Nasional
Beranda » Berita » Pedagang Kecil Kecewa Warungnya Dibongkar, Begini Respon Dedi Mulyadi

Pedagang Kecil Kecewa Warungnya Dibongkar, Begini Respon Dedi Mulyadi

Pedagang Kecil Kecewa Warungnya Dibongkar, Begini Respon Dedi Mulyadi

SURAU.COGubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, sorotan tajam mengarah padanya setelah pemerintah membongkar puluhan warung di Kampung Gabus, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi. Aksi pembongkaran ini memicu kritik keras dari warga yang merasa dirugikan. Video kekecewaan warga yang kehilangan lapak usahanya dengan cepat viral di media sosial. Menanggapi situasi yang memanas ini, Dedi Mulyadi memberikan respons. Ia mengakui telah berhadapan langsung dengan warga terdampak. Ia mencoba menjelaskan duduk persoalan. Dedi Mulyadi juga menawarkan solusi di tengah amarah warga. Dedi menegaskan bahwa pemerintah harus mengambil keputusan tersebut demi kepentingan yang lebih besar.

Alasan di Balik Keputusan Kontroversial Pembongkaran

Dedi Mulyadi memaklumi jika para pedagang kecil merasa sangat kecewa. Kehilangan tempat usaha tentu menjadi pukulan berat bagi penghasilan mereka. “Pasti kecewa, pasti ada pedagang kecil yang kecewa. Intinya tak akan bisa memuaskan semua pihak, tapi pemimpin harus memilih demi kebaikan,” ujar Dedi. Kompas.com melansir pernyataannya saat ia memberikan konfirmasi melalui sambungan telepon pada Kamis (19/6/2025). Dedi menekankan bahwa seorang pemimpin terkadang harus mengambil keputusan yang tidak populer. Terutama jika keputusan tersebut bertujuan untuk penataan wilayah. Kepentingan publik jangka panjang juga menjadi pertimbangannya.

Namun, Dedi Mulyadi juga menegaskan bahwa pemerintah akan memberikan solusi. Solusi ini ia khususkan bagi para pedagang kecil yang benar-benar menjadi korban keadaan. Ia tidak akan membiarkan mereka kehilangan mata pencaharian begitu saja. Akan tetapi, sikapnya berbeda terhadap pihak-pihak tertentu. Terutama bagi mereka yang sengaja mendirikan bangunan. Kemudian, mereka menyewakannya di atas tanah milik negara. Bagi kelompok ini, Dedi menyatakan tidak ada ruang toleransi sama sekali.

Menindak Tegas Praktik Penyewaan Lahan Negara Ilegal

“Karena tujuan dia di situ adalah menggunakan tanah negara untuk diperjualbelikan, disewakan,” tegasnya. Menurut Dedi, praktik penyewaan bangunan liar di bantaran sungai atau lahan negara seringkali melibatkan jaringan bisnis ilegal. Oknum-oknum ini tanpa izin membangun di atas tanah negara. Setelah itu, mereka menyewakannya kepada para pedagang kecil dengan harga yang bervariasi. Praktik semacam ini jelas sangat merugikan negara. Selain itu, praktik ini juga merugikan para pedagang kecil. Mereka terpaksa membayar sewa untuk lahan yang seharusnya tidak boleh mereka perjualbelikan.

“Satu lapak disewakan sejuta atau Rp 500.000. Kalau dia kuasai 50 lapak, sudah Rp 50 juta,” jelas Dedi. Ia menggambarkan bagaimana praktik ilegal ini bisa menghasilkan keuntungan besar bagi oknum-oknum tertentu. Ia juga mengungkapkan sebuah fakta menarik. Sebagian besar warga sebenarnya menerima tindakan pembongkaran tersebut. Hanya segelintir pihak saja yang melakukan protes keras. Diduga kuat, pihak yang melakukan protes keras ini adalah mereka yang memiliki kepentingan bisnis. Kepentingan ini dari penyewaan lapak ilegal tersebut.

Peduli Sumatera: Saat Saudara Kita Menjerit, Hati Kita Harus Bangkit

Dialog Langsung dan Kondisi Rawan Penyalahgunaan Lahan di Tambun Utara

“Yang dibongkar 50 bangunan, yang marah satu. Saya berhadapan langsung dengan orangnya, negosiasi minta ganti rugi. Tahu saya,” katanya. Dedi pun menyebut beberapa wilayah, termasuk Tambun Utara, sebagai daerah yang sangat rawan. Rawan terhadap praktik penyalahgunaan lahan negara. Hal ini terjadi karena lokasinya yang strategis. Serta kedekatannya dengan kawasan industri yang ramai dan berkembang pesat. “Semua orang berburu ke situ. Yang penting dapat duit, dan dimanfaatkan—nyewakan bangunan di lahan negara,” ucap Dedi.

Jeritan Hati Irwansyah, Pedagang Kopi yang Tergusur Akibat Kebijakan

Di sisi lain, suara kekecewaan dari warga terdampak penggusuran juga sangat terasa dan memilukan. Irwansyah (51), seorang penjual kopi di Kampung Gabus, Desa Srimukti, Tambun Utara, adalah salah satu contohnya. Ia punya alasan tersendiri merasa sangat kecewa dengan tindakan Dedi Mulyadi. Kekecewaan mendalam terhadap Gubernur Jawa Barat itu muncul setelah Satpol PP tiba-tiba menggusur warung kopinya. Penggusuran ini ia rasakan tanpa ada pemberitahuan yang jelas dan layak sebelumnya. Ia merasa pemerintah telah mengkhianatinya. Terutama oleh sosok pemimpin yang dulu ia pilih dan ia dukung dengan penuh harapan.

“Enggak mau milih lagi (Dedi Mulyadi) saya, sudah kecewa. Saya rakyat kecil, jual kopi Rp1.000–Rp2.000, keuntungannya buat nafkahin anak saya, kalau begini kan saya mau makan dari mana, kerjaan susah,” kata Irwansyah dengan nada getir. Kompas.com juga melansir pernyataan memilukan ini. Irwansyah mengaku sangat terkejut dan tidak menyangka. Pembongkaran terjadi hanya beberapa hari setelah Dedi Mulyadi datang berkunjung ke wilayahnya. Ia sangat menyayangkan tidak adanya pemberitahuan langsung. Terutama saat gubernur hadir di tengah-tengah warga dan berdialog. “Enggak dikasih tahu (saat Dedi Mulyadi berkunjung ke Kampung Gabus), cuma ngonten doang,” sindir Irwansyah, mengungkapkan kekecewaannya.

Ia juga mengklaim bahwa mayoritas warga yang bangunannya pemerintah gusur adalah pendukung Dedi Mulyadi. Dukungan ini mereka berikan saat pemilihan gubernur yang lalu. Rasa kecewa itu pun membekas sangat dalam. Ia bahkan berharap sang gubernur tidak melanjutkan masa jabatannya lebih dari satu periode. “Ya terserah pemerintah mau diganti ya syukur, kalau enggak ya sudah, saya ikhlasin, paling Dedi Mulyadi satu periode,” imbuhnya pasrah.

Asosiasi Ma’had Aly Dorong PenguatanDirektorat Jenderal Pesantren

Klarifikasi Pemerintah Kecamatan dan Dasar Hukum Pembongkaran

Sementara itu, Camat Tambun Utara, Najmuddin, mencoba memberikan sedikit ruang harapan. Harapan ini ia sampaikan kepada warga yang terdampak penggusuran. Menurutnya, warga tetap bisa melanjutkan aktivitas berdagang di lokasi yang sebelumnya mereka gunakan. Asalkan, mereka tidak kembali mendirikan bangunan permanen di atas lahan milik negara tersebut. “Kalau untuk berdagang selagi itu bermanfaat silakan saja, enggak dilarang. Yang enggak boleh itu dibangun bangunan permanen,” kata Najmuddin. Pernyataan ini setidaknya memberikan sedikit kelegaan bagi para pedagang kecil yang kebingungan.

Publik mengetahui bahwa kunjungan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Kampung Gabus beberapa waktu lalu memang menyisakan kekecewaan. Terutama bagi sebagian warga yang lapaknya pemerintah bongkar secara paksa. Alih-alih membawa angin segar harapan baru, lawatan tersebut justru menjadi sinyal awal dari penggusuran sekitar 50 bangunan liar. Bangunan-bangunan ini selama ini warga huni dan mereka manfaatkan. Baik untuk tempat tinggal maupun untuk mendirikan usaha kecil guna menyambung hidup sehari-hari.

Proses Pembongkaran dan Rencana Penataan Kawasan

Pada Rabu (18/6/2025), Satpol PP Kabupaten Bekasi mengerahkan personelnya untuk melakukan pembongkaran. Mereka membongkar bangunan-bangunan yang berdiri di sepanjang Jalan Kong Isah. Pemerintah melakukan pembongkaran ini karena bangunan tersebut menempati tanah milik negara. Secara spesifik, tanah tersebut milik Perum Jasa Tirta. Perum Jasa Tirta adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN ini bergerak di bidang pengelolaan sumber daya air. Pemerintah daerah menyebut akan menormalisasi kawasan itu. Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jawa Barat juga berencana akan membangun fasilitas publik di sana. “Setelah penertiban akan melaksanakan normalisasi dari Perum Jasa Tirta, dari SDA Jawa Barat juga sama akan dilakukan pembangunan, kita juga dari pemerintah daerah juga sama,” kata Kepala Bidang Trantib Satpol PP Kabupaten Bekasi, Ganda Sasmita, di lokasi pembongkaran.

Ganda menjelaskan lebih lanjut bahwa pembongkaran ini merupakan perintah langsung dari Gubernur Dedi Mulyadi. Gubernur menyampaikan perintah ini melalui Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang. Perintah ini keluar usai kunjungan Dedi Mulyadi ke lokasi beberapa hari sebelumnya. “Ini didasari dari kunjungan Pak Gubernur, kemudian meminta kepada Pak Bupati untuk menertibkan bangunan yang ada di Srimukti,” ujar Ganda. Kasus ini jelas menunjukkan betapa kompleksnya persoalan penataan wilayah. Terutama jika melibatkan kepentingan masyarakat kecil dan upaya penegakan aturan. Oleh karena itu, dialog yang konstruktif dan solusi yang adil menjadi kunci utama penyelesaiannya.

Banjir Peminat, Kemenag Tambah Madrasah Aliyah Unggulan

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement