Kalam
Beranda » Berita » Memaknai Waktu dalam Islam: Kupas Tuntas Sumpah Tuhan dan Hadis Nabi

Memaknai Waktu dalam Islam: Kupas Tuntas Sumpah Tuhan dan Hadis Nabi

Waktu berjalan sangat cepat tanpa kita sadari. Kemarin rasanya kita baru memulai pekan, kini akhir pekan sudah di depan mata. Islam menaruh perhatian sangat besar terhadap perputaran masa ini. Kita bisa melihat hal tersebut dari banyaknya sumpah Allah SWT di dalam Al-Qur’an. Allah menggunakan fenomena waktu sebagai media sumpah-Nya. Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga sering mengingatkan umatnya tentang urgensi memanfaatkan kesempatan. Tulisan ini akan mencoba memaknai waktu dalam Islam melalui kacamata Al-Qur’an dan kitab Riyadhu Saliheen.

Sumpah Allah Atas Nama Waktu

Allah SWT adalah Sang Pencipta waktu. Dia memiliki hak mutlak untuk bersumpah atas makhluk ciptaan-Nya. Namun, sumpah Allah mengandung isyarat penting bagi manusia. Allah ingin kita memperhatikan objek sumpah tersebut secara serius. Kita menemukan banyak surat bermakna waktu dalam kitab suci.

Contoh paling populer adalah Surah Al-‘Ashr. Allah SWT berfirman:

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)

Ayat ini memberikan peringatan keras. Semua manusia berada dalam posisi rugi. Waktu mereka terus berkurang setiap detik menuju kematian. Hanya iman, amal saleh, dan saling menasihati yang bisa menyelamatkan kita. Kita tidak boleh lengah sedikitpun.

Riyadus Shalihin: Warisan Peradaban yang Menyelamatkan Kemanusiaan

Selain itu, Allah juga bersumpah dengan waktu-waktu spesifik lainnya. Kita mengenal Surah Al-Fajr (Demi Fajar), Surah Ad-Dhuha (Demi Waktu Dhuha), dan Surah Al-Lail (Demi Malam). Penyebutan waktu spesifik ini bukan tanpa alasan.

Waktu fajar menandakan permulaan hari dan semangat baru. Waktu dhuha melambangkan produktivitas dan rezeki. Sedangkan malam adalah waktu untuk istirahat dan berkontemplasi mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Allah mengajak hamba-Nya untuk mengisi setiap fase waktu tersebut dengan kegiatan positif. Kita harus peka menangkap sinyal Ilahi ini.

Peringatan Nabi dalam Riyadhu Saliheen

Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang paling disiplin dalam mengatur waktu. Beliau tidak pernah membiarkan detik berlalu tanpa nilai ibadah. Imam An-Nawawi merekam nasihat Nabi ini dalam kitab legendarisnya, Riyadhu Saliheen.

Terdapat sebuah hadis yang sangat menohok kesadaran kita. Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Membedah Kitab Riyadus Shalihin dalam Pluralisme dan Toleransi: Batasan Serta Anjuran Islam

Hadis ini masuk dalam bab bersegera melakukan kebaikan. Nabi menggunakan kata “tertipu” atau maghbun. Ini menggambarkan orang yang memiliki modal besar tetapi malah merugi dalam berdagang. Kita sering merasa waktu luang akan selamanya ada. Kita menunda tobat dan amal baik karena merasa masih muda atau sehat.

Padahal, sehat dan waktu luang adalah modal yang cepat hilang. Sakit bisa datang tiba-tiba. Kesibukan duniawi bisa menyita seluruh perhatian kita besok hari. Seorang muslim cerdas tidak akan menunggu masa tua untuk beramal.

Jangan Menjadi “Pengangguran” Ibadah

Ulama besar Hasan Al-Basri pernah berkata bijak mengenai hakikat manusia. Beliau menyebut bahwa manusia sejatinya adalah kumpulan hari. Jika satu hari berlalu, maka hilanglah sebagian dari diri manusia tersebut.

Kita harus memaknai waktu dalam Islam sebagai ladang bercocok tanam. Dunia adalah tempat menanam, dan akhirat adalah tempat memanen. Jika kita malas menanam saat memiliki waktu, kita tidak akan memanen apapun nanti. Penyesalan di akhirat tidak akan berguna lagi.

Banyak orang menyibukkan diri dengan hal sia-sia. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial tanpa tujuan jelas. Sementara itu, jatah umur mereka terus berkurang. Al-Qur’an dan Hadis mengajak kita untuk segera bangkit. Kita harus mengubah pola pikir “nanti saja” menjadi “sekarang juga”.

Menghadapi Orang Bodoh di Dunia Maya: Terapkan Strategi Imam Nawawi

Setiap detik adalah amanah. Kita akan mempertanggungjawabkan penggunaan waktu tersebut di hadapan Allah. Apakah kita menggunakannya untuk kebaikan atau kemaksiatan? Pertanyaan ini harus kita jawab setiap hari dalam renungan pribadi.

Kesimpulan

Waktu adalah pedang. Jika kita tidak memotongnya, ia yang akan memotong kita. Allah SWT telah bersumpah demi masa untuk menegaskan kemuliaan waktu. Nabi Muhammad SAW juga telah mengingatkan tentang bahaya menyepelekan waktu luang.

Mari kita mulai memaknai waktu dalam Islam dengan tindakan nyata. Isilah pagi dengan semangat, siang dengan kerja keras, dan malam dengan ibadah. Jangan biarkan kita termasuk golongan orang yang merugi. Manfaatkan sisa umur yang ada sebaik mungkin sebelum ajal menjemput.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement