Oleh: Masykurudin Hafidz, Tenaga Ahli Bawaslu RI
SURAU.CO – Upaya untuk menyederhanakan surat suara Pemilu 2024 kini menjadi agenda utama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini didasari oleh fakta bahwa surat suara tidak sah pada Pemilu kita selalu melebihi batas normal. Selama tiga kali Pemilu terakhir, angkanya konsisten di atas sepuluh persen, jauh melampaui rata-rata global sebesar tiga persen. Kompleksitas Pemilu serentak kita memang menjadi penyebab utamanya. Survei Kompas (Juni 2021) bahkan menunjukkan, sebanyak 27,1 persen pemilih merasa kesulitan saat menerima lima surat suara yang harus mereka coblos di TPS.
Mayoritas kesulitan pemilih adalah saat membedakan kertas suara, kebingungan mencari nama calon, dan butuh waktu lama di bilik suara. Selain itu, penyelenggara Pemilu, terutama KPPS, mengalami kelelahan fisik bahkan meninggal dunia karena kerumitan proses pemungutan dan penghitungan suara. Atas dasar itulah, KPU melaksanakan kajian dan simulasi yang secara tegas bertujuan untuk menyederhanakan surat suara Pemilu mendatang.
Tiga Model dalam Menyederhanakan Surat Suara Pemilu
KPU menyediakan enam pilihan desain surat suara yang bisa kita kelompokkan menjadi tiga model utama.
1. Penyederhanaan Ekstrem: Satu Surat Suara
Opsi ini menggabungkan lima surat suara ke dalam satu lembar. Penggabungan ekstrem ini tentu mengakibatkan surat suara menjadi sangat lebar. Bentuknya ada dua pilihan: vertikal (atas ke bawah) dan horizontal (kiri ke kanan). Tata cara pemberian suara yang KPU usulkan tidak hanya mencoblos, tetapi juga membuka opsi menuliskan nomor urut pada kolom yang tersedia.
2. Penyederhanaan Moderat: Dua Surat Suara
Model ini menggabungkan lima surat suara ke dalam dua lembar. Surat suara pertama adalah untuk DPD. Sementara itu, surat suara kedua adalah untuk calon presiden dan calon legislatif DPR serta DPRD. KPU memisahkan surat suara DPD karena jumlah calon per provinsi sangat beragam.
3. Penyederhanaan Plural: Tiga Surat Suara
Opsi ketiga ini menggabungkan lima surat suara ke dalam tiga lembar. Lembar pertama dialokasikan untuk Presiden dan DPR. Berikutnya, lembar kedua mencakup DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Adapun lembar ketiga dikhususkan untuk DPD.
Tantangan dalam Menyederhanakan Surat Suara Pemilu
KPU telah melaksanakan simulasi di Sulawesi Utara, Bali, dan Sumatera Utara. Dari tiga simulasi ini, KPU mendapati beberapa temuan. Di antaranya, surat suara lebih lebar dari ruang di bilik suara. Informasi peserta Pemilu di bilik suara yang dibuat seperti kalender ternyata menguntungkan peserta dengan nomor urut kecil. Pemilih juga masih memahami bahwa setiap satu surat suara hanya untuk satu coblosan.
Temuan penting lainnya berkaitan dengan pemilih pindahan. Pemilih pindahan yang semestinya tidak mendapatkan surat suara tertentu tetap menerima surat suara yang tergabung. Demikian juga saat penghitungan suara, surat suara yang digabung membutuhkan konsentrasi dan ketelitian ekstra dari KPPS, Saksi, dan Pengawas.
Berdasarkan catatan dari simulasi ini, pertanyaan penting bagi KPU adalah, apakah penyederhanaan surat suara ini justru akan mempersulit pemilih dan menambah suara tidak sah? Oleh sebab itu, dalam upaya menyederhanakan surat suara Pemilu, KPU tidak hanya boleh mempertimbangkan aspek efisiensi biaya. KPU juga wajib memikirkan sosialisasi dan pendidikan pemilih yang menyeluruh, sistemik, dan masif. Simulasi perlu KPU lakukan dengan menyertakan berbagai kalangan, termasuk pemilih dengan pendidikan rendah, kelompok marjinal, dan pemilih disabilitas.
Jika semua hal tersebut sudah KPU pastikan, barulah mereka dapat mengusulkan perubahan undang-undang kepada DPR dan Pemerintah. Perubahan undang-undang pada akhirnya tidak hanya mewujudkan tujuan Pemilu serentak, tetapi juga memudahkan pemilih dalam memberikan suaranya. Tujuannya agar suara rakyat sebagai suara Tuhan tidak terbuang sia-sia.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
