SURAU.CO – Dalam banyak nasihat Islam, hati (qalb) dianggap sebagai unsur utama yang menentukan apakah seseorang menerima kebenaran atau tidak.
Jika hati “bersih”, ikhlas, dan tunduk kepada Allah maka nasihat bisa menjadi cahaya yang menyinari, menuntun ke jalan istiqamah dan hidayah.
Sebaliknya, jika hati dipenuhi kesibukan dunia, kerapuhan iman, atau keras karena hawa nafsu — maka nasihat bisa “jatuh seperti hujan di tanah yang belum siap”: tidak meresap, hanya lewat tanpa manfaat.
Oleh karena itu para ulama selalu menekankan pentingnya menata hati: memperbaiki niat, menjaga kebersihan batin, rendah hati, serta mendekatkan diri kepada Allah — agar hati menjadi reseptif terhadap kebaikan dan nasihat.
Retakan Hati: Pintu bagi Hidayah dan Perubahan
Kutipanmu mengatakan bahwa terkadang “hati harus retak terlebih dahulu” sebelum bisa menyerap kebaikan — ini bisa dipahami sebagai pengalaman nyata dalam kehidupan spiritual dan psikologis manusia:
Retakan bisa terjadi melalui ujian, kesedihan, kegagalan, kehilangan, atau penyesalan — yang membuat seseorang terkejut, merenung, dan menyadari kelemahan diri.
Dalam islam, pengalaman sulit semacam itu bisa menjadi wasilah Allah untuk membuka pintu taubat, introspeksi, dan kembali kepada-Nya; dari “hati keras” menuju “hati terbuka”.
Nasihat, dakwah, atau petunjuk bisa saja tidak diterima saat hati sedang nyaman, berbangga, atau sibuk dengan dunia. Namun saat hati retak — seseorang bisa menjadi sangat haus akan kebaikan, kebenaran, dan petunjuk ilahi.
Dengan kata lain: retakan hati bukan semata luka — bisa jadi itu adalah pintu menuju “subur”-nya hati, sehingga nasihat dan hidayah bisa meresap dan menghasilkan perubahan.
Nasihat dari Allah, dari Ulama, dari Sesama dan Perannya
Dalam Islam, nasihat (naseehah) bukan sekadar saran biasa. Ia mempunyai kedudukan penting:
Agama (ad-din) disebut sebagai naseehah bukan hanya antara manusia, tetapi kepada Allah, kepada Kitab-Nya, kepada Rasul-Nya, kepada pemimpin muslim, dan kepada seluruh umat.
Jika disampaikan dengan adab, ketulusan, dan kebijaksanaan — nasihat bisa menjadi sarana dakwah, perbaikan diri, dan pengingat iman.
Namun penerimaan nasihat sangat tergantung pada kondisi hati penerima — apakah ia ikhlas, ingin berubah, rendah hati, dan bersih dari syahwat dunia.
Maka ketika nasihat “mengalir pergi”, bukan selalu karena nasihat yang buruk — bisa jadi kondisi hati masih belum siap. Dan untuk itu, dibutuhkan hati yang “dibenahi”, dijaga, dan dibersihkan agar siap menerima.
Refleksi dari Kutipan dan Saran Praktis
Kutipanmu menyiratkan bahwa:
Kadang kita ingin memberi nasihat — tapi jangan kecewa bila belum diterima; karena hati yang menerima harus “siap dulu”.
Kita pun perlu introspeksi diri: apakah hati kita sendiri sudah siap menerima nasihat, kebenaran, dan perubahan.
Mungkin dibutuhkan pengalaman—peristiwa hidup yang sedikit “retak” untuk membuka mata hati, agar kita mampu menyerap setiap tetes kebaikan.
Nasihat terbaik adalah yang datang dari Allah + Rasul-Nya, dan disertai niat ikhlas, tawadhu‘, serta istiqamah — karena itulah yang bisa sungguh mengubah hati dan jiwa.
Belajar Sabar dari Antrian yang Sederhana
Dalam hidup, Allah sering mendidik kita melalui hal-hal kecil yang terkadang tidak kita sadari. Salah satunya adalah antrian—sesuatu yang hampir setiap hari kita temui, namun jarang kita renungi.
Di depan sebuah gerai makanan, tampak orang-orang berdiri rapi, menunggu giliran. Tidak ada yang saling menyerobot, tidak ada suara yang meninggi. Sekilas tampak biasa, namun sesungguhnya di situlah pendidikan jiwa bekerja.
- Antrian mengajarkan bahwa rezeki sudah diatur
Setiap orang datang dengan niat yang sama: ingin dilayani. Namun tidak satu pun bisa meminta untuk diprioritaskan. Kita duduk, berdiri, menunggu—karena tahu bahwa ada orang lain yang lebih dulu datang.
Begitu pula hidup.
Rezeki kita tidak tertukar.
Giliran kita tidak mungkin terlewat.
Allah telah menetapkan setiap jatah dengan hikmah-Nya yang sempurna.
- Antrian melatih kita menahan diri
Sabar bukanlah kemampuan untuk menunggu,
tetapi sikap yang kita tunjukkan saat menunggu.
Apakah kita mudah kesal?
Apakah kita berburuk sangka?
Atau justru kita memilih tenang, menghargai proses, dan mengamati sekitar dengan syukur?
Sabar dalam hal kecil seperti ini dapat membentuk sabar dalam urusan besar.
- Antrian menunjukkan adab dan keadilan
Siapa yang datang dulu, ia yang dilayani lebih dulu. Sederhana, tapi adil.
Dalam Islam, adab seperti ini diperintahkan. Nabi ﷺ bersabda:
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya; tidak menzhaliminya dan tidak merendahkannya.” (HR. Muslim)
Tidak menyerobot antrian adalah bentuk kecil dari sikap tidak menzhalimi.
- Antrian memperlihatkan bahwa setiap orang membawa cerita masing-masing
Di balik jilbab panjang, tas, atau pakaian sederhana, setiap orang punya beban hidup, punya harapan, punya doa. Kita sering tidak tahu apa yang sedang mereka perjuangkan.
Maka antrian menjadi tempat terbaik untuk belajar menaruh empati:
barangkali yang di depan kita sedang letih bekerja,
atau sedang menahan sedih,
atau sekadar ingin membeli sesuatu untuk membahagiakan anaknya.
Adab Antrian: Adab Menghormati Sesama Manusia
- Antrian mengingatkan bahwa hidup pun memiliki “loket akhir”
Seperti antrian di dunia, hidup ini adalah perjalanan menuju giliran terakhir:
hari ketika kita berdiri di hadapan Allah.
Tidak ada yang bisa menyerobot.
Tidak ada yang bisa mempercepat.
Kita akan ditanya satu per satu, sesuai giliran.
Maka bersikap baik kepada manusia adalah bagian dari persiapan sebelum sampai ke “loket” itu.
Penutup: Sabar adalah seni menerima takdir dengan tenang
Dari tempat sederhana seperti gerai makanan, Allah mengajarkan banyak hal: ketertiban, empati, adab, dan sabar. Selanjutnya, kita dapat belajar untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Karena kadang, pendidikan jiwa tidak datang dari majelis besar,
tetapi dari antrian kecil yang tampak tidak berarti.
Semoga Allah menghiasi hidup kita dengan sabar, adab, dan hati yang lapang.
Aamiin. (Tengku Iskandar, M. Pd: Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
