Sosok
Beranda » Berita » KH Miftachul Akhyar Bicara Kader NU

KH Miftachul Akhyar Bicara Kader NU

Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar menyampaikan taujihat mendalam tentang pentingnya pemahaman geopolitik, kematangan spiritual, serta kesiapan kader NU dalam memikul amanah kekhalifahan. ( Foto .ist)

SURAU.CO. Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar, memberikan arahan mendalam pada kader NU. Kiai Achyar menekankan pentingnya pemahaman geopolitik bagi seluruh kader NU. Menurutnya kesiapan ini harus berimbang dengan kematangan spiritual. Hal tersebut bertujuan agar kader siap memikul amanah kekhalifahan pada tingkat global.

Pesan kuat ini beliau sampaikan dalam forum Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN NU).Menurut Kiai Miftach, Allah memberikan manusia beragam pengalaman hidup. Pengalaman ini menjadi bagian dari proses pendidikan ruhani (spiritual). “Kita diberikan beberapa pengalaman-pengalaman. Bukan hanya pengalaman yang baik, tapi pengalaman-pengalaman yang tidak baik. Kenapa? Biar kita bisa mengantisipasi,” ujar Kiai Miftach.

 

Belajar dari Keburukan untuk Antisipasi

Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya ini mengutip pandangan Imam Al-Ghazali. Belajar tentang keburukan bukan untuk melakukannya. Namun, tujuannya adalah untuk memahami cara menghindarinya. “Saya belajar terhadap kejelekan, bukan karena kejelekannya yang saya pelajari, tapi bagaimana cara saya bisa menolak, mengantisipasinya,” tuturnya. Pemahaman ini sangat krusial, lanjut Kiai Miftach,  karena seseorang perlu memahami kondisi jahiliah. Dengan begitu, ia akan lebih mengenal hakikat ajaran Islam.

Kiai Miftah menambahkan bahwa ssahabat Umar bin Khattab pernah memberikan pernyataan senada. “Orang yang tidak mengerti tidak tahu bagaimana keadaan-keadaan jahiliah, perilaku-perilaku jahiliah itu, maka dia tidak akan mengenal Islam secara sembunyi,” terang Kiai Miftach.

KH. Abdullah Umar Al-Hafidz: Sosok Ulama Penjaga Al-Qur’an dari Semarang

Rasulullah SAW sebagai Pendidik Utama

Kiai Miftach menegaskan bahwa Rasulullah SAW adalah simbol tertinggi pendidikan. Beliau berhasil mengubah masyarakat jahiliah menjadiarah menjadi umat yang mengenal tujuan hidup. Rasulullah SAW adalah pendidik dan pengajar pertama (al-Murabbi al-Awwal, al-Muallim al-Awwal). “Rasulullah Saw menyatakan dalam satu hadits: Innama bu’itstu mu’alliman. Bahwasanya aku diutus hanyalah untuk sebagai pengajar, pendidik. Hampir sama dengan hadits Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlak,” katanya.

Pendidikan dari Rasulullah SAW terbukti mampu mengubah individu secara total. Kiai Miftach mencontohkan kisah Sahabat Abdullah bin Mas’ud. Ia awalnya hanya seorang penggembala kambing sederhana. “Dia tahunya hanya berapa jumlah domba yang warna ini, warna itu. Tapi setelah meminum air pendidikan Rasulullah Saw, akhirnya Imam Abu Hanifah di Kufah mendirikan yayasan pendidikan dengan nama sahabat Abdullah bin Mas’ud,” jelasnya.

Contoh lain adalah Umar bin Khattab. Ia dikenal sebagai sosok yang sangat keras sebelum masuk Islam. Namun, setelah mendapat bimbingan Rasulullah, ia menjadi pemimpin besar yang adil. “Bahkan siap untuk menjadi bodyguard. Tapi begitu memeluk Rasulullah, akhirnya menjadi orang yang disebut-sebut: andai ada Nabi lagi, Umarlah orangnya,” ujarnya.

Tantangan Geopolitik dan Tiga Misi Utama

Rais Aam mengingatkan tentang tantangan zaman sekarang. Menurut Kiai Miftach, banyak kritik bersifat merusak, bukan membangun. Hal ini muncul dari penyakit hati yang tidak mau mengakui kebenaran. “Yang ada bukan kritik konstruktif, tapi kritik destruktif. Yang ada hanya menyalahkan, membohongkan. Yaitu karena penyakit Bani Israil,” tuturnya.

Ia menggambarkan kondisi umat dengan perumpamaan sebuah kapal. Dalam kapal itu, ada penumpang yang baik dan ada yang berbuat kerusakan. Jika perusak tidak dihentikan, seluruh kapal akan tenggelam. “Kalau tidak segera orang ini ditangkap, diamankan, dia tenggelam semuanya. Dia tenggelam, penumpang yang lain juga. Tapi kalau dengan sigap ditangkap dan diamankan, maka seluruh penumpang ini akan selamat,” jelasnya.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Metafora ini relevan dengan pemahaman geopolitik dan geoekonomi. Menurut Kiai Miftach, penjajahan di Indonesia terjadi karena hegemoni ekonomi. Kepentingan politik hanya menjadi pintu masuk untuk menguasai sumber daya.

Oleh karena itu, setiap kader NU harus memegang teguh tiga misi utama kehidupan. “Pertama, kita ingin menjadi khalifatullah. Lalu, Allah memerintahkan kalian memakmurkan bumi ini. Dan yang terakhir, semua itu harus bernilai ibadah,” ujarnya. Kekuasaan dalam Islam, tegasnya, bukan sekadar tentang wilayah. Namun, ia berskala global dan membawa misi kemanusiaan yang luhur.

Figur Kharismatik

KH Miftachul Akhyar adalah figur ulama yang kharismatik. Beliau kemudian menjadi Rais Aam PBNU masa khidmat 2021-2026. Keputusan ini diambil melalui musyawarah sembilan anggota Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwa) pada Muktamar ke-34 NU. Sebelumnya, beliau juga mengemban amanah sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2020-2025.

Melansir laman nu.or.id. , Kiai Miftach lahir pada tahun 1953 di Surabaya. Beliau merupakan putra dari KH Abdul Ghoni, Pengasuh Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq. Perjalanan intelektualnya sangat panjang. Beliau menimba ilmu di berbagai pesantren besar. Di antaranya Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas dan Pondok Pesantren Sidogiri. Beliau juga pernah nyantri di Lasem kepada KH Masduqie Allasimy. Karena kecerdasan dan akhlaknya, beliau kemudian menjadi menantu sang kiai.

Setelah pengembaraan ilmunya, Kiai Miftachul Akhyar mendirikan Pondok Pesantren Miftahussunnah di Surabaya. Beliau merintisnya dari nol di kawasan yang dulunya kurang ramah terhadap dakwah. Namun, berkat ketinggian ilmu dan keluhuran budinya, beliau berhasil mengubah citra kampung tersebut.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Kiprahnya di NU dimulai dari tingkat cabang. Beliau pernah menjabat Rais Syuriyah PCNU Surabaya. Kemudian, ia menjadi Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur selama dua periode. Hingga akhirnya diamanahi sebagai Wakil Rais Aam dan kini menjadi Rais Aam PBNU. Sosoknya yang sederhana dan mengayomi menjadi teladan bagi banyak orang.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement