“Tidak Usah Shalat Asalkan Akhlaknya Baik”: Sebuah Kekeliruan yang Perlu Diluruskan.
Di era digital seperti saat ini, kita sangat mudah menjumpai berbagai slogan, kutipan, atau ungkapan yang terdengar menarik di permukaan, tetapi mengandung kekeliruan mendasar dalam makna. Salah satunya adalah pernyataan: “Tidak usah shalat asalkan akhlaknya baik.” Ungkapan ini sekilas terdengar logis dan penuh toleransi, namun apabila dikaji dari sudut pandang agama Islam, pernyataan ini bisa menyesatkan dan membahayakan akidah.
Dalam gambar yang Anda kirim, terdapat kutipan dari salah satu ulama besar, Syaikh Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah, yang menyatakan dengan tegas:
> “Seseorang yang mengerjakan sebuah kebaikan lalu ia pun bersedekah, baik pergaulannya, baik akhlaknya, menyambung silaturahmi, dan selain dari itu tetapi dia tidak mengerjakan shalat, maka semua perbuatan baiknya tersebut tidaklah bermanfaat bagi dirinya di sisi Allah.”
Pernyataan ini bersumber dari Majmu’ Fatawa beliau, dan menegaskan bahwa shalat adalah tiang utama dalam agama, dan tanpa shalat, amal-amal kebaikan lainnya tidak memiliki nilai di sisi Allah SWT.
Hakikat Shalat dalam Islam
Shalat bukan hanya ibadah formal lima waktu yang dilakukan oleh umat Muslim. Shalat adalah tiang agama, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
> “Pokok segala urusan adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat.” (HR. Tirmidzi)
Shalat menjadi pembeda antara iman dan kekufuran. Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:
> “Sesungguhnya pembeda antara seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.”
(HR. Muslim)
Hal ini menunjukkan bahwa shalat memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Ia bukan sekadar ritual, tetapi manifestasi keimanan seseorang. Shalat adalah bentuk komunikasi langsung antara hamba dengan Tuhannya, sekaligus pengingat agar tidak terjerumus dalam keburukan.
Akhlak Tanpa Shalat: Ibarat Bangunan Tanpa Pondasi
Ungkapan “yang penting akhlaknya baik” seringkali digunakan sebagai pembenaran untuk meninggalkan shalat. Padahal dalam Islam, akhlak yang baik bukan pengganti ibadah, melainkan pelengkapnya. Akhlak adalah buah dari iman yang kokoh, dan iman yang kokoh dibangun di atas fondasi ibadah yang benar, terutama shalat.
Orang yang tidak shalat, tetapi memiliki akhlak baik, mungkin akan dihargai di mata manusia. Namun, nilai amal itu di sisi Allah SWT akan sangat rendah bahkan bisa jadi tidak ada nilainya, jika orang tersebut meninggalkan kewajiban utama dalam Islam.
Ibaratnya seperti bangunan megah tanpa pondasi. Mungkin tampak indah dari luar, tetapi akan roboh saat diuji. Demikian pula akhlak tanpa shalat, akan runtuh di hadapan Allah SWT yang telah mewajibkan shalat bagi seluruh umat-Nya.
Shalat: Cerminan dari Akhlak
Ironisnya, orang yang benar-benar menjaga shalatnya dengan khusyuk dan ikhlas, justru akan memiliki akhlak yang baik. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an:
> “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”
(QS. Al-Ankabut: 45)
Shalat bukan hanya gerakan fisik, tetapi proses pendidikan jiwa. Orang yang shalat secara benar akan memiliki hubungan yang kuat dengan Allah dan sesama manusia. Ia akan merasa diawasi, merasa bertanggung jawab, dan termotivasi untuk berbuat baik.
Sebaliknya, jika seseorang mengaku memiliki akhlak baik namun tidak mengerjakan shalat, maka perlu dipertanyakan: dari mana ia mendapatkan kekuatan moral itu? Apakah nilai-nilai itu akan bertahan lama tanpa adanya koneksi ruhani dengan Allah?
Dalih Modernitas dan Relativisme Moral
Banyak yang menganggap bahwa agama adalah urusan pribadi dan bahwa akhlak cukup sebagai ukuran seseorang. Ini adalah bentuk relativisme moral, di mana standar kebaikan tidak lagi didasarkan pada syariat, tetapi pada opini dan perasaan. Padahal, dalam Islam, kebaikan itu diukur berdasarkan ketaatan terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya, bukan semata berdasarkan pandangan manusia.
Meninggalkan shalat lalu berkata “saya tetap baik kok” adalah seperti seorang tentara yang tidak ikut latihan tempur tapi merasa cukup hanya dengan menjaga kedisiplinan. Kebaikan tanpa landasan ibadah bisa membuat seseorang merasa cukup dengan amal lahiriah, padahal secara ruhani kosong.
Mengapa Amal Kebaikan Tanpa Shalat Tidak Bernilai di Sisi Allah?
1. Karena meninggalkan kewajiban besar (shalat) adalah dosa besar.
Seorang Muslim yang tidak menunaikan shalat telah meninggalkan kewajiban terbesar setelah dua kalimat syahadat. Ini menunjukkan kelalaian dan pembangkangan terhadap perintah Allah.
2. Karena shalat adalah bentuk syukur dan pengakuan hamba terhadap Tuhannya.
Bagaimana bisa seseorang dianggap tulus dalam kebaikannya jika tidak mau bersujud kepada Dzat yang menciptakannya?
3. Karena amal ibadah saling melengkapi dan menopang.
Sedekah, silaturahmi, dan kebaikan lainnya merupakan sunnah atau amal sosial. Namun pondasinya tetap pada ibadah pribadi, terutama shalat.
4. Karena Allah menilai amal berdasarkan niat dan ketundukan.
Orang yang tidak shalat berarti telah memutus hubungan vertikal dengan Tuhannya. Bagaimana amal horizontalnya (kepada sesama manusia) bisa murni karena Allah?
Solusi: Ajak dengan Bijak, Bukan Menghakimi
Penting untuk memahami bahwa tujuan dari membahas hal ini bukan untuk menghakimi orang yang tidak shalat, melainkan sebagai bentuk kasih sayang dan pengingat. Banyak orang yang meninggalkan shalat bukan karena sombong atau ingkar, tapi karena tidak paham pentingnya.
Di sinilah peran dakwah dengan hikmah. Sampaikan kebenaran dengan kelembutan. Tunjukkan bahwa shalat bukan beban, tapi kebutuhan. Ajak mereka untuk mencicipi kelezatan berdialog dengan Allah. Beri contoh, bukan hanya kata.
Penutup: Keseimbangan antara Ibadah dan Akhlak
Islam adalah agama yang seimbang. Ia tidak hanya menekankan hubungan dengan Allah, tapi juga dengan manusia. Namun urutan tetaplah penting: ibadah kepada Allah adalah pondasi, akhlak kepada sesama adalah bangunan yang berdiri di atasnya.
Meninggalkan shalat namun tetap merasa baik hati, seperti seseorang yang mencuci muka tapi lupa mandi. Tampak bersih sebagian, tapi belum suci sepenuhnya. Kebaikan sejati adalah yang bersumber dari keimanan, dan iman tidak akan kokoh tanpa shalat.
Mari kita renungkan kutipan Syaikh Shalih Al-Utsaimin:
> “Maka semua perbuatan baiknya tersebut tidaklah bermanfaat bagi dirinya di sisi Allah.”
Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk menjaga shalat, memperbaiki akhlak, dan menjadi hamba yang diridhai di dunia dan akhirat. (Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
