Zaman modern memaksa manusia untuk berlomba mengejar kekayaan. Banyak orang mengukur kesuksesan hidup hanya berdasarkan tumpukan materi. Fenomena ini memunculkan penyakit hati yang sangat berbahaya bernama materialisme. Tanpa sadar, sebagian manusia telah menjadikan harta sebagai “tuhan baru” dalam kehidupan mereka. Kitab Riyadus Shalihin karya Imam An-Nawawi telah lama memperingatkan kita tentang hal ini.
Imam An-Nawawi menyusun bab-bab khusus mengenai keutamaan zuhud dan peringatan terhadap fitnah dunia. Beliau menukil berbagai hadits Nabi Muhammad SAW yang sangat relevan dengan kondisi saat ini. Kita perlu merenungi kembali pesan-pesan tersebut agar tidak terjebak dalam ilusi duniawi.
Harta yang Memperbudak Pemiliknya
Islam tidak melarang umatnya menjadi kaya. Namun, Islam sangat melarang jika kekayaan itu menguasai hati pemiliknya. Seseorang bisa berubah menjadi hamba dinar dan dirham ketika fokus hidupnya hanya untuk uang. Nabi Muhammad SAW memberikan peringatan keras mengenai kondisi ini.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang tercantum di Riyadus Shalihin:
“Celakalah hamba dinar, hamba dirham, hamba pakaian, dan hamba kain beludru. Jika diberi, ia ridha (senang), dan jika tidak diberi, ia tidak ridha (marah).” (HR. Bukhari)
Hadits ini menggambarkan mentalitas seorang materialis sejati. Kebahagiaan mereka sangat bergantung pada perolehan materi. Mereka menyembah uang, bukan Allah. Mereka rela meninggalkan perintah agama demi mengejar keuntungan duniawi sesaat. Inilah tanda nyata ketika harta telah menjadi tuhan baru yang mengatur segala aspek kehidupan.
Rakus Harta Merusak Agama
Sifat tamak terhadap harta memiliki daya rusak yang luar biasa. Kerusakan ini bahkan lebih parah daripada kerusakan fisik. Riyadus Shalihin mencantumkan hadits yang mengilustrasikan bahaya ketamakan ini dengan perumpamaan serigala.
Rasulullah SAW menjelaskan:
“Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dilepas di tengah gerombolan kambing lebih merusak daripada rusaknya agama seseorang karena rakus terhadap harta dan kedudukan.” (HR. Tirmidzi)
Bayangkan dua serigala lapar menyerang domba. Pasti banyak domba yang mati atau terluka. Namun, Nabi menegaskan bahwa kerusakan agama akibat cinta dunia jauh lebih parah. Orang yang gila harta berani menghalalkan segala cara. Mereka bisa melakukan korupsi, menipu saudara, dan memutus silaturahmi. Nilai-nilai agama hancur seketika hanya demi memuaskan nafsu menumpuk kekayaan.
Dunia Hanyalah Tetesan Air
Materialisme tumbuh subur karena manusia memandang dunia sebagai tujuan akhir. Padahal, Riyadus Shalihin mengajarkan kita untuk melihat dunia sesuai porsinya. Imam An-Nawawi menyajikan hadits yang membandingkan dunia dan akhirat secara visual.
Perbandingan ini sangat mencolok. Rasulullah SAW bersabda:
“Demi Allah, tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang dari kamu mencelupkan jarinya ke laut, maka hendaklah ia melihat apa yang dibawa oleh jarinya itu?” (HR. Muslim)
Air yang menempel di jari adalah dunia, sedangkan lautan luas adalah akhirat. Orang yang cerdas tentu tidak akan menukar lautan luas dengan setetes air. Sayangnya, kaum materialis justru mati-matian mengejar setetes air itu dan melupakan lautan abadi. Mereka sibuk memperindah rumah di dunia namun membiarkan rumah di akhirat hancur berantakan.
Mengobati Hati dengan Sifat Qana’ah
Bahaya materialisme menurut Riyadus Shalihin bisa kita atasi dengan menanamkan sifat qana’ah. Qana’ah berarti merasa cukup dengan apa yang Allah berikan. Sifat ini bukan berarti kita harus hidup miskin atau malas bekerja.
Qana’ah adalah sikap mental. Kita tetap bekerja keras menjemput rezeki, namun hati tidak terikat pada hasilnya. Kita bersyukur saat mendapat lebih dan bersabar saat mendapat sedikit. Kekayaan sejati bukanlah banyaknya harta benda. Kekayaan sejati adalah kekayaan jiwa.
Imam An-Nawawi mengajak pembaca untuk selalu mengingat kematian. Mengingat kematian akan memutus kelezatan dunia yang menipu. Harta tidak akan kita bawa mati. Hanya amal shaleh dan sedekah yang akan menemani kita di alam kubur.
Kesimpulan
Materialisme adalah racun yang mematikan bagi iman. Harta yang seharusnya menjadi alat beribadah sering berubah menjadi tuhan yang kita sembah. Kita harus waspada terhadap bahaya ini.
Pelajarilah Riyadus Shalihin untuk memahami hakikat dunia. Jangan biarkan kilau emas dan perak membutakan mata hati kita. Jadikanlah harta berada di tangan, bukan di hati. Dengan begitu, kita bisa selamat dari fitnah dunia dan meraih kebahagiaan abadi di akhirat kelak. Mari kita kembalikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup, bukan materi.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
