Khazanah
Beranda » Berita » Relevansi Etika Bisnis Dalam Riyadus Shalihin dan Peringatan Keras Nabi Tentang Riba di Era Global

Relevansi Etika Bisnis Dalam Riyadus Shalihin dan Peringatan Keras Nabi Tentang Riba di Era Global

Dunia bisnis modern sering kali terjebak dalam praktik kapitalisme yang menghalalkan segala cara demi keuntungan maksimal. Kondisi ini membuat para pelaku usaha melupakan nilai-nilai moral dan spiritual dalam setiap transaksi mereka. Islam hadir menawarkan solusi komprehensif melalui ajaran Nabi Muhammad SAW yang terangkum indah dalam kitab Riyadus Shalihin. Karya fenomenal Imam An-Nawawi ini tidak hanya membahas ibadah ritual, tetapi juga meletakkan dasar kuat bagi etika bisnis global. Kita perlu menggali kembali mutiara hikmah tersebut untuk menyelamatkan ekonomi umat dari kehancuran moral.

Urgensi Kejujuran dalam Pasar Global

Pasar bebas saat ini menuntut transparansi tinggi, namun ironisnya penipuan justru semakin marak terjadi. Riyadus Shalihin menempatkan kejujuran sebagai pondasi utama dalam bab muamalah atau jual beli. Nabi Muhammad SAW menjanjikan kedudukan mulia bagi para pedagang yang memegang teguh kejujuran dalam berbisnis. Beliau tidak hanya sekadar memberikan teori, tetapi juga mencontohkan langsung praktik dagang yang bersih.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi:
“Seorang pedagang yang jujur dan terpercaya (akan dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid.”

Kutipan tersebut menegaskan bahwa profesi pebisnis memiliki derajat sangat tinggi jika mereka menjalankannya dengan benar. Pebisnis muslim harus berani menampilkan cacat barang jika memang ada kekurangan pada produknya. Konsumen global saat ini sangat menghargai integritas dan keaslian sebuah brand atau produk. Dengan menerapkan nilai kejujuran ini, pengusaha muslim sebenarnya sedang membangun aset terbesar berupa kepercayaan jangka panjang.

Peringatan Keras Nabi Tentang Bahaya Riba

Salah satu tantangan terbesar dalam sistem ekonomi global adalah cengkeraman bunga atau riba yang mencekik. Banyak pengusaha merasa mustahil mengembangkan bisnis tanpa melibatkan pinjaman berbasis bunga dari lembaga keuangan konvensional. Padahal, Riyadus Shalihin memuat peringatan yang sangat mengerikan mengenai dampak destruktif riba bagi individu maupun masyarakat. Islam memandang riba sebagai alat eksploitasi yang memindahkan kekayaan dari si miskin kepada si kaya secara tidak adil.

Riyadus Shalihin: Warisan Peradaban yang Menyelamatkan Kemanusiaan

Imam An-Nawawi mencantumkan hadis-hadis yang menunjukkan ketegasan Rasulullah dalam memerangi praktik ini. Nabi tidak memberikan toleransi sedikitpun bagi siapa saja yang terlibat dalam rantai ekosistem riba. Larangan ini berlaku menyeluruh, bukan hanya bagi pemilik modal, tetapi juga bagi pencatat dan saksinya.

Berikut adalah kutipan hadis yang secara tegas melarang praktik tersebut:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentener), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim).

Ancaman “laknat” dalam terminologi agama bermakna jauh dari rahmat Allah SWT. Bisnis yang besar namun dibangun di atas pondasi riba tidak akan membawa ketenangan batin bagi pemiliknya. Kita sering melihat perusahaan raksasa global runtuh seketika karena terjerat utang berbunga yang gagal bayar. Hal ini membuktikan bahwa sistem ribawi sejatinya rapuh dan merusak stabilitas ekonomi dalam jangka panjang.

Mengejar Keberkahan, Bukan Sekadar Keuntungan

Konsep barakah atau keberkahan menjadi pembeda utama antara etika bisnis Islam dengan sistem ekonomi sekuler. Riyadus Shalihin mengajarkan kita untuk mencari harta yang membawa kebaikan dunia dan akhirat. Keuntungan materi yang melimpah tidak akan berarti apa-apa jika harta tersebut cepat habis dan tidak membawa manfaat.

Nabi Muhammad SAW mengingatkan umatnya untuk menghindari sumpah palsu dalam melariskan dagangan. Sumpah palsu mungkin bisa melariskan barang sesaat, namun ia akan menghapus keberkahan dari hasil penjualan tersebut. Pengusaha muslim wajib menyadari bahwa Allah SWT adalah Dzat yang mengatur rezeki seluruh makhluk.

Membedah Kitab Riyadus Shalihin dalam Pluralisme dan Toleransi: Batasan Serta Anjuran Islam

Mengimplementasikan Nilai Nabawi di Era Digital

Teknologi internet telah mengubah wajah perdagangan dunia menjadi tanpa batas dan sangat cepat. Namun, kemudahan ini juga membuka celah baru bagi praktik gharar (ketidakjelasan) dan kecurangan manipulatif. Kita bisa menerapkan Etika Bisnis Dalam Riyadus Shalihin sebagai filter moral dalam menghadapi gelombang disrupsi ekonomi digital.

Para startup muslim harus berani tampil beda dengan mengedepankan kontrak transaksi yang jelas dan adil. Hindari klausul-klausul tersembunyi yang merugikan salah satu pihak dalam aplikasi atau layanan digital. Terapkan prinsip saling ridha (rela sama rela) yang menjadi syarat sahnya sebuah transaksi dalam Islam.

Kesimpulan

Mempelajari kembali kitab Riyadus Shalihin memberikan wawasan segar bagi pelaku bisnis di tengah carut-marut ekonomi global. Kita menemukan bahwa Islam telah lama meletakkan standar etika bisnis yang tinggi, jauh sebelum konsep Good Corporate Governance muncul. Menjauhi riba dan mengutamakan kejujuran bukan hanya tuntutan agama, melainkan strategi jitu untuk bisnis yang berkelanjutan. Mari kita jadikan peringatan Nabi sebagai rambu-rambu agar selamat mengarungi samudra bisnis yang penuh godaan. Kebahagiaan sejati seorang pebisnis muslim terletak pada harta yang halal dan jiwa yang tenang.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement