Ketertiban sosial sering menjadi tolok ukur kemajuan sebuah peradaban. Kita sering melihat negara maju sangat menjunjung tinggi budaya antre dan disiplin. Sebaliknya, kekacauan sering terjadi di tempat yang mengabaikan aturan sederhana ini. Bagi umat Islam, perilaku disiplin sebenarnya bukan hal asing. Kitab Riyadhus Shalihin karya Imam An-Nawawi telah lama membahas fondasi karakter ini secara mendalam.
Islam tidak hanya mengatur urusan ibadah ritual semata. Agama ini menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk tata cara berinteraksi di ruang publik. Sayangnya, banyak muslim belum menyadari hubungan erat antara ibadah dengan perilaku sosial. Kita perlu menelaah kembali ajaran Rasulullah SAW tentang ketertiban.
Cerminan Iman Melalui Ketertiban
Imam An-Nawawi menyusun kitab Riyadhus Shalihin dengan sistematika yang luar biasa. Beliau menempatkan bab-bab adab dan muamalah sebagai bagian vital dari kesalehan. Salah satu esensi penting dalam kitab tersebut adalah tentang meluruskan barisan atau shaf. Hal ini menjadi landasan teologis bagi budaya antre dan disiplin dalam kehidupan sehari-hari.
Rasulullah SAW sangat tegas dalam mengatur barisan salat. Beliau tidak akan memulai takbir sebelum barisan para sahabat lurus dan rapat. Tindakan Nabi ini mengandung filosofi mendalam tentang kesetaraan dan keteraturan. Tidak ada yang boleh merasa lebih berhak mendahului orang lain hanya karena jabatan atau kekayaan. Siapa yang datang lebih awal, dia berhak menempati posisi terdepan.
Prinsip first come, first served ini adalah inti dari budaya antre modern. Islam telah mengajarkannya ribuan tahun lalu melalui mekanisme salat berjamaah. Seorang muslim yang taat seharusnya menjadi pribadi yang paling disiplin di masyarakat. Kebiasaan merapikan shaf di masjid harus terbawa saat mengantre di bank, kasir, atau jalan raya.
Menghormati Hak Orang Lain
Menyerobot antrean bukan sekadar pelanggaran etika sosial. Dalam pandangan syariat, tindakan tersebut termasuk perbuatan zalim. Mengambil giliran orang lain berarti merampas hak yang bukan milik kita. Imam An-Nawawi sering menekankan pentingnya menunaikan hak sesama muslim dalam berbagai hadis yang beliau himpun.
Kita sering merasa terburu-buru dan ingin serba cepat. Namun, ego tersebut tidak boleh merugikan orang lain yang sudah menunggu lebih lama. Kesabaran adalah kunci utama dalam menegakkan budaya antre dan disiplin. Menunggu giliran melatih jiwa untuk menahan hawa nafsu dan menghargai waktu orang lain.
Sebuah hadis populer dalam Riyadhus Shalihin menyebutkan sabda Nabi SAW:
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah bagian dari kesempurnaan salat.” (Muttafaq ‘alaih)
Kutipan tersebut menegaskan bahwa ketertiban fisik berkaitan erat dengan kesempurnaan ibadah. Jika kita tarik ke konteks sosial, ketertiban antrean adalah bagian dari kesempurnaan akhlak seorang warga negara. Masyarakat yang kacau mencerminkan kondisi jiwa yang tidak disiplin.
Implementasi dalam Kehidupan Modern
Fenomena saling serobot di jalan raya masih menjadi pemandangan umum di negara kita. Pengendara sering melawan arus atau mengambil jalur orang lain demi sampai lebih cepat. Padahal, perilaku ini membahayakan keselamatan umum. Seorang muslim yang memahami Riyadhus Shalihin pasti akan menghindari perilaku membahayakan tersebut.
Disiplin waktu juga menjadi bagian tak terpisahkan dari bahasan ini. Islam mendidik umatnya untuk sangat menghargai waktu melalui jadwal salat lima waktu. Orang yang terbiasa salat tepat waktu seharusnya memiliki manajemen diri yang baik. Mereka tidak akan membiarkan orang lain menunggu lama akibat keterlambatan dirinya.
Penerapan budaya antre dan disiplin memerlukan latihan yang konsisten. Orang tua harus menanamkan nilai ini kepada anak-anak sejak dini. Ajarkan mereka untuk bersabar menunggu giliran saat bermain atau menerima makanan. Kebiasaan kecil di rumah akan membentuk karakter kuat saat mereka dewasa nanti.
Penutup: Mengembalikan Kejayaan Akhlak
Kita merindukan tatanan masyarakat yang damai dan teratur. Perubahan besar bermula dari kesadaran individu untuk memperbaiki diri. Mempelajari kembali Riyadhus Shalihin bukan hanya sekadar membaca teks Arab gundul. Kita harus mampu mentransformasi nilai-nilai tekstual menjadi aksi nyata dalam kehidupan sosial.
Mari kita jadikan budaya antre dan disiplin sebagai identitas umat. Tunjukkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang melahirkan peradaban tertib dan damai. Jangan biarkan ego sesaat merusak citra agama yang mulia ini. Mulailah dari diri sendiri, mulai dari hal kecil, dan mulailah saat ini juga. Ketertiban kita adalah cermin keimanan kita.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
