak semua kesibukan sebagai bentuk nyata penghormatan kita terhadap kalam Allah.
Syekh Jalaluddin As-Suyuthi memberikan panduan yang sangat jelas. Dalam karya agungnya, Al-Itqan fi Ulumil Qur’an, beliau menyatakan:
“يسن الاستماع لقراءة القرآن وترك اللغط والحديث بحضور القراءة قال تعالى وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْnَ”
Artinya: “(Kita) disunnahkan untuk mendengarkan bacaan Al-Qur’an, tidak berisik (gaduh) dan berbicara saat pembacaan Al-Qur’an sebagaimana firman Allah (Surat Al-A’raf ayat 204). Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.”
Panduan ulama ini menekankan dua tindakan utama. Pertama, kita harus menyimak dengan sungguh-sungguh. Kedua, kita wajib diam dan menjaga ketenangan. Dengan menjalankan kedua hal tersebut, kita membuka peluang besar untuk meraih rahmat Allah.
Menuju Kesempurnaan: Memahami Makna Ayat
Namun, adab mendengarkan Al-Quran tidak berhenti pada sikap diam saja. Ulama besar lainnya, Syekh Burhanuddin Az-Zarkasyi, mengajak kita untuk naik ke tingkat selanjutnya. Beliau mendorong kita agar tidak hanya menyimak, tetapi juga aktif berupaya memahami makna yang terkandung di dalamnya. Dengan kata lain, aktivitas mendengarkan seharusnya menjadi pintu gerbang menuju perenungan atau tadabur.
Dalam kitabnya, Al-Burhan fi Ulumil Qur’an, beliau menjelaskan:
“مسألة: في آداب الاستماع استماع القرآن والتفهم لمعانيه من الآداب المحثوث عليها ويكره التحدث بحضور القراءة قال الشيخ أبو محمد بن محمد عبد السلام والاشتغال عن السماع بالتحدث بما لا يكون أفضل من الاستماع سوء أدب على الشرع وهو يقتضي أنه لا بأس بالتحدث للمصلحة”
Artinya: “Masalah perihal adab mendengarkan bacaan Al-Qur’an. Mendengarkan Al-Qur’an dan berusaha memahami maknanya termasuk adab yang dianjurkan. Sementara sibuk bicara saat pembacaan Al-Qur’an hukumnya makruh. Syekh Abu Muhammad bin Muhammad Abdus Salam mengatakan bahwa sibuk mendengarkan sembari bicara yang tidak penting masih lebih utama daripada mendengarkan Al-Qur’an dengan adab yang buruk menurut syariat. Ini menunjukkan bicara untuk kemaslahatan tertentu saat pembacaan Al-Qur’an tidak masalah.”
Penjelasan ini memberikan kita perspektif yang lebih luas. Selain mendorong kita memahami makna, syariat juga menunjukkan sifatnya yang fleksibel. Berbicara memang makruh, tetapi jika ada kebutuhan mendesak yang membawa maslahat, maka hal itu tidak menjadi masalah.
Menerapkan Adab Mulia dalam Keseharian
Lalu, bagaimana cara kita mempraktikkan semua adab ini setiap hari? Caranya sangat mudah. Misalnya, saat Anda mendengar lantunan Al-Quran, segera kecilkan volume perangkat elektronik Anda. Ketika Anda berada di majelis ilmu, pusatkan seluruh perhatian pada bacaan Quran. Begitu pula saat di dalam mobil, Anda dapat memutar murattal dan mencoba meresapi maknanya.
Pada dasarnya, dengan menerapkan adab-adab ini, kita secara aktif menunjukkan cinta kita kepada Al-Quran dan Allah SWT. Semoga Allah menggolongkan kita sebagai hamba yang senantiasa Ia rahmati. Mari kita jadikan setiap kesempatan mendengarkan Al-Quran sebagai sebuah ibadah aktif yang akan mengokohkan iman dan melipatgandakan pahala.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
