SURAU.CO – Ada fase dalam hidup ketika langkah terasa berat, dada sesak oleh harap yang tak kunjung terwujud, dan doa-doa yang kita panjatkan seakan kembali kepada kita tanpa jawaban. Pada fase seperti itu, manusia sering tergoda untuk bertanya bahkan menggugat: “Mengapa Allah belum mengabulkan?”
Padahal bisa jadi, yang sedang Allah lakukan bukan menunda kebaikan, melainkan mengajari kita cara berjalan menuju-Nya dengan benar.
Kita hidup di zaman yang memuja kecepatan. Segala sesuatu diukur dari seberapa cepat dicapai, seberapa segera terlihat hasilnya. Kesuksesan diukur dari percepatan, kebahagiaan dinilai dari keinstanan. Tanpa sadar, cara pandang ini terbawa ke dalam ibadah. Doa pun diperlakukan seperti permintaan instan: diucap hari ini, diharap terwujud esok hari.
Ketika harapan tak kunjung terwujud, hati mulai goyah. Iman diuji. Kesabaran dipertaruhkan. Padahal Allah ﷻ tidak pernah tergesa-gesa, dan seorang mukmin sejatinya diajarkan untuk tenang dalam penantian.
Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Ayat ini tidak mengatakan bahwa Allah langsung memberi apa yang diminta orang sabar, tetapi Allah bersama mereka. Dan kebersamaan Allah adalah nikmat terbesar, bahkan ketika dunia belum sepenuhnya berpihak.
Doa yang Ditunda Bukan Doa yang Ditolak
Salah satu kekeliruan paling umum dalam memahami takdir adalah menganggap bahwa doa yang belum terwujud berarti doa yang ditolak. Padahal, dalam pandangan iman, jawaban Allah tidak selalu berbentuk “ya” sesuai keinginan kita, tetapi selalu berbentuk kebaikan sesuai ilmu-Nya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seorang Muslim berdoa kepada Allah dengan suatu doa selama tidak mengandung dosa dan tidak memutus silaturahmi melainkan Allah akan memberinya salah satu dari tiga: dikabulkan segera, disimpan untuk akhirat, atau dijauhkan darinya keburukan sebanding dengan doanya.” (HR. Ahmad)
Hadis ini mengajarkan bahwa tidak ada doa yang sia-sia. Hanya saja, cara Allah menjawab sering kali tidak sesuai dengan cara pandang kita yang sempit. Kita ingin hasil, sementara Allah ingin keselamatan. Kita ingin cepat, sementara Allah ingin tepat.
Doa yang ditunda bisa jadi sedang:
Disimpan sebagai pahala besar di akhirat
Diganti dengan sesuatu yang lebih baik dari yang kita minta
Dijadikan sebab dihapuskannya dosa
Atau dijadikan sarana agar kita lebih dekat kepada Allah
Jika seseorang memahami ini dengan jernih, maka hatinya akan belajar ridha, bahkan ketika keadaan belum berubah.
Antara Ikhtiar dan Tawakal: Jalan Tengah Seorang Mukmin
Islam tidak mengajarkan pasrah tanpa usaha, dan tidak pula membenarkan usaha tanpa sandaran kepada Allah. Seorang mukmin berjalan di antara ikhtiar yang sungguh-sungguh dan tawakal yang jujur.
Namun, sering kali kita terjebak pada satu sisi. Ada yang sibuk berikhtiar sampai lupa berdoa, merasa semua bergantung pada kecerdasan dan kerja kerasnya. Ada pula yang rajin berdoa, tetapi enggan melangkah, lalu menyebut kemalasannya sebagai tawakal.
Padahal Allah ﷻ memerintahkan keduanya berjalan seiring. Ketika niat telah diluruskan dan usaha telah dilakukan dengan cara yang halal dan benar, maka hasil sepenuhnya menjadi urusan Allah.
Allah berfirman:
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. Ath-Thalaq: 2–3)
Ayat ini tidak menjanjikan hidup tanpa masalah, tetapi menjanjikan jalan keluar. Dan sering kali, jalan keluar itu bukan perubahan keadaan, melainkan perubahan cara pandang, perubahan hati, dan kedewasaan iman.
Ujian: Cara Allah Memurnikan Hati
Tidak semua kesulitan adalah hukuman. Tidak semua kepedihan adalah tanda murka. Dalam banyak keadaan, ujian justru merupakan bentuk kasih sayang Allah yang paling halus.
Allah ingin membersihkan hati dari ketergantungan yang salah. Dari harapan yang terlalu bergantung pada manusia. Dari rasa sombong yang tak kita sadari. Dan Dari keyakinan semu bahwa kita mampu mengatur segalanya sendiri.
Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata:
“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, Dia akan menimpakan ujian agar hamba itu kembali kepada-Nya.”
Bukankah sering kali manusia baru benar-benar berdoa ketika terdesak? Baru sungguh-sungguh menangis ketika kehilangan? Baru merasa kecil ketika semua pintu terasa tertutup?
Maka jangan tergesa-gesa membenci ujian. Bisa jadi, di sanalah letak pemurnian iman yang tidak bisa didapatkan di saat lapang.
Belajar Melambat di Dunia yang Terlalu Cepat
Allah tidak mendidik hamba-Nya dengan cara instan. Proses adalah bagian dari tarbiyah Ilahiyah. Menunggu adalah bagian dari ibadah. Sabar bukan sekadar menahan emosi, tetapi menjaga adab kepada Allah ketika harapan belum terwujud.
Melambat bukan berarti berhenti. Melambat adalah memberi ruang bagi hati untuk memahami makna. Memberi kesempatan bagi iman untuk tumbuh kuat. Memberi waktu agar doa matang, bukan sekadar terburu-buru.
Sebagian orang diberi Allah nikmat cepat, lalu lalai. Sebagian lain diberi Allah jalan panjang, lalu matang. Allah Maha Mengetahui siapa yang perlu dipercepat, dan siapa yang perlu diperlambat.
Allah Tidak Pernah Salah Waktu
Apa yang datang terlalu cepat bisa membuat manusia lupa diri.
Apa yang datang terlalu lambat bisa melatih sabar dan tawakal.
Allah Maha Mengetahui kapan hati seorang hamba siap menerima. Jika sesuatu belum Allah berikan hari ini, bukan karena kita tidak layak, tetapi karena belum waktunya.
Allah berfirman:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Keyakinan ini adalah penopang jiwa seorang mukmin. Bahwa Allah tidak pernah keliru dalam menetapkan takdir, dan tidak pernah lalai dalam mengurus hamba-Nya.
Tetap Berjalan, Meski Pelan
Jika hari ini hidup terasa berat, jangan berhenti. Dan Jika doa terasa sunyi, jangan menyerah. Jika langkah terasa pelan, jangan putus asa.
Allah melihat setiap air mata yang jatuh dalam diam. Lantas, Allah mencatat setiap sabar yang dipeluk tanpa keluhan. Maka, Allah tidak pernah menyia-nyiakan hamba yang menggantungkan harapannya hanya kepada-Nya.
Karena dalam iman, yang terpenting bukan seberapa cepat sampai, tetapi seberapa lurus arah kita menuju Allah.
Selama hati tetap terikat kepada-Nya, selama niat terus diperbaiki, dan selama langkah tidak berhenti, maka yakinlah: pertolongan Allah sedang berjalan menuju kita meski belum terlihat oleh mata. (Tengku Iskandar, M. Pd: Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
