Istilah influencer mungkin terdengar sangat modern di telinga kita. Kata ini identik dengan media sosial, jumlah pengikut, dan konten viral. Namun, esensi menjadi sosok yang berpengaruh sebenarnya sudah ada sejak lama. Islam telah meletakkan pondasi ini ribuan tahun lalu. Kita bisa menemukannya dalam kitab legendaris Riyadus Shalihin. Karya monumental Imam An-Nawawi ini membahas konsep tersebut secara mendalam.
Imam An-Nawawi mendedikasikan satu bab khusus mengenai hal ini. Beliau memberi judul “Bab Memberikan Petunjuk kepada Kebaikan dan Menyeru kepada Hidayah atau Kesesatan”. Bab ini sangat relevan dengan kehidupan digital kita saat ini. Setiap orang kini memegang “corong” suara melalui ponsel pintar mereka. Pertanyaannya, pengaruh jenis apa yang sedang kita sebarkan?
Konsep Multi-Level Pahala
Menjadi influencer kebaikan menawarkan keuntungan spiritual yang luar biasa. Sistemnya mirip dengan efek bola salju. Imam An-Nawawi mengutip sebuah hadis pendek namun padat makna. Hadis ini menjadi landasan utama bagi para pegiat dakwah.
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin ‘Amr Al-Anshari Al-Badri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Man dalla ‘ala khairin falahu mitslu ajri faa’ilihi.”
Artinya: “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim)
Hadis ini mengandung logika matematika akhirat yang menguntungkan. Anda tidak perlu melakukan semua kebaikan sendirian. Anda cukup menjadi perantara. Bayangkan Anda membagikan info kajian di grup WhatsApp. Lalu, teman Anda datang ke kajian tersebut karena info Anda. Ia mendapatkan ilmu dan beramal. Maka, Allah mencatat pahala untuk teman Anda dan juga untuk Anda.
Pahala Anda tidak mengurangi pahala teman Anda sedikitpun. Ini adalah bentuk kemurahan Allah SWT. Kita bisa memanen pahala “pasif” hanya dengan menggerakkan jempol. Syaratnya sederhana, yaitu tunjukkan jalan yang benar.
Tanggung Jawab Digital Seorang Muslim
Media sosial seringkali menjadi pedang bermata dua. Imam An-Nawawi juga memasukkan hadis yang lebih panjang dalam bab ini. Hadis tersebut memberi peringatan keras. Kita harus berhati-hati dalam membuat konten atau menyebarkan informasi.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa memberi contoh kebaikan, ia mendapat pahala dan pahala orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa memberi contoh kejahatan, ia mendapat dosa dan dosa orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)
Rasulullah membagi manusia menjadi dua tipe penyeru. Pertama, penyeru kepada hidayah (huda). Kedua, penyeru kepada kesesatan (dhalalah).
Sebagai pengguna internet, kita harus memilih posisi. Apakah kita akan menjadi influencer kebaikan? Ataukah kita justru menjadi promotor keburukan? Jika Anda memviralkan sebuah aib, Anda menanggung dosa jariyah. Setiap mata yang melihat aib tersebut karena ulah Anda, akan menambah beban dosa Anda.
Sebaliknya, sebarkanlah potongan ayat atau nasihat bijak. Algoritma media sosial akan membawa pesan itu kepada orang asing. Mungkin saja ada seseorang yang bertaubat setelah melihat status Anda. Itu adalah kemenangan besar bagi seorang mukmin.
Langkah Praktis Menjadi Penunjuk Jalan Kebenaran
Imam An-Nawawi mengajarkan kita untuk proaktif. Kita tidak boleh diam melihat kemungkaran atau membiarkan kebaikan berhenti di kita. Berikut adalah langkah praktis menerapkan bab ini dalam konteks kekinian:
-
Verifikasi Sebelum Membagi:
Pastikan konten Anda valid. Jangan menyebarkan hoaks. Kebenaran adalah syarat mutlak dalam menunjuk jalan kebaikan. -
Niatkan Sebagai Dakwah:
Luruskan niat sebelum memposting sesuatu. Tanyakan pada hati kecil. Apakah postingan ini bermanfaat? Apakah ini akan mendatangkan ridha Allah? -
Konsistensi:
Influencer sukses selalu konsisten. Begitu juga dalam beramal. Teruslah menyuarakan kebenaran meskipun likes atau komentar sedikit. Malaikat tidak menghitung jumlah followers, melainkan ketulusan hati. -
Mulai dari Hal Kecil:
Menunjukkan kebaikan tidak harus dengan dalil berat. Mengajak teman shalat tepat waktu adalah kebaikan. Membagikan tips sedekah juga termasuk kebaikan.
Penutup
Kitab Riyadus Shalihin bukan sekadar bacaan klasik. Ia adalah panduan hidup yang melintasi zaman. Bab “Menunjukkan Jalan Kebenaran” menantang kita semua. Jadilah influencer kebaikan yang sesungguhnya. Biarkan jejak digital kita menjadi saksi pembela di akhirat kelak. Jangan biarkan satu hari berlalu tanpa mengajak orang lain pada ketaatan.
Mari kita manfaatkan teknologi untuk investasi akhirat. Jadikan akun media sosial Anda sebagai ladang pahala yang terus mengalir. Ingatlah janji Rasulullah SAW. Pahala orang yang mengikuti ajakan Anda akan menjadi milik Anda juga. Selamat menjadi agen perubahan dan penunjuk jalan kebenaran.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
