Kisah
Beranda » Berita » Mengenal Khawla binti Tsa’labah: Juru Bicara Wanita yang Mengubah Hukum Islam

Mengenal Khawla binti Tsa’labah: Juru Bicara Wanita yang Mengubah Hukum Islam

ilustrasi by Meta AI.

SURAU.CO – Dalam sejarah Islam, peran wanita sangatlah signifikan. Kisah Khawla binti Tsa’labah adalah salah satu buktinya. Ia dikenal sebagai wanita yang fasih, berani, dan teguh dalam memperjuangkan keadilan. Kisahnya bukan hanya tentang seorang istri yang mencari solusi atas masalah rumah tangganya. Namun demikian, ia juga tentang seorang wanita yang dialognya dengan Allah SWT secara langsung mengubah hukum dalam syariat Islam. Ia menjadi contoh nyata betapa suara wanita memiliki kedudukan penting di zaman Rasulullah Muhammad SAW.

Profil Singkat Khawla binti Tsa’labah

Khawla binti Tsa’labah adalah seorang sahabat wanita yang mulia. Beliau dikenal memiliki kepribadian yang kuat. Ia juga memiliki kemampuan retorika yang luar biasa. Khawla adalah istri dari Aus bin Ash-Shamit, seorang sahabat Anshar. Aus bin Ash-Shamit juga termasuk salah satu pejuang Perang Badar. Kisah hidup Khawla mencerminkan keberanian dan kecerdasannya dalam menghadapi tantangan.

Suatu hari, Khawla mengalami kejadian yang sangat menyedihkan. Suaminya, Aus bin Ash-Shamit, mengucapkan zihar kepadanya. Zihar adalah praktik pra-Islam. Seorang suami menyatakan istrinya seperti punggung ibunya. Ini setara dengan mengharamkan istri bagi suaminya. Meskipun bukan talak, zihar membuat istri tidak boleh digauli. Namun, ia juga tidak dapat menikah lagi.

Aus bin Ash-Shamit mengucapkan zihar itu dalam keadaan marah. “Bagiku, engkau seperti punggung ibuku!” katanya. Khawla merasa sangat tertekan. Ia memiliki beberapa anak kecil yang masih membutuhkan perlindungan. Ia tidak memiliki tempat lain untuk mengadu. Ia merasa putus asa atas perkataan suaminya.

Mengadu kepada Rasulullah SAW

Dalam kesedihannya, Khawla segera mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia menceritakan masalahnya dengan detail. “Ya Rasulullah,” kata Khawla, “suamiku telah mengucapkan zihar kepadaku. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Anak-anakku masih kecil. Jika aku tinggalkan, mereka akan telantar. Jika aku tetap bersamanya, aku tak bisa digauli.”

Kisah Amr bin Al-Ash Mantan Musuh Nabi

Rasulullah SAW mendengarkan dengan seksama. Namun, beliau tidak dapat langsung memberikan putusan. Pasalnya, belum ada wahyu yang turun terkait masalah zihar. “Aku tidak melihat ada solusi bagimu,” kata Nabi. “Kecuali engkau telah haram baginya.” Nabi hanya bisa menyampaikan hukum yang berlaku saat itu.

Dialog Khawla dengan Allah SWT

Jawaban Nabi tidak membuat Khawla putus asa. Ia justru semakin yakin. Ia ingin jawaban langsung dari Allah. “Aku mengadu kepada Allah tentang apa yang menimpaku!” teriak Khawla. Ia terus berbicara dan memohon kepada Allah SWT. Ia berargumen tentang keadaan anak-anaknya. Ia tidak berhenti berbicara kepada Nabi. Nabi Muhammad SAW sendiri terlihat tidak nyaman. Beliau sampai berkeringat. Ini menunjukkan bahwa beliau sedang menerima wahyu.

Tiba-tiba, wahyu turun kepada Nabi Muhammad SAW. Allah menjawab langsung permohonan Khawla binti Tsa’labah. Ayat-ayat pertama Surat Al-Mujadalah pun diturunkan. Surat ini secara khusus membahas masalah zihar dan memberikan jalan keluar.

“قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ”

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Mujadalah: 1)

Fudail bin Iyadh: Kisah Mantan Perampok yang Hatinya Dipeluk Hidayah

Ayat ini menegaskan bahwa Allah mendengar setiap aduan hamba-Nya. Allah akan memberikan solusi yang terbaik. Ini adalah bukti nyata bahwa Allah SWT sangat dekat dengan hamba-Nya.

Hukum Kaffarah (Tebusan) untuk Zihar

Setelah turunnya wahyu, Nabi Muhammad SAW menjelaskan hukum baru terkait zihar. Allah SWT menetapkan tiga pilihan tebusan (kaffarah) bagi suami yang mengucapkan zihar:

  1. Memerdekakan budak: Jika mampu, suami harus memerdekakan seorang budak.

  2. Berpuasa dua bulan berturut-turut: Jika tidak mampu memerdekakan budak, suami harus berpuasa selama dua bulan tanpa putus.

  3. Memberi makan enam puluh orang miskin: Jika tidak mampu berpuasa, suami harus memberi makan enam puluh orang miskin.

    Kisah Ja’far bin Abi Thalib, Sang Singa Berani

Nabi Muhammad SAW menanyakan kepada Aus bin Ash-Shamit. “Apakah engkau memiliki budak?” Aus menjawab, “Tidak.” “Mampukah engkau berpuasa dua bulan berturut-turut?” tanya Nabi. Aus menjawab, “Demi Allah, aku sudah tidak kuat lagi. Aku sudah tua renta. Jika aku tidak makan, aku akan pingsan.”

Akhirnya, Aus memilih pilihan ketiga. Ia berkata, “Aku memiliki satu karung gandum, ya Rasulullah. Bisakah itu kuberikan untuk enam puluh orang miskin?” Nabi pun mengizinkannya. Kemudian, Nabi memberikan karung gandum itu kepada Aus. Beliau berkata, “Berikanlah makan dengan gandum itu kepada keluargamu dan enam puluh orang miskin.” Ini adalah solusi yang adil dan manusiawi. Ini memberikan jalan keluar bagi suami dan istri.

Kepemimpinan dan Ketajaman Fikir Khawla binti Tsa’labah

Kepribadian Khawla binti Tsa’labah tidak hanya terlihat dalam kasus zihar. Ia juga dikenal memiliki pandangan yang tajam dan keberanian untuk menyampaikan kebenaran. Bahkan kepada pemimpin sekelas Khalifah Umar bin Khattab.

Nasihat Khawla kepada Khalifah Umar

Suatu hari, Umar bin Khattab sedang berjalan di tengah pasar. Ia adalah pemimpin yang sangat dihormati. Namun, Khawla binti Tsa’labah menghampirinya. Ia menyapa Umar dan langsung memberikan nasihat yang tegas.

“Wahai Umar,” kata Khawla, “Dulu, kau adalah Umar yang kami kenal. Kau adalah penggembala di Ukaz. Lalu Allah mengangkatmu sebagai amirul mukminin. Takutlah kepada Allah dalam urusan umat ini!” Nasihat ini begitu berani dan jujur. Ini mengingatkan Umar akan asal-usulnya. Ia juga mengingatkan Umar akan tanggung jawab besarnya sebagai pemimpin.

Umar mendengarkan setiap perkataan Khawla dengan seksama. Ia menundukkan kepalanya dan tidak membantah. Bahkan, ia menangis. Setelah Khawla selesai berbicara, Umar pun mendoakannya. “Ya Allah, ampunilah dia. Dia telah memberikan nasihat yang tulus,” pinta Umar.

Selain itu, Umar kemudian ditanya mengapa ia begitu rendah hati di hadapan Khawla. “Wanita itu adalah Khawla binti Tsa’labah,” jawab Umar. “Allah mendengar keluhannya dari langit ketujuh. Maka, bagaimana mungkin aku tidak mendengarkannya?” Jawaban Umar menunjukkan rasa hormatnya yang mendalam kepada Khawla. Ini juga merupakan pengakuan atas kedudukan mulia Khawla di sisi Allah SWT.

Hikmah dan Pelajaran dari Sosok Khawla binti Tsa’labah

Kisah Khawla binti Tsa’labah memberikan banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi umat Muslim.

  1. Suara Wanita Itu Penting: Kisah ini menunjukkan bahwa suara wanita sangat penting dalam Islam. Wanita memiliki hak untuk berbicara. Mereka juga berhak memperjuangkan keadilan.

  2. Allah Mendengar Setiap Aduan: Ini menegaskan bahwa Allah SWT Maha Mendengar. Dia akan menjawab doa dan aduan hamba-Nya yang tulus.

  3. Keadilan Syariat Islam: Islam adalah agama yang adil dan memberikan solusi bagi setiap masalah. Bahkan masalah yang tidak ada hukumnya sebelumnya.

  4. Keterbukaan Pemimpin: Nabi Muhammad dan Umar bin Khattab menunjukkan keterbukaan. Mereka bersedia mendengarkan rakyat. Ini adalah teladan kepemimpinan yang baik.

  5. Keberanian dalam Menyampaikan Kebenaran: Khawla menunjukkan keberanian untuk berbicara kebenaran. Bahkan kepada pemimpin tertinggi.

  6. Penghormatan terhadap Sesama: Nabi dan Umar menghormati Khawla. Ini adalah teladan saling menghormati antara sesama Muslim.

Dengan demikian, Khawla binti Tsa’labah adalah juru bicara wanita yang luar biasa. Ia mengukir sejarah dengan keteguhan imannya. Ia juga dengan keberaniannya mengubah hukum Islam.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement