Surau.co -Indonesia dan Brunei Darussalam memang sama-sama negara Asia Tenggara yang serumpun. Keduanya tergabung dalam ASEAN dan punya latar belakang budaya Melayu yang kental. Namun, kedekatan geografis tak selalu berarti hubungan politik dan ekonomi juga erat. Di balik pertemuan antar pemimpin, tersimpan berbagai dinamika yang menarik disimak. Apakah Brunei dan Indonesia benar-benar menjalin kemitraan yang saling menguntungkan? Ataukah relasi mereka hanya simbolis di atas meja pertemuan antarnegara saja?
Dalam tulisan ini, kita akan bahas dengan santai tapi tetap mendalam dan kritis. Mulai dari hubungan diplomatik, ekonomi, hingga kerja sama budaya antar masyarakatnya. Apalagi, akhir-akhir ini muncul kabar Prabowo berkunjung ke Brunei secara resmi. Tentu saja hal ini menimbulkan banyak spekulasi dan pertanyaan publik Indonesia. Apakah kunjungan ini pertanda ada kerja sama baru antara dua negara tersebut? Atau hanya sebatas lawatan diplomatik biasa tanpa dampak yang berarti besar?
Mari kita bongkar satu per satu seberapa erat sebenarnya hubungan mereka saat ini. Kita mulai dari sisi sejarah dan diplomatik, lalu ke ekonomi dan budaya masyarakatnya. Dengan begitu, kita bisa menilai secara utuh kedekatan Brunei dan Indonesia terkini.
Sejarah Diplomatik: Dari Majapahit ke ASEAN
Hubungan Brunei dan Indonesia sebenarnya bukan baru dimulai saat era modern saja. Kitab Nagarakretagama dari tahun 1365 menyebut “Barune” sebagai bagian Majapahit. Ini menunjukkan bahwa hubungan keduanya telah terjalin sejak abad ke-14 Masehi. Meski tak banyak dibahas, Brunei pernah berada dalam lingkup pengaruh Nusantara besar.
Namun, pada masa penjajahan, nasib mereka terpisah oleh kekuatan kolonial Eropa. Indonesia dikuasai Belanda sebagai Hindia Belanda selama lebih dari tiga abad. Sementara Brunei jatuh ke tangan Inggris bersama Malaysia dan Singapura sekitarnya. Situasi ini menciptakan perbedaan sistem politik yang terus terbawa hingga kini.
Ketegangan sempat muncul saat Konfrontasi Indonesia–Malaysia di tahun 1960-an. Saat itu, Indonesia menyusup ke Kalimantan Utara, termasuk wilayah Brunei. Namun, semua itu berubah saat Brunei merdeka dan Indonesia merespons positif. Republik Indonesia mengakui kemerdekaan Brunei dan membuka hubungan resmi. Pada 1 Januari 1984, hubungan diplomatik formal secara resmi mulai dijalankan. Tak hanya itu, Indonesia juga mendukung penuh Brunei masuk ke dalam ASEAN. Sejak saat itu, hubungan diplomatik keduanya berjalan harmonis tanpa gesekan besar.
Hubungan Ekonomi dan Perdagangan: Tenaga Kerja hingga Komoditas Laut
Dalam bidang ekonomi, kerja sama Indonesia dan Brunei berjalan tapi masih terbatas. Brunei memang dikenal sebagai negara kaya berkat ekspor minyak dan gas dunia. Sementara Indonesia menawarkan pasar besar serta sumber daya manusia melimpah. Brunei pun menjadi salah satu tujuan populer pekerja migran dari Indonesia.
Pada 2012 tercatat ada sekitar 58.000 WNI bekerja dan tinggal di Brunei Darussalam. Sebagian besar bekerja di sektor rumah tangga, jasa, dan konstruksi skala menengah. Mereka turut menyumbang remitansi yang mengalir ke desa-desa asal di Indonesia. Dari sisi perdagangan, angka perdagangan bilateral sempat menyentuh 1,1 miliar USD. Sekitar 3.500 produk Indonesia tercatat beredar di Brunei sepanjang tahun 2011 lalu. Produk tersebut mencakup makanan ringan, produk rumah tangga, hingga tekstil garmen.
Kini, kedua negara juga menjajaki diversifikasi sektor seperti kelautan dan kesehatan. Brunei memiliki visi mengurangi ketergantungan pada ekspor minyak dalam jangka panjang. Indonesia melihat peluang untuk masuk lewat kerja sama sektor perikanan dan pengobatan. Namun, agar semua potensi ini optimal, perlu upaya nyata dan langkah yang strategis. Tak cukup hanya kunjungan pejabat—perlu kerja keras di balik meja diplomasi dagang.
Kerja Sama Budaya dan Sosial: Serumpun Tapi Kurang Terhubung
Secara budaya dan sosial, Indonesia dan Brunei punya banyak kesamaan warisan sejarah. Bahasa Melayu, adat istiadat, hingga makanan tradisional nyaris tak punya jarak lebar. Tapi sayangnya, koneksi budaya antar masyarakat kedua negara belum benar-benar menyatu kuat. Kegiatan pertukaran pelajar atau seni budaya masih minim dan terkesan simbolis semata.
Padahal kerja sama budaya bisa jadi fondasi kuat untuk memperkuat hubungan jangka panjang. Misalnya lewat program budaya digital, pertukaran musisi, atau kolaborasi film dokumenter. Generasi muda kedua negara juga belum terlalu mengenal satu sama lain secara langsung. Kebanyakan mengenal Brunei hanya sebatas “tempat kerja” bagi sebagian TKI kita. Sebaliknya, warga Brunei mengenal Indonesia hanya dari media sosial dan berita global.
Padahal koneksi antar rakyat jauh lebih penting dibandingkan sekadar hubungan diplomatik. Kita butuh lebih banyak kerja sama antar komunitas, kampus, dan institusi kebudayaan. Inilah PR besar kedua negara: membangun keakraban bukan hanya dari atas ke bawah. Tapi dari bawah ke atas—melibatkan langsung rakyat untuk saling mengenal dan bekerja sama. Jika ini dilakukan, hubungan Indonesia dan Brunei bisa tumbuh lebih kuat dan bermakna. Karena persahabatan sejati antar bangsa dimulai dari hubungan antar manusianya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
