Kalam
Beranda » Berita » Gaji Besar atau Berkah? Menimbang Pilihan Karir dengan Kacamata Hadis

Gaji Besar atau Berkah? Menimbang Pilihan Karir dengan Kacamata Hadis

Dilema karir sering menghantui para pekerja modern saat ini. Kita sering terjebak dalam pilihan sulit antara gaji fantastis atau kenyamanan batin. Banyak orang mengejar nominal angka di rekening bank. Mereka menganggap kekayaan materi sebagai satu-satunya tolak ukur kesuksesan hidup. Namun, Islam menawarkan perspektif berbeda yang jauh lebih menenangkan.

Perspektif tersebut bernama keberkahan atau berkah. Anda mungkin pernah mendengar istilah ini berulang kali. Tapi, apakah Anda benar-benar memahami esensinya dalam dunia kerja? Artikel ini akan mengupas tuntas pertimbangan antara gaji besar atau berkah berdasarkan panduan Rasulullah SAW.

Ilusi Angka dalam Gaji Besar

Masyarakat kita sering mengagungkan posisi jabatan tinggi dan gaji selangit. Media sosial memperparah hal ini dengan pameran gaya hidup mewah. Kita lantas merasa tertinggal dan cemas akan masa depan. Padahal, gaji besar belum tentu menjamin kebahagiaan sejati.

Banyak pekerja bergaji tinggi justru mengalami stres berkepanjangan. Mereka kehilangan waktu bersama keluarga. Kesehatan mental mereka terganggu karena tekanan target yang tidak manusiawi. Uang yang banyak itu akhirnya habis hanya untuk biaya berobat atau hiburan sesaat.

Di sinilah kita perlu merenungkan kembali tujuan bekerja. Apakah hanya untuk menumpuk harta? Islam mengajarkan kita untuk mencari rezeki yang halalan thayyiban. Rezeki harus halal zatnya dan baik cara mendapatkannya.

Riyadus Shalihin: Mata Air yang Tak Pernah Kering di Gurun Modernitas

Memahami Konsep Berkah

Berkah memiliki arti ziyadatul khair atau bertambahnya kebaikan. Rezeki yang berkah membawa ketenangan bagi pemiliknya. Uang yang sedikit terasa cukup untuk memenuhi kebutuhan. Sebaliknya, harta yang tidak berkah akan terasa selalu kurang.

Rasulullah SAW mengingatkan umatnya tentang pentingnya kejujuran dalam bekerja. Kejujuran inilah pintu gerbang utama menuju keberkahan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Dua orang yang berjual beli, masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan diberkahi dalam jual belinya. Namun, bila keduanya berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan dicabut keberkahan jual belinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis di atas menegaskan hubungan erat antara kejujuran dan keberkahan. Pekerjaan dengan gaji besar namun penuh tipu daya pasti kehilangan berkah. Allah akan mencabut ketenangan dari harta tersebut.

Riyadus Shalihin: Warisan Peradaban yang Menyelamatkan Kemanusiaan

Bahaya Mengabaikan Kehalalan Pekerjaan

Memilih pekerjaan haram demi gaji besar adalah kesalahan fatal. Islam sangat keras memperingatkan hal ini. Daging yang tumbuh dari barang haram akan membawa dampak buruk di akhirat.

Rasulullah SAW memberikan peringatan tegas:

“Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, tidaklah daging manusia tumbuh dari barang yang haram kecuali neraka lebih utama atasnya.” (HR. Tirmidzi)

Peringatan ini seharusnya membuat kita merinding. Apakah sepadan menukar surga dengan kenikmatan dunia yang sementara? Gaji besar dari sumber haram ibarat meminum air laut. Semakin Anda meminumnya, semakin haus Anda rasanya.

Selain itu, harta haram juga mempengaruhi doa. Allah enggan menerima doa dari hamba yang memakan harta haram. Ini tentu kerugian besar bagi seorang Muslim. Kita membutuhkan pertolongan Allah setiap detik. Bagaimana mungkin kita menutup pintu pertolongan itu dengan tangan sendiri?

Membedah Kitab Riyadus Shalihin dalam Pluralisme dan Toleransi: Batasan Serta Anjuran Islam

Kaya Hati adalah Kunci

Islam tidak melarang umatnya menjadi kaya raya. Banyak sahabat Nabi yang merupakan saudagar kaya. Namun, mereka meletakkan harta di tangan, bukan di hati. Mereka mengejar gaji besar atau berkah secara bersamaan jika memungkinkan.

Kekayaan sejati menurut Islam bukanlah banyaknya aset. Kekayaan sejati terletak pada kelapangan dada dan rasa qana’ah (merasa cukup).

Rasulullah SAW bersabda:

“Kekayaan (yang hakiki) bukanlah dengan banyaknya harta. Namun kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang yang memiliki kekayaan hati akan selalu bersyukur. Ia tidak mudah iri melihat pencapaian orang lain. Ia bekerja keras sebagai bentuk ibadah, bukan sekadar ambisi duniawi.

Tips Memilih Karir yang Berkah

Anda mungkin sedang berada di persimpangan jalan saat ini. Berikut beberapa langkah praktis dalam menimbang karir:

  1. Periksa Sumber Pendapatan: Pastikan perusahaan atau bisnis Anda bergerak di bidang halal. Hindari industri riba, judi, atau maksiat.

  2. Niatkan untuk Ibadah: Ubah pola pikir Anda. Bekerja adalah cara menafkahi keluarga dan memberi manfaat bagi orang lain.

  3. Prioritaskan Waktu Ibadah: Jangan sampai pekerjaan melalaikan kewajiban shalat lima waktu. Keberkahan seringkali hilang saat kita meninggalkan Tuhan demi pekerjaan.

  4. Jaga Etika Kerja: Tetaplah jujur, amanah, dan profesional. Allah menyukai pekerja yang itqan (tekun/profesional) dalam bekerja.

Kesimpulan

Pertanyaan tentang gaji besar atau berkah sebenarnya bukan pilihan mutlak. Anda bisa mendapatkan keduanya jika Allah menghendaki. Namun, jika harus memilih, pilihlah keberkahan. Rezeki yang berkah akan membawa kebahagiaan dunia dan keselamatan akhirat.

Jangan gadaikan iman Anda demi angka-angka semu. Yakinlah bahwa Allah telah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya. Tugas kita hanya menjemputnya dengan cara yang Dia ridhoi. Semoga kita semua mendapatkan pekerjaan yang halal, baik, dan penuh berkah.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement