SURAU.CO – Hujan adalah salah satu nikmat terbesar yang Allah turunkan ke bumi. Dengan hujan, tanah yang kering menjadi subur, pepohonan tumbuh, hewan ternak hidup, dan manusia mendapatkan kebutuhan pokoknya. Tidak ada kehidupan tanpa air, dan tidak ada air tanpa hujan yang Allah atur dengan penuh hikmah. Karena itu, dalam Islam, ada larangan yang tegas untuk mencela hujan, mengeluh tentang kedatangannya, atau memandangnya sebagai musibah.
Hujan adalah rahmat, bukan musibah
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Janganlah kalian mencela angin, karena jika kalian melihat sesuatu yang tidak kalian sukai, maka berdoalah kepada Allah agar kebaikan angin itu bagi kalian dan memohonlah perlindungan dari keburukannya.” (HR. Abu Dawud)
Makna hadis ini juga berlaku pada fenomena alam lainnya seperti hujan. Semua itu terjadi atas kehendak Allah, bukan sebab tanpa makna. Bahkan ketika hujan turun dengan deras, itu bukan alasan untuk mencela. Bisa jadi Allah sedang membersihkan udara, menurunkan kesuburan tanah, atau menghapus dosa-dosa manusia melalui musibah yang terjadi.
Mencela hujan berarti mencela ketentuan Allah
Seseorang yang berkata:
“Aduh, hujan lagi, menyusahkan saja!”
“Kenapa sih Allah turunkan hujan begini!”
“Hujan ini merusak rencana saya!”
Ucapan seperti ini berbahaya. Sebab hakikatnya ia sedang mengeluh terhadap keputusan Allah, dan itu termasuk akhlak yang tidak pantas bagi seorang mukmin.
Apa pun yang Allah turunkan ke bumi, termasuk hujan adalah bagian dari tanda kekuasaan-Nya. Mengeluh adalah bentuk ketidakridhaan terhadap ketetapan-Nya.
Hujan adalah doa yang dikabulkan
Justru ketika hujan turun, Rasulullah ﷺ mengajarkan doa:
“Allahumma shayyiban nafi’an.”
“Ya Allah, jadikanlah hujan ini hujan yang membawa manfaat.” (HR. Bukhari)
Doa saat hujan termasuk waktu mustajab. Malaikat turut mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan. Betapa ruginya jika seseorang malah mencela, padahal ia bisa memperbanyak doa saat itu.
Mengingatkan hati pada kekuasaan Allah
Ketika hujan turun, ia mengajarkan kita tentang:
Ketergantungan makhluk pada air
Kelemahan manusia di hadapan kekuatan alam
Kebesaran Allah yang mengatur titik demi titik air dari langit
Keteraturan takdir yang tidak mungkin diubah manusia
Hujan bukan sekadar air yang turun dari langit; ia adalah tanda rububiyyah Allah.
Sabar dan ridha terhadap cuaca
Sering kali manusia merasa hidup harus sesuai rencananya. Padahal, seorang mukmin diajarkan untuk ridha terhadap apa yang Allah tetapkan, baik hujan maupun panas. Cuaca bukan kendali kita, tapi sikap kita terhadap cuaca adalah kendali kita.
Jika hujan membuat rencana terganggu, seorang mukmin tetap berkata:
“Alhamdulillah, ini kehendak Allah.”
“Ada hikmah di balik hujan ini.”
“Semoga hujan membawa keberkahan.”
Itulah adab seorang mukmin yang memahami tauhid dengan benar.
Mengubah keluhan menjadi zikir
Daripada mencela, ubahlah hujan menjadi momen ibadah:
Berdoa saat hujan
Mengucapkan “Alhamdulillah”
Membaca doa hujan
Mengingat nikmat Allah melalui air
Mengajarkan anak-anak tentang syukur
Ketika hati terbiasa bersyukur, maka hujan bukan lagi dianggap gangguan, melainkan tetesan rahmat.
Penutup: Hujan adalah kasih sayang Allah
Hujan turun bukan karena langit sedang marah, bukan pula karena alam tak bersahabat. Hujan turun karena Allah sayang kepada bumi dan penghuninya.
Maka, janganlah kita mencela hujan, karena ia adalah pemberian dari Dzat Yang Maha Baik. Setiap tetesnya adalah bukti cinta Allah kepada makhluk-Nya.
Semoga Allah menjadikan setiap hujan sebagai hujan penuh keberkahan bagi kita semua. Aamiin. (Tengku Iskandar, M. Pd : Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat Indonesia)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

