Ibadah Opinion
Beranda » Berita » Antara Ibadah Sosial dan Ibadah Pribadi: Prioritas yang Sering Terlupakan

Antara Ibadah Sosial dan Ibadah Pribadi: Prioritas yang Sering Terlupakan

Hari raya Idul Adha selalu menjadi momen yang penuh berkah dan semangat gotong royong di tengah masyarakat Muslim. Suasana di sekitar masjid begitu hidup dengan suara takbir, gemuruh tawa, dan aktivitas pemotongan hewan kurban. Para laki-laki, tua maupun muda, bahu-membahu memotong, membersihkan, dan membagikan daging kepada yang membutuhkan. Ibadah Ini adalah gambaran nyata dari nilai kepedulian sosial dalam ajaran Islam.

Namun, di tengah semangat berbagi itu, ada satu pemandangan yang sering luput dari perhatian: waktu salat yang terabaikan. Ketika azan dzuhur berkumandang, tidak semua dari mereka yang membantu kurban bergegas ke masjid untuk shalat berjamaah. Sebagian justru tetap duduk di pelataran, ada yang merokok, ada yang menikmati kopi, makan, atau sekadar berbincang dan tertawa.

Fenomena ini mungkin dianggap sepele oleh sebagian orang. Mereka merasa sudah cukup berbuat baik dengan membantu proses kurban yang jelas-jelas ibadah besar. Tapi ada satu hal penting yang sering dilupakan: ibadah sosial tidak pernah menggantikan kewajiban ibadah pribadi, khususnya salat.

Kebaikan Tidak Pernah Menghapus Kewajiban

Dalam Islam, salat adalah tiang agama. Ia adalah kewajiban utama yang tidak bisa ditawar. Rasulullah SAW bersabda, “Amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah salat. Jika salatnya baik, maka baik pula seluruh amalannya, dan jika salatnya rusak, maka rusak pula seluruh amalannya.” (HR. At-Tirmidzi)

Kitab Taisirul Khallaq

Ini menunjukkan bahwa sehebat apapun amal kebaikan seseorang—entah itu membantu fakir miskin, menyumbang harta, ataupun berkurban—semuanya tidak akan bermakna jika ia meremehkan salat. Dalam konteks hari raya kurban, mereka yang sibuk membantu proses kurban tanpa shalat, sejatinya sedang melalaikan prioritas.

Kita harus memahami bahwa menolong dalam kegiatan sosial seperti kurban memang luar biasa pahalanya. Namun, jika itu membuat seseorang meninggalkan kewajiban salat tepat waktu atau bahkan sama sekali tidak salat, maka amal tersebut bisa kehilangan nilainya di sisi Allah.

Ketulusan Ibadah Harus Seimbang

Ibadah dalam Islam mencakup dua sisi: ibadah kepada Allah secara langsung (hablumminallah) dan ibadah dalam bentuk interaksi sosial (hablumminannas). Keduanya saling melengkapi, bukan saling menggantikan.

Ketika seseorang terlalu fokus pada hablumminannas tapi mengabaikan hablumminallah, maka ia belum sepenuhnya menjalankan ajaran Islam secara utuh. Ibarat tubuh yang hanya menggunakan satu tangan, maka geraknya akan timpang.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Menolong dalam urusan sosial itu penting, tetapi jangan sampai keikhlasan dalam menolong mengaburkan pandangan kita terhadap ibadah yang bersifat fardhu. Allah SWT tidak hanya menilai amal dari hasilnya, tetapi juga dari bagaimana kita menyeimbangkan antara kebaikan terhadap sesama dan ketaatan kepada-Nya.

Mengapa Salat Begitu Penting?

Salat bukan hanya ritual ibadah. Ia adalah pengingat, penyucian jiwa, dan bentuk komunikasi langsung antara hamba dan Tuhannya. Ketika seseorang mendirikan salat dengan khusyuk, itu akan menjaga hatinya dari kesombongan, keangkuhan, bahkan dari merasa paling berjasa dalam setiap amal yang dilakukan.

Kadang, seseorang merasa bahwa karena ia sudah banyak membantu, maka ia layak “istirahat” dari salat, atau salat bisa ditunda nanti. Ini adalah bentuk kelalaian yang halus. Kita harus waspada terhadap bisikan-bisikan seperti ini, karena itu bisa menjadi celah masuknya rasa ujub (bangga diri) dan meremehkan ibadah kepada Allah.

Menjadi Relawan yang Saleh

Jeritan Korban Malapetaka Banjir Aceh

Akan lebih indah jika mereka yang menjadi relawan kurban juga menjadi contoh dalam ketaatan. Bayangkan jika semua yang membantu kurban berhenti sejenak ketika azan berkumandang, kemudian berbaris rapi untuk salat berjamaah. Itu akan menjadi pelajaran yang luar biasa, khususnya bagi anak-anak dan remaja yang menyaksikannya. Bahwa sehebat apapun kita di dunia, tetap ada waktu yang harus kita persembahkan hanya untuk Allah.

Keteladanan seperti inilah yang akan membekas. Islam bukan hanya soal kerja keras membantu sesama, tapi juga soal kepatuhan kepada perintah-perintah Allah.

Penutup: Keseimbangan adalah Kunci

Dalam setiap aktivitas keagamaan, termasuk di momen besar seperti Idul Adha, kita harus terus menjaga keseimbangan antara amal sosial dan ibadah pribadi. Keduanya penting dan saling menyempurnakan.

Jangan sampai semangat membantu dalam kegiatan kurban menjadikan kita lalai dari shalat, yang justru menjadi penentu diterima atau tidaknya semua amal kita. Ingat, Allah lebih menyukai sedikit amal yang konsisten dan sesuai tuntunan, daripada amal besar yang melalaikan kewajiban utama.

Mari kita jadikan momentum Idul Adha bukan hanya ajang berkurban daging, tapi juga pengorbanan ego dan kesibukan duniawi demi tunduk dan taat kepada Allah, Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (Tengku Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement