SURAU.CO. Pesantren Musthafawiyah menjadi saksi bisu perjalanan Islam di Sumatera. Lembaga ini merupakan salah satu pesantren tertua di pulau tersebut. Lokasinya berada di Desa Purba Baru, Mandailing, Sumatera Utara. Sejak didirikan pada 12 November 1912, pesantren ini terus berdiri kokoh. Ia menjadi mercusuar ilmu bagi ribuan santri dari generasi ke generasi. Peranannya sangat besar dalam pengembangan Islam di Mandailing.
Kisah pesantren ini tak terlepas dari sosok pendirinya. Beliau adalah Syekh Haji Musthafa Husein Nasution. Seorang ulama karismatik kelahiran Tano Bato. Dedikasinya terhadap ilmu agama sangatlah mendalam. Selama 13 tahun, beliau menimba ilmu di kota suci Makkah. Tepatnya dari tahun 1319 H hingga 1332 H. Pengetahuan dan pengalaman di sana membentuk visinya. Beliau bertekad menyebarkan ilmu agama di tanah kelahirannya.
Awal Mula Perjuangan dan Hijrah
Syekh Musthafa Husein memulai misinya setelah kembali ke Mandailing. Beliau mulai mengajar di surau dan masjid sekitar. Pusat pengajarannya berada di sekitar pasar Tanobato. Antusiasme masyarakat mendorongnya mendirikan sebuah madrasah. Pada tahun 1912, madrasah itu resmi berdiri di Tano Bato. Ini menjadi cikal bakal pesantren yang kita kenal sekarang.
Namun, perjalanan dakwahnya menghadapi ujian. Pada tahun 1915, banjir besar melanda wilayah tersebut. Bencana ini memaksa Syekh Musthafa Husein mencari lokasi baru. Beliau dan keluarganya pun hijrah ke Desa Purba Baru. Sekitar 20 santri setia ikut menyertainya dalam perpindahan itu. Di sinilah babak baru dimulai. Pondok pesantren tersebut terus tumbuh dan berkembang hingga hari ini.
Sistem Pendidikan Terpadu: Tradisi dan Modernitas
Pesantren Musthafawiyah memegang teguh tradisi keilmuan Islam. Fokus utamanya adalah pembelajaran kitab klasik atau kitab kuning. Para santri mendalami berbagai cabang ilmu agama secara mendalam. Ini menjadi fondasi utama kurikulum pesantren. Namun, pesantren tidak menutup diri dari perkembangan zaman.
Lembaga ini juga mengadopsi kurikulum nasional. Para santri mempelajari materi sains, ilmu sosial, hingga bahasa. Integrasi ini menghasilkan lulusan yang berwawasan luas. Mereka kuat dalam ilmu agama dan cakap dalam ilmu umum. Selain itu, pesantren memberikan ijazah mu’adalah. Ijazah ini merupakan pengakuan resmi dari Kementerian Agama. Statusnya setara dengan ijazah Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA).
Membuka Gerbang Pendidikan Global
Salah satu daya tarik utama pesantren ini adalah kesempatan studi lanjut. Pesantren Musthafawiyah membuka gerbang pendidikan global bagi para santrinya. Banyak alumni berprestasi mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Mereka melanjutkan studi ke berbagai pusat keilmuan Islam dunia. Beberapa negara tujuan antara lain Mesir, Suriah, dan Yordania. Ada juga yang ke Yaman, India, Makkah, Maroko, Sudan, hingga Pakistan. Hal ini membuktikan kualitas pendidikan yang diakui secara internasional.
Warisan Intelektual dan Perjuangan Bangsa
Pengaruh Pesantren Musthafawiyah sangat luas. Lembaga ini dianggap sebagai pelopor pendidikan agama di Sumatera Utara. Khususnya di wilayah Tapanuli bagian Selatan pada awal abad ke-20. Alumninya tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Banyak dari mereka menjadi tokoh masyarakat dan ulama terkemuka. Sebagian lainnya melanjutkan studi ke berbagai perguruan tinggi ternama.
Warisan Syekh Musthafa tidak berhenti di situ. Beliau bukan hanya seorang ulama besar. Beliau juga seorang wiraswasta yang sukses dan cendekiawan pejuang. Syekh Musthafa adalah tokoh pergerakan nasional. Ia aktif melawan penjajahan Belanda dan Jepang. Perjuangannya meninggalkan jejak abadi. Namanya diabadikan pada salah satu gedung utama di UIN Sumatera Utara. Pesantren ini juga menjadi embrio berdirinya Universitas Nahdlatul Ulama Sumatera Utara (UNUSU).
Syekh Musthafa Husein wafat pada 5 November 1955. Beliau meninggal dunia pada usia 70 tahun. Namun, warisannya terus hidup melalui ribuan santri dan alumni yang melanjutkan perjuangannya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
