SURAU.CO. Dinamika politik terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu mulai memanas. DPR dan Pemerintah menunjukkan sinyal untuk segera memulai pembahasan. Keduanya sepakat bahwa revisi ini krusial untuk menciptakan sistem pemilu yang lebih baik di masa depan. Opsi pembahasan melalui Panitia Khusus (Pansus) pun menjadi salah satu wacana kuat.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, angkat bicara. Ia menyatakan tidak mempermasalahkan pemilihan mekanisme pembahasan. Menurutnya, hal terpenting adalah kecepatan proses. Ia menegaskan pembahasan RUU Pemilu harus segera dimulai.
“Lebih cepat lebih bagus dibahas. Nah, yang mau bahasnya siapa, itu buat saya enggak ada soal, mau Komisi II, mau Baleg, atau mau Pansus, itu enggak ada masalah,” kata Doli saat dihubungi di Jakarta, Senin (9/6).
Urgensi dan Kompleksitas RUU
Doli menekankan pentingnya memulai pembahasan sejak awal periode. Alasannya, proses ini membutuhkan waktu yang sangat panjang. DPR perlu menyerap aspirasi dari berbagai pihak. Mulai dari pemangku kebijakan, elemen masyarakat sipil, hingga para akademisi. Pengamat pemilu juga perlu dilibatkan secara aktif.
Kompleksitas RUU ini juga menjadi perhatian utama. Doli menjelaskan bahwa RUU ini akan menjadi sebuah paket UU Politik. RUU ini akan menggabungkan tiga undang-undang sekaligus. Yaitu UU Pemilu, UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dan UU Partai Politik. Penggabungan ini merupakan amanat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Mengenai siapa yang akan membahas, Doli menyebut hal itu bergantung pada kesepakatan politik. Keputusan akan diambil melalui rapat konsultasi pimpinan fraksi. Namun, ia memberikan pandangannya. Menurutnya, undang-undang yang besar dan rumit seperti ini biasanya pembahasannya lewat Pansus.
“Jadi kalau ditanya per hari ini, (RUU Pemilu) inisiatifnya Baleg. Nanti siapa yang bahas? Tergantung kesepakatan politik di DPR,” katanya.
Pemerintah Mulai Susun Draf
Sementara itu pemerintah juga tidak tinggal diam. Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengonfirmasi hal ini. Ia mengatakan bahwa pemerintah sudah mulai menyusun draf RUU Pemilu. Proses ini dilakukan dengan membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya.
“Kementerian Dalam Negeri hari ini sedang menyusun draf, dan kita membuka ruang publik yang sangat besar,” kata Bima melalui keterangan resmi.
Menurut Bima, aspirasi publik yang besar akan sangat berarti. Hal itu akan membuat kualitas undang-undang akan menjadi lebih baik. Ia juga menekankan bahwa penyusunan RUU tidak boleh ada dominasi kepentingan politik. Perspektif dari para peneliti dan akademisi harus menjadi landasan penting.
“Semua sudah ada perdebatan di belakang yang kita harus lanjutkan ke depan,” kata dia.
Bima menegaskan, RUU Pemilu memang merupakan inisiatif DPR. Namun, pemerintah juga memiliki perspektif dan pandangan tersendiri. Saat ini, beberapa lembaga pemerintah sedang melakukan kajian mendalam. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), misalnya, sudah memiliki kajiannya sendiri.
Kemendagri juga terus berkoordinasi dengan kementerian lain. Di antaranya dengan Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan serta Kementerian Hukum dan HAM.
“Sekarang kami berkoordinasi untuk mematangkan pandangan pemerintah seperti apa,” katanya. Bima Arya juga mengingatkan bahwa Indonesia telah melewati ajang politik yang rumit. Pemilu sebelumnya meninggalkan banyak catatan evaluasi. Namun, hal itu tidak berarti membongkar total seluruh sistem yang ada. Penyusunan RUU ini harus belajar dari sejarah. Semua putusan MK terkait uji materi UU Pemilu juga harus menjadi acuan.
Fokus utamanya adalah melakukan kodifikasi atau pengelompokan isu. Pemerintah akan memilah mana saja isu-isu paling krusial yang perlu perbaikan.
“Kita coba sekarang ini melakukan kodifikasi. Mana-mana yang perlu untuk difokuskan, belum tentu semuanya, tapi isu-isu yang sangat krusial,” katanya. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan sistem pemilu yang lebih efektif, adil, dan sempurna.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
