Pembahasan tentang waris dalam Islam merupakan salah satu aspek penting dalam hukum Islam (fiqh), karena berkaitan langsung dengan harta peninggalan seseorang setelah meninggal dunia. Sistem warisan dalam Islam diatur secara rinci dalam Al-Qur’an, Hadis, dan ijtihad para ulama, dan dikenal dengan istilah faraid (ilmu pembagian warisan). Tujuan utamanya adalah menjamin keadilan, keseimbangan sosial, serta menjaga hak-hak ahli waris.
Pengertian Waris dalam Islam
Secara bahasa, waris berasal dari kata waraṡa yang berarti “memperoleh” atau “menjadi ahli waris”. Secara istilah, waris adalah peralihan hak kepemilikan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya yang masih hidup sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
Dasar Hukum Waris dalam Islam
Pembagian warisan dalam Islam memiliki dasar hukum yang sangat kuat, di antaranya:
1. Al-Qur’an – Terdapat beberapa ayat yang mengatur waris, terutama dalam Surah An-Nisa:
Surah An-Nisa ayat 7: “Bagi laki-laki ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada bagian pula…”
Surah An-Nisa ayat 11, 12, dan 176 merinci besaran bagian ahli waris.
2. Hadis Nabi SAW – Rasulullah SAW bersabda:
“Berikanlah warisan kepada orang yang berhak, selebihnya adalah untuk kerabat laki-laki yang paling dekat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Ijma’ Ulama – Para ulama sepakat bahwa pembagian warisan merupakan bagian dari syariat Islam yang wajib ditegakkan.
Syarat dan Rukun Waris
Agar pembagian waris sah menurut Islam, harus dipenuhi syarat dan rukun berikut:
Rukun Waris
1. Al-Muwarris (orang yang mewariskan): Orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta.
2. Al-Warith (ahli waris): Orang yang berhak menerima warisan.
3. Al-Mawrus (harta warisan): Harta yang ditinggalkan oleh almarhum.
Syarat Waris
1. Pewaris telah meninggal dunia (baik secara nyata maupun dihukumi mati).
2. Ahli waris masih hidup ketika pewaris meninggal.
3. Tidak adanya penghalang waris, seperti perbedaan agama, pembunuhan terhadap pewaris, dan lain-lain.
Golongan Ahli Waris
Ahli waris dalam Islam terbagi menjadi tiga kelompok utama:
1. Ashabul Furudh (Ahli Waris dengan Bagian Tetap) Contoh: suami, istri, ayah, ibu, anak perempuan, cucu dari anak laki-laki, nenek, saudara perempuan seibu.
2. ‘Ashabah (Ahli Waris Sisa) Yaitu ahli waris yang mendapatkan sisa harta setelah bagian Ashabul Furudh dibagikan. Contohnya anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan sebagainya.
3. Dzawil Arham (Kerabat Jauh) Mereka yang memiliki hubungan darah tetapi tidak masuk dalam dua golongan sebelumnya, seperti cucu dari anak perempuan, bibi, dan sepupu. Mereka hanya mendapatkan warisan jika tidak ada Ashabul Furudh dan ‘Ashabah.
Pembagian Warisan dalam Islam, Berikut ini beberapa contoh umum:
Anak laki-laki dan anak perempuan: Anak laki-laki mendapat dua kali lipat dari anak perempuan. (QS. An-Nisa: 11)
Suami:
Jika istri tidak memiliki anak: ½ bagian.
Jika istri memiliki anak: ¼ bagian.
Istri:
Jika suami tidak memiliki anak: ¼ bagian.
Jika suami memiliki anak: ⅛ bagian.
Orang tua:
Ayah dan ibu masing-masing mendapat ⅙ jika ada anak.
Jika tidak ada anak, ibu mendapat ⅓, sisanya untuk ayah.
Penghalang Warisan
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang tidak mendapatkan warisan:
1. Perbedaan Agama – Non-Muslim tidak dapat mewarisi harta dari Muslim, dan sebaliknya.
2. Pembunuhan – Seseorang yang membunuh pewarisnya secara sengaja tidak berhak mendapatkan warisan.
3. Budak – Dalam konteks sejarah Islam, budak tidak dapat menjadi ahli waris karena tidak memiliki harta.
Prioritas Pembayaran dari Harta Warisan
Sebelum warisan dibagikan, ada beberapa kewajiban yang harus diselesaikan terlebih dahulu dari harta peninggalan:
1. Biaya pengurusan jenazah.
2. Pelunasan utang-utang pewaris.
3. Pelaksanaan wasiat (maksimal 1/3 dari harta, dan tidak untuk ahli waris).
4. Baru setelah itu sisa harta dibagikan kepada ahli waris.
Kesimpulan
Islam menetapkan pembagian warisan secara rinci agar tidak terjadi konflik dan sengketa setelah kematian seseorang. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami aturan warisan dan menerapkannya sesuai dengan syariat Islam. (Tengku Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
