Khazanah
Beranda » Berita » Maskulinitas Positif dalam Riyadus Shalihin: Meneladani Sosok Ayah dan Suami Ideal

Maskulinitas Positif dalam Riyadus Shalihin: Meneladani Sosok Ayah dan Suami Ideal

Masyarakat modern sering kali terjebak dalam definisi sempit mengenai kejantanan. Banyak orang mengaitkan maskulinitas dengan dominasi, kekerasan, atau sikap dingin tanpa emosi. Namun, Islam menawarkan perspektif berbeda dan jauh lebih indah. Kita dapat menemukan konsep maskulinitas positif dalam Riyadus Shalihin. Kitab legendaris karya Imam An-Nawawi ini mengupas tuntas karakter lelaki sejati.

Sosok ayah dan suami memiliki peran sentral dalam bangunan keluarga. Mereka bukan hanya penyedia materi semata. Islam menuntut lelaki untuk hadir sebagai pemimpin yang melayani dan mengayomi. Riyadus Shalihin memuat banyak hadis yang menegaskan hal ini. Kita akan membedah bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan lelaki untuk bersikap lembut namun tegas.

Mendefinisikan Ulang Kejantanan

Lelaki sejati menurut Islam bukanlah mereka yang paling keras suaranya. Kejantanan justru terlihat dari kemampuan seseorang mengendalikan diri. Imam An-Nawawi menyusun bab-bab khusus tentang adab pergaulan suami istri. Beliau ingin menunjukkan bahwa kebaikan seorang lelaki bermula dari rumahnya.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang dikutip dalam kitab ini:
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.”

Kutipan tersebut menjadi landasan utama maskulinitas positif. Seorang suami harus menekan egonya demi kebahagiaan pasangan. Ia tidak boleh bersikap tirani atau memaksakan kehendak. Kemuliaan seorang suami justru terletak pada kelembutannya kepada istri.

Perjalanan yang Tak Kembali: Menghisab Diri Sebelum Dihisab dalam Kitab Madarijus-Salikin

Tanggung Jawab Nafkah sebagai Bukti Cinta

Cinta memerlukan bukti nyata dan bukan sekadar kata-kata manis. Salah satu wujud maskulinitas adalah kemandirian finansial dan tanggung jawab menafkahi. Riyadus Shalihin menempatkan nafkah sebagai prioritas utama pengeluaran seorang lelaki. Hal ini menunjukkan bahwa lelaki harus bekerja keras demi keluarganya.

Imam An-Nawawi mencantumkan hadis tentang keutamaan dinar (uang) yang lelaki keluarkan. Rasulullah SAW menegaskan bahwa uang untuk keluarga memiliki pahala terbesar. Pahala ini bahkan mengalahkan uang untuk jihad atau membebaskan budak.

Seorang ayah berjuang mencari rezeki halal setiap hari. Keringat yang menetes menjadi bukti ibadah yang agung. Ia memastikan anak dan istrinya tidak kelaparan. Semangat proteksi dan provisi inilah inti dari maskulinitas yang sehat. Lelaki tidak akan membiarkan keluarganya meminta-minta kepada orang lain.

Kelembutan Bukanlah Kelemahan

Banyak lelaki takut terlihat lemah jika bersikap lembut atau bermain dengan anak. Padahal, Rasulullah SAW sering mencium cucu-cucunya. Beliau menunjukkan kasih sayang secara terbuka. Sikap ini mematahkan stigma bahwa ayah harus kaku dan berjarak.

Dalam Riyadus Shalihin, kita belajar tentang pentingnya Rifq (kelembutan). Seorang ayah harus menjadi tempat ternyaman bagi anak-anaknya. Anak-anak membutuhkan figur ayah yang bisa mereka peluk. Mereka butuh sosok yang mendengarkan cerita mereka tanpa menghakimi.

Paradoks Waktu: Mengapa Umur Pendek Bisa Berkah?

Kehadiran fisik dan emosional ayah sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Ayah yang hadir akan mencetak generasi yang percaya diri. Sebaliknya, ayah yang absen atau kasar akan melahirkan trauma. Maskulinitas positif mengajak para ayah untuk terlibat aktif dalam pengasuhan. Mengganti popok atau menyuapi anak adalah tindakan maskulin yang mulia.

Menjadi Pemimpin yang Melayani

Konsep Qawwam (pemimpin) dalam Islam sering mengalami disalahartikan sebagai otoriter. Padahal, kepemimpinan Nabi berasaskan pelayanan. Pemimpin rumah tangga bertanggung jawab atas keselamatan akhirat keluarganya. Ia mengajak keluarga untuk taat kepada Allah dengan cara yang hikmah.

Seorang suami yang baik akan membantu pekerjaan rumah tangga. Ia tidak merasa gengsi untuk mencuci baju atau menyapu lantai. Rasulullah SAW sendiri sering membantu pekerjaan istrinya di rumah. Hal ini beliau lakukan tanpa mengurangi wibawanya sedikit pun.

Justru, sikap ringan tangan ini menambah rasa hormat istri kepada suami. Kerjasama dalam rumah tangga menciptakan harmoni yang kuat. Beban istri menjadi lebih ringan berkat bantuan suami. Inilah bentuk kemitraan sejati dalam pernikahan yang Islam ajarkan.

Kesimpulan

Kita perlu mengembalikan makna maskulinitas ke jalur yang benar. Riyadus Shalihin memberikan panduan lengkap bagi setiap lelaki Muslim. Menjadi ayah dan suami yang baik adalah jalan menuju surga. Kita harus membuang jauh-jauh sifat kasar dan egois.

Guru Sebagai Pewaris Nabi: Memuliakan Pendidik di Tengah Ironi Zaman

Mari kita meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam berinteraksi dengan keluarga. Jadilah lelaki yang kuat dalam tanggung jawab namun lembut dalam perlakuan. Maskulinitas positif akan melahirkan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Keluarga yang kuat akan membangun peradaban yang bermartabat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement