Menyesal di Akhirat Karena Mengikuti Tokoh yang Menyesatkan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Furqan ayat 27-29:
> “Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit kedua tangannya, seraya berkata: ‘Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.’ Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.”
Ayat ini adalah peringatan yang sangat tegas dan mendalam dari Allah kepada umat manusia agar berhati-hati dalam memilih teman, panutan, dan jalan hidup. Dalam kehidupan dunia, kita seringkali tertarik kepada tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar. Mereka mungkin memiliki pengikut yang banyak, retorika yang menarik, atau tampak penuh semangat dan energi. Tapi tidak semua yang tampak menarik itu benar. Tidak semua tokoh yang terkenal adalah tokoh yang membawa kita kepada kebenaran.
1. Bahaya Mengikuti Tokoh Tanpa Ilmu
Di zaman ini, informasi menyebar dengan sangat cepat. Lewat media sosial, YouTube, dan platform digital lainnya, siapa saja bisa tampil seperti “ustadz”, “habib”, “guru”, atau “tokoh”. Mereka berbicara agama, menyampaikan ceramah, bahkan mengeluarkan “fatwa” tanpa dasar ilmu yang shahih.
Jika seseorang tidak memiliki pondasi ilmu, maka ia akan mudah terjebak dalam perkataan yang keliru, atau bahkan sesat. Dan lebih berbahaya lagi, jika perkataan itu dikemas dengan kata-kata yang indah dan menenangkan, padahal substansinya menyimpang dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah munculnya orang-orang bodoh yang berbicara tentang agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mereka mungkin terlihat alim, menggunakan gelar keagamaan, memakai simbol-simbol keislaman, namun isi ajarannya menyimpang. Inilah yang disebut oleh ulama sebagai tokoh bid’ah dan da’i syubhat — mereka menyampaikan kebenaran yang tercampur kebatilan. Maka, sangat penting bagi setiap Muslim untuk belajar dan membentengi diri dengan ilmu syar’i yang benar.
2. Akibat Mengikuti Tokoh Sesat
Allah mengabarkan dalam ayat di atas bahwa orang zalim pada hari kiamat akan menggigit jari dan menyesal karena mengikuti tokoh sesat. Penyesalan ini bukan sekadar karena salah memilih teman, tetapi karena akibat dari pilihan itu adalah ketersesatan dari jalan Allah. Ketika seseorang mengidolakan tokoh sesat, maka ia bukan hanya terpengaruh dalam urusan dunia, tapi juga tersesat dalam urusan akhirat.
Penyesalan terbesar manusia bukan ketika kehilangan harta, jabatan, atau cinta. Tapi ketika ia sadar bahwa hidupnya di dunia dihabiskan untuk mengikuti ajaran yang salah, jalan yang menyimpang, dan tokoh yang ternyata menyesatkannya. Dan penyesalan itu datang ketika semua sudah terlambat.
3. Siapa Tokoh yang Harus Ditinggalkan?
Kita tidak boleh sembarangan menuduh atau memvonis seseorang sebagai sesat. Namun Islam memberikan parameter yang jelas siapa yang patut diikuti dan siapa yang harus ditinggalkan.
Tokoh yang harus ditinggalkan adalah:
Mereka yang menyampaikan ajaran yang tidak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih.
Mereka yang memutarbalikkan dalil demi kepentingan kelompok atau pengaruh pribadi.
Mereka yang mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan.
Mereka yang meremehkan akidah dan menjadikan perkara agama sebagai candaan.
Mereka yang menyebarkan syubhat (kerancuan) dan membuat umat bingung antara hak dan batil.
Sementara itu, para ulama dan ustadz yang mengikuti manhaj (jalan) para salafus shalih—yakni para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in—harus kita jadikan rujukan. Karena mereka adalah generasi yang paling memahami agama ini langsung dari sumbernya, dan dipuji oleh Rasulullah ﷺ sendiri.
4. Kewajiban Menjaga Diri dan Keluarga dari Fitnah Tokoh Sesat
Allah berfirman:
> “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. At-Tahrim: 6)
Kita bertanggung jawab bukan hanya atas diri kita, tapi juga atas keluarga dan anak-anak kita. Jangan sampai mereka tumbuh dengan menjadikan tokoh sesat sebagai panutan. Jangan biarkan media sosial, video ceramah palsu, dan konten yang mengandung syubhat menjadi makanan sehari-hari mereka. Tugas kita adalah mengarahkan, menjelaskan, dan membimbing mereka kepada ilmu yang benar.
5. Doa dan Usaha untuk Mendapatkan Hidayah
Tidak semua orang memiliki akses langsung kepada ulama yang lurus. Tapi siapa yang sungguh-sungguh ingin mencari kebenaran, pasti Allah akan membukakan jalan. Maka tugas kita adalah terus berdoa dan berusaha agar Allah menunjuki kita kepada jalan yang lurus, yakni jalan yang ditempuh oleh orang-orang shalih.
> “Ya Allah, tunjukkanlah kami kepada kebenaran sebagai kebenaran, dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya. Tunjukkanlah kebatilan sebagai kebatilan, dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.”
Penutup: Kritis, Bukan Fanatik
Menjaga diri dari tokoh-tokoh yang menyesatkan bukan berarti kita menjadi pembenci atau penghasut. Tapi kita harus kritis dalam beragama. Islam tidak melarang kita belajar dari siapa pun, tapi Islam mewajibkan kita memilih guru yang lurus akidahnya, bersih dari bid’ah dan syubhat. Karena iman bukan warisan, tapi amanah yang harus dijaga.
Mari introspeksi: Siapa yang selama ini kita dengarkan? Siapa yang kita ikuti? Apakah ajarannya membawa kita dekat kepada Al-Qur’an dan Sunnah, atau justru menjauh? Jangan sampai kita menjadi bagian dari orang-orang yang menggigit jari di akhirat kelak karena keliru dalam memilih panutan. (Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
