SURAU.CO-Fenomena hijrah artis terus menarik perhatian publik. Perubahan yang mereka tampilkan di media sosial kerap menuai pujian dan kritik. Fenomena hijrah artis ini bukan sekadar perjalanan spiritual, melainkan juga bagian dari budaya populer yang berkembang di era digital. Banyak artis menunjukkan perubahan dari segi penampilan, cara bicara, hingga aktivitas dakwah.
Namun, di balik itu semua, muncul pertanyaan penting: apakah hijrah tersebut lahir dari kesadaran fitrah, atau justru terbentuk karena dorongan viralitas dan tekanan publik?
Hijrah dan Fitrah sebagai Panggilan Jiwa
Dalam Islam, hijrah berarti berpindah dari kondisi buruk menuju kehidupan yang lebih baik. Bukan hanya tampilan fisik yang berubah, tetapi juga akhlak, pola pikir, dan niat. Setiap manusia memiliki fitrah, yaitu kecenderungan alami untuk kembali kepada kebaikan dan mendekat kepada Allah.
Artis yang berhijrah karena dorongan batin menunjukkan bentuk kembalinya diri pada fitrah. Proses itu biasanya terjadi melalui perenungan, pencarian ilmu, dan dukungan dari lingkungan positif. Tokoh publik seperti Teuku Wisnu, Dude Harlino, dan Oki Setiana Dewi menjadi contoh bagaimana hijrah dapat berlangsung secara konsisten ketika dilandasi niat yang lurus dan pemahaman yang benar.
Tekanan Viralitas di Era Media Sosial
Media sosial memudahkan publik untuk mengamati proses hijrah secara terbuka. Setiap unggahan, pernyataan, dan perubahan gaya hidup artis langsung mendapat reaksi besar. Sorotan tersebut menciptakan tekanan psikologis, terutama bagi mereka yang belum siap secara mental.
Banyak dari mereka merasa harus menjaga citra sebagai sosok yang religius, padahal proses hijrah tidak selalu berjalan mulus. Beberapa artis bahkan terjebak dalam performa hijrah, yakni hanya menampilkan sisi luar tanpa pembenahan dari dalam. Situasi ini menyempitkan makna hijrah menjadi simbol belaka.

Dewi Sandra dan artis lain yang hijrah
Konsistensi Setelah Hijrah Membutuhkan Keteguhan
Hijrah bukan akhir, melainkan awal dari perjuangan panjang. Banyak artis kehilangan kontrak kerja, rekan, atau bahkan penggemar setelah mengambil keputusan besar itu. Tantangan ini menuntut keteguhan dan komitmen yang kuat. Tanpa fondasi iman dan ilmu yang kokoh, seseorang mudah kembali pada kebiasaan lama.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus walau sedikit.” (HR. Bukhari-Muslim). Konsistensi jauh lebih penting daripada perubahan drastis yang cepat luntur. Mereka yang mampu bertahan dan terus belajar menunjukkan makna hijrah yang sejati.
Peran Masyarakat dalam Menyikapi Hijrah Artis
Masyarakat sering menetapkan standar tinggi kepada artis yang berhijrah. Mereka dituntut tampil sempurna, seolah tak boleh melakukan kesalahan. Padahal, setiap manusia sedang berproses, termasuk para artis yang berani mengambil langkah besar menuju kebaikan.
Dukungan publik dapat membantu mereka untuk tetap istiqamah. Ucapan yang baik, nasihat yang lembut, dan doa tulus jauh lebih berarti dibanding kritik tajam yang menyakiti. Menyambut perubahan mereka dengan cinta menunjukkan kematangan umat dalam mendampingi sesama.
Refleksi Diri dari Fenomena Hijrah Artis
Alih-alih sekadar menonton perubahan para artis, setiap orang bisa merenung: apakah diri ini juga sedang berhijrah? Apakah hijrah kita lahir dari keinginan tulus, atau hanya karena ikut tren?
Hijrah bukan milik kalangan tertentu. Siapa pun bisa memulai hijrah, baik secara perlahan maupun bertahap. Yang terpenting adalah kemauan untuk terus belajar dan memperbaiki diri tanpa henti. Tidak perlu menunggu sempurna, cukup mulailah dari satu langkah baik hari ini.
Hijrah bukan soal status atau pengakuan publik, melainkan perjalanan pribadi yang membutuhkan kesungguhan. Siapa pun bisa memulai, termasuk kita yang masih terus belajar. Selama langkah itu diiringi dengan niat yang lurus dan usaha yang berkelanjutan, maka setiap hijrah akan selalu bernilai di hadapan Allah.(Hen)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
