Masjid
Beranda » Berita » Masjid Pathok Nagara Sulthoni Plosokuning : Benteng Spiritual Kraton yang Otentik

Masjid Pathok Nagara Sulthoni Plosokuning : Benteng Spiritual Kraton yang Otentik

Masjid Plathok Nagara Sulthoni Ploso Kuning ( Foto : Dinas Kebudayaan Kundha Kabudayan Kabupaten Sleman)

SURAU.CO – Yogyakarta menyimpan banyak peninggalan bersejarah yang sarat makna. Di antara hiruk pikuk modernitas, berdiri kokoh sebuah bangunan sakral yang menjadi saksi bisu perjalanan Kesultanan Yogyakarta. Namanya adalah Masjid Pathok Negara Sulthoni Plosokuning. Meskipun tidak sepopuler Masjid Gedhe Kauman, masjid ini memiliki nilai historis yang luar biasa. Bahkan, ia diyakini sebagai salah satu masjid tertua milik Kraton.

Terletak di Jalan Plosokuning Raya, Desa Minomartani, Ngaglik, Sleman, masjid ini menjadi penanda spiritual di sisi utara Kraton. Pemerintah Kabupaten Sleman pun telah menetapkannya sebagai Bangunan Cagar Budaya. Penetapan ini tercantum dalam surat keputusan nomor 14.7/Kep.KDH/A/2017. Masjid Pathok Nagara Sulthoni Plosokuning bukan sekadar tempat ibadah. Ia adalah simbol perlindungan rohani yang menjaga keagungan Kraton Yogyakarta.

Sejarah Pendirian yang Kaya Versi

Menelusuri sejarah Masjid Pathok Nagara Sulthoni Plosokuning sangatlah menarik. Terdapat beberapa catatan berbeda mengenai waktu pendiriannya. Satu sumber menyebutkan masjid ini didirikan oleh Kyai Mursodo pada tahun 1724. Kyai Mursodo merupakan putra dari Kyai Nur Iman Mlangi, yang masih berkerabat dengan Sri Sultan Hamengkubuwono I.

Awalnya, bangunan masjid ini berada di selatan lokasinya sekarang. Setelah Sri Sultan Hamengkubuwono I selesai membangun Kraton dan Masjid Gedhe Kauman, beliau memindahkan masjid ini ke posisinya saat ini. Namun, sumber lain menyatakan masjid ini dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono III. Terlepas dari perbedaan catatan, semua sepakat bahwa masjid ini adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah Kesultanan Yogyakarta.

Nama “Plosokuning” sendiri berasal dari sebuah pohon. Konon, dahulu di sisi selatan masjid tumbuh subur pohon ploso yang bunganya berwarna kuning. Keberadaan pohon itulah yang menginspirasi nama masjid dan dusun di sekitarnya.

Masjid Soko Tunggal Tamansari: Keajaiban Satu Tiang di Jantung Yogyakarta

Arsitektur Penuh Filosofi dan Keaslian

Masjid Pathok Negoro Sulthoni Plosokuning sering disebut sebagai miniatur Masjid Gedhe Kauman. Arsitekturnya mengusung gaya khas masjid-masjid kesultanan di Jawa. Ciri utamanya adalah atap berbentuk tajug tumpang, yaitu atap limas yang bersusun. Di puncaknya, terpasang mustoko (mahkota) model meru yang terbuat dari tanah liat. Mahkota ini masih asli hingga sekarang.

Salah satu keunikan yang paling mencolok adalah kolam yang mengelilingi bangunan utama. Kolam ini berfungsi sebagai tempat menyucikan kaki sebelum masuk ke dalam masjid. Filosofinya sangat dalam, menyesuaikan budaya masyarakat zaman dahulu yang beraktivitas tanpa alas kaki. Kolam ini memastikan setiap jemaah memasuki rumah Allah dalam keadaan bersih.

Ciri khas lainnya meliputi:

Pohon Sawo Kecik: Ditanam di halaman masjid sebagai simbol kebaikan (sarwo becik).

Mimbar Kayu Jati: Mimbar tua untuk khatib berkhotbah masih asli dan digunakan hingga kini.

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 155

Gerbang Berundak: Pintu gerbangnya memiliki anak tangga dengan makna filosofis. Tiga undakan pertama melambangkan Iman, Islam, dan Ihsan. Lima undakan berikutnya adalah simbol Rukun Islam, dan enam undakan terakhir melambangkan Rukun Iman.

Menjaga Tradisi di Tengah Perubahan

Di antara Masjid Pathok Nagara lainnya, Masjid Plosokuning adalah yang paling berhasil mempertahankan keasliannya. Meski begitu, beberapa renovasi tetap dilakukan untuk menjaga kelayakan bangunan. Pada tahun 1946, atap sirap diganti dengan genteng. Lantai semen merah kemudian diganti tegel pada 1976 dan keramik pada 2001.

Dahulu, masjid ini hanya memiliki satu pintu yang sangat rendah. Desain ini memaksa siapa pun yang masuk untuk menunduk sebagai bentuk tata krama. Namun, karena membuat ruangan gelap, pada tahun 1984 pintu ditambah menjadi tiga dan dilengkapi jendela. Semua perubahan ini selalu mendapatkan izin dari Kraton untuk menjaga kesesuaian bentuk dan modelnya.

Hingga kini, masjid ini masih melestarikan tradisi lama. Salah satunya adalah azan salat Jumat yang dikumandangkan dua kali. Khotbah Jumat yang dulunya berbahasa Arab pun kini disampaikan dalam bahasa Jawa agar lebih mudah dipahami jemaah. Kehidupan religius masyarakat sekitarnya juga sangat kental, ditandai dengan tumbuhnya pondok pesantren di sekitar masjid.

Mengutip dari buku Mengenal Lebih Jauh Masjid Islam Jawa, Setyowati, dkk (2017:56), “Masjid Plosokuning adalah salah satu dari Masjid Pathok Nagara yang terletak di  Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.”

Jejak Islam di Masjid Kuno Ar Ramli Kuningan

Masjid Pathok Nagara Sulthoni Plosokuning bukan hanya warisan benda. Ia adalah warisan spiritual, budaya, dan arsitektur yang terus hidup. Mengunjunginya memberi kita kesempatan untuk merenungi sejarah dan kearifan para pendahulu. (Tri)

 

 

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement